nusabali

Ikon 'Sekuni' Pertajam Semangat Seniman Klungkung

  • www.nusabali.com-ikon-sekuni-pertajam-semangat-seniman-klungkung

Kiprah seni di Kabupaten Klungkung dalam Berbagai event seni, terutama Pesta Kesenian Bali (PKB) pada era di bawah tahun 2000, kerap kurang mendapat perhitungan.

SEMARAPURA, NusaBali
Penyebabnya, antara lain, karena kurangnya regenerasi seni dan pementasan seni berskala kabupaten, provinsi, bahkan nasional.  Namun para seniman Klungkung, khususnya kalangan seniman muda makin jengah hingga terus bergerak. Mereka kini menguatkan ikon Sekuni (Seniman Klungkung Berani). Hal itu disampaikan seniman muda Klungkung I Gusti Ngurah Suarjana kepada NusaBali, Senin (9/7).

Seniman yang salah seorang staf Dinas Kebudayaan Pemuda dan Olahraga (Disbudpora) Klungkung ini menjelaskan, ‘Sekuni’ mempertegas bahwa atmosfir kesenian di Klungkung kini jauh lebih hidup ketimbang tahun tahun lampau. Menurutnya, ikon ini semacam gerakan keberanian para seniman Klungkung untuk tampil, terlepas dari hasilnya. ‘’Selain itu, Sekuni untuk menajamkan optimisme seniman Klungkung hingga mampu bersaing secara kualitas dengan daerah lain,’’ jelas seniman asal Banjar Pekandelan, Desa Nyalian , Kecamatan Banjarangkan, Klungkung ini.

Pada PKB ke-40 tahun 2018, Ngurah Suarjana dipercaya oleh Tim PKB Kabupaten Klungkung untuk menggarap fragmentari berjudul ‘Jatuhnya Rsi Bhisma’. Garapan ini diiringi Sekaa Gong Kebyar Dewasa Yowana Wira Bumi, Desa Tangkas, Kabupaten/Kecamatan Klungkung. Karya ini dipentaskan, Jumat (29/6) malam, bersanding dengan Sekaa Gong Kebyar Dewasa, duta Kabupaten Tabanan. Ngurah Suarjana mengakui, dengan ikon ‘Sekuni’ itu, pihaknya berusaha keras menggarap karya ini secara maksimal memanfaatkan potensi seniman lokal Klungkung.

Pentas ‘Jatuhnya Rsi Bhisma’ diperkuat 27penari dengan latar belakang tentang Rsi Bhisma teringat dengan masa lalunya, antara lain, ketika Pandawa disakiti oleh Korawa. Adegan diawali paruman (pertemuan) para petinggi Korawa. Rapat membahas pemilihan Rsi Bhisma sebagai senopati Korawa dalam perang melawan Pandawa. Selanjutnya, Korawa berangkat menuju medan perang Kurusetra.

Babak selanjutnya, Panca Pandawa menggelar paruman. Dalam paruman itu, Yudistira sangat sedih karena banyak pasukan Pandawa meninggal dalam perang di Kurusetra. Apalagi dalam perang itu, kakek mereka, Rsi Bhisma malah tampil sebagai senopati Korawa. Rsi Bhisma terkenal sebagai sosok senopati yang tangguh dan amat sulit dikalahkan para musuh.

Saat Pandawa sedang bersedih, datanglah Srikandi. Untuk menawar sedih pihak Pandawa, Srikandi bersedia membalaskan dendam masa lalu Dewi Amba (dalam penjelmaan) yang sempat ‘dijahati’ oleh Rsi Bhisma. Akhirnya, dalam medan perang di Kuruksetra, terkejutlah Rsi Bhisma melihat Srikandi saat tiba di depannya. Rsi Bhisma teringat dengan Dewi Amba yang sempat ‘disakitinya’. Saat itulah, Srikandi melepaskan panahnya hingga menancap ke tubuh Rsi Bhisma. Bhisma pun roboh. ‘’Bhisma hanya roboh, bukan meninggal. Dan, ini ending dari wira cerita ini,’’ tambah Dewa Ketut Wicak Sandita, dalang fragmentari ini.

Nguran Suarjana dan dalang Dewa Wicak meluruskan, dalam fragmentari ini tak ada adegan Dewi Kunti glindang-glindeng (berjalan-jalan dalam pemanggungan), sebagaimana evaluasi kurator PKB 2018, Prof I Wayan Dibia. ‘’Kalau pada garapan kami dari Klungkung, tak ada adegan seperti itu. Mungkin yang dimaksud Prof Dibia, adegan Dewi Kunti dimaksud ada pada pementasan lain,’’ jelasnya.  Demi peningkatan kualitas garapan, dia mengaku sangat terbuka menerima saran, masukan, dan krtik.  Sebelumnya, Prof Dibia dalam catatan evaluasinya menyebut, ada kejanggalan pada beberapa materi pementasan pada PKB tahun 2018. Antara lain, ibu Pandawa, Dewi Kunti, dengan leluasa memasuki medan perang Kurusetra. Padahal Kunti hanya masuk medan perang untuk menemui ksatria Karna jelang kematiannya.*lsa

Komentar