nusabali

Disabilitas Pun Ikut Meriahkan PKB

  • www.nusabali.com-disabilitas-pun-ikut-meriahkan-pkb

“Kami baru pertama tampil di PKB. Motivasi kami ingin mengajegkan seni budaya Bali, karena ini milik kita semua. Meski kami dalam keterbatasan, kami tidak pernah putus asa untuk ngajegang Bali”

Penabuh Tuna Netra, Penari Tuna Rungu

DENPASAR, NusaBali
Tidak ada alasan malu untuk menunjukkan diri meski dalam keterbatasan. Sebab hidup terus berjalan, dan harus diisi dengan kegiatan yang bermanfaat. Seperti itulah yang ditunjukkan anggota Persatuan Tuna Netra Indonesia (Pertuni) Kabupaten Badung yang tampil mengisi Pesta Kesenian Bali (PKB) ke-40 di Kalangan Angsoka, Taman Budaya-Art Center, Denpasar, Senin (9/7).

Keterbatasan bagi mereka bukanlah halangan. Tidak ada raut wajah malu-malu, apalagi tidak percaya diri. Meski memang, mereka butuh pemandu untuk berjalan dari belakang panggung sampai di kalangan, ataupun jika membutuhkan perlengkapan tambahan. Selebihnya, mereka malah bisa tampil selayaknya manusia normal lain. Bahkan alunan, pukulan, maupun ketukan nada mereka nyaris sempurna, tidak ada yang sumbang. Inisiatif untuk membentuk sekaa gong ini bermula dari motivasi ingin mengajegkan seni budaya Bali.

Ketua Pertuni Kabupaten Badung, AA Ngurah Mayun Juliawan mengatakan, sekaa gong ini terbentuk sejak tahun 2015. Semua penabuh adalah tuna netra. Setelah tiga tahun berjalan, banyak pengalaman menabuh yang didapatkan. Seperti mengisi di Pemkab Badung, mengisi hari disabilitas internasional, dan puncaknya berkesempatan tampil di PKB siang kemarin. “Kami baru pertama tampil di PKB. Motivasi kami ingin mengajegkan seni budaya Bali, karena ini milik kita semua. Meski kami dalam keterbatasan, kami tidak pernah putus asa untuk ngajegang Bali,” ungkapnya.

Pria 47 tahun asal Puri Agung Petang itu menuturkan, seluruh kegiatan menabuh memang dipusatkan di Puri Agung Petang. Kebetulan, sarana seperti gong memang ada di Puri Agung Petang. Sedangkan pembinaan dilakukan oleh Listibiya Kabupaten Badung. “Kami yang hadir sekarang sebanyak 25 penabuh, sebenarnya ada 30 penabuh totalnya. Kami latihan sebulan dua kali. Sedangkan yang menari ada dari tuna rungu sebanyak 7 orang,” katanya.

Adapun yang ditampilkan adalah Kreasi Tabuh Purwa Pascima, dan Tari Puspanjali penarinya tuli-bisu. Ditanya soal kesulitan, Agung Mayun Juliawan mengatakan tidak banyak kesulitan yang dihadapi. Karena saat megambel, mereka mengandalkan suatu pendengaran atau insting. “Kendala kita hanya jarak satu sama lain yang jauh, jadinya kita persiapan hanya 1 bulan hanya 2 kali. Kami persiapan mulai dari Januari,” ceritanya.   

Penampilan kemudian ditutup dengan bondres yang menampilkan topeng keras, topeng tua, penasar, duku, dan tabuh penutup. Bondres yang ditampilkan mengangkat kisah Sang Bang Manik Angkeran kala itu. Dengan berkolaborasi dengan penari maestro seperti Gusti Ngurah Windia dari Sanggar Tugek Carang Sari, penampilan itu menjadi lebih sempurna.

Gusti Ngurah Windia di panggung mengatakan ia bersimpati dengan penabuh dari Pertuni Kabupaten Badung. Ngurah Windia juga meminta perhatian kepada semua pihak. “Saya merasa simpati dengan anak-anak yang memiliki keterbatasan mampu tampil. Saya berharap, semua pihak terutama pemerintah untuk memberikan perhatian dan kesempatan berperan kepada anak-anak yang berkemampuan khusus dalam berkebudayaan Bali,” harapnya.*ind

Komentar