Permohonan Eksekusi Belum Digubris
Permohonan eksekusi atas sebidang tanah milik Pemkab di Jalan Teratai, Kelurahan Banyuasri, Kecamatan Buleleng, tidak kunjung dilaksanakan oleh pihak pengadilan.
Terkait Sengketa Tanah antara Pemkab dengan Warga
SINGARAJA,NusaBali
Pengadilan Negeri (PN) Singaraja menilai dasar hukum permohonan eksekusi belum cukup kuat. Permohonan eksekusi diajukan oleh Pemkab Buleleng sekitar September 2017 lalu, berdasar putusan hukum MA atas sengketa lahan seluas 3 are. Lahan ini semula menjadi sengketa antara Pemkab dengan warga Jalan Teratai, Putu Dresnaguna Cs. Keluarga Putu Dresnaguna mengklaim lahan seluas 3 are menjadi hak miliknya berdasar bukti sertifikat hak milik seluas 15 are. Selama ini, gugatan dari keluarga Putu Dresnaguna dimenangkan oleh PN Singaraja, Pengadilan Tinggi hingga Kasasi. Kemudian Pemkab Buleleng mengajukan Peninjauan Kembali (PK) atas sengketa tersebut, dengan menunjukkan bukti-bukti baru. Hasilnya, MA mengabulkan permohonan PK tersebut, sekitar Agustus 2017 lalu.
Putusan itu berisikan perintah membatalkan seluruh putusan sebelumnya tingkat PN, PT dan Kasasi yang memenangkan penggugat Putu Dresnaguna Cs. Menyatakan Sertifikat Hak Pakai (SHP) No. 216 tahun 2009, luas 1.500 meter persegi atas nama pemegang hak Pemkab Buleleng adalah sah. Menyatakan, obyek sengketa seluas 300 meter persegi adalah sah bagian dari tanah seluas 15 are, sesuai SHP No. 16 atas nama pemegang hak Pemkab Buleleng.
Namun, PN Singaraja menilai putusan MA itu belum cukup kuat untuk melaksakan eksekusi. Pihak PN Singaraja menyebut, putusan MA bersifat Deklaratoir yang sifatnya pernyataan, bukan penghukuman. “PN bukan menunda-nunda, tetapi tidak ada kapasitas melaksanakan (eksekusi, Red) karena putusan itu tidak ada sifat menghukum,” terang Humas PN Singaraja, Ida Bagus Bamadewa Patiputra, Senin (9/7).
Dijelaskan, untuk bisa melaksanakan eksekusi, Pemkab harus mengajukan gugatan penghukuman agar putusan MA bisa serta merta dilaksanakan. Diakui selama ini, koordinasi telah dilakukan dengan Pemkab Buleleng, namun hingga kini belum ada tindak lanjut dari Pemkab Buleleng. “Dari PN sudah berkoordinasi ke Pemkab. Cuma sampai detik sekarang dari Pemkab belum ada yang menindaklanjuti tentang pengajuan itu sehingga dari PN tidak bisa berbuat apa-apa lagi. PN tinggal menunggu saja. Dari pihak pimpinan sudah bagus berkoordinasi dengan Pemkab untuk ngasi jalan keluar apa yang harus dilakukan supaya perkara ini tidak lama terdiam,” ungkap Ida Bagus Bamadewa Patiputra.
Sementara Kepala Bagian (Kabag) Hukum Setkab Buleleng, Bagus Gede Barata yang dikonfirmasi terpisah mengakui, sudah ada koordinasi antara Pemkab dengan PN Singaraja terkait dengan langkah eksekusi tersebut. Namun sejauh ini, pihak PN Singaraja belum memberikan tanggapan secara resmi melalui surat. “Baru sebatas penyampaian secara lisan. Kalau lisan, kami tidak punya dasar mengajukan gugatan. Tetapi di putusan MA itu sudah jelas, membatalkan putusan sebelumnya, bagi kami sudah cukup kuat melaksanakan eksekusi,” tegas Bagus Barata. *k19
SINGARAJA,NusaBali
Pengadilan Negeri (PN) Singaraja menilai dasar hukum permohonan eksekusi belum cukup kuat. Permohonan eksekusi diajukan oleh Pemkab Buleleng sekitar September 2017 lalu, berdasar putusan hukum MA atas sengketa lahan seluas 3 are. Lahan ini semula menjadi sengketa antara Pemkab dengan warga Jalan Teratai, Putu Dresnaguna Cs. Keluarga Putu Dresnaguna mengklaim lahan seluas 3 are menjadi hak miliknya berdasar bukti sertifikat hak milik seluas 15 are. Selama ini, gugatan dari keluarga Putu Dresnaguna dimenangkan oleh PN Singaraja, Pengadilan Tinggi hingga Kasasi. Kemudian Pemkab Buleleng mengajukan Peninjauan Kembali (PK) atas sengketa tersebut, dengan menunjukkan bukti-bukti baru. Hasilnya, MA mengabulkan permohonan PK tersebut, sekitar Agustus 2017 lalu.
Putusan itu berisikan perintah membatalkan seluruh putusan sebelumnya tingkat PN, PT dan Kasasi yang memenangkan penggugat Putu Dresnaguna Cs. Menyatakan Sertifikat Hak Pakai (SHP) No. 216 tahun 2009, luas 1.500 meter persegi atas nama pemegang hak Pemkab Buleleng adalah sah. Menyatakan, obyek sengketa seluas 300 meter persegi adalah sah bagian dari tanah seluas 15 are, sesuai SHP No. 16 atas nama pemegang hak Pemkab Buleleng.
Namun, PN Singaraja menilai putusan MA itu belum cukup kuat untuk melaksakan eksekusi. Pihak PN Singaraja menyebut, putusan MA bersifat Deklaratoir yang sifatnya pernyataan, bukan penghukuman. “PN bukan menunda-nunda, tetapi tidak ada kapasitas melaksanakan (eksekusi, Red) karena putusan itu tidak ada sifat menghukum,” terang Humas PN Singaraja, Ida Bagus Bamadewa Patiputra, Senin (9/7).
Dijelaskan, untuk bisa melaksanakan eksekusi, Pemkab harus mengajukan gugatan penghukuman agar putusan MA bisa serta merta dilaksanakan. Diakui selama ini, koordinasi telah dilakukan dengan Pemkab Buleleng, namun hingga kini belum ada tindak lanjut dari Pemkab Buleleng. “Dari PN sudah berkoordinasi ke Pemkab. Cuma sampai detik sekarang dari Pemkab belum ada yang menindaklanjuti tentang pengajuan itu sehingga dari PN tidak bisa berbuat apa-apa lagi. PN tinggal menunggu saja. Dari pihak pimpinan sudah bagus berkoordinasi dengan Pemkab untuk ngasi jalan keluar apa yang harus dilakukan supaya perkara ini tidak lama terdiam,” ungkap Ida Bagus Bamadewa Patiputra.
Sementara Kepala Bagian (Kabag) Hukum Setkab Buleleng, Bagus Gede Barata yang dikonfirmasi terpisah mengakui, sudah ada koordinasi antara Pemkab dengan PN Singaraja terkait dengan langkah eksekusi tersebut. Namun sejauh ini, pihak PN Singaraja belum memberikan tanggapan secara resmi melalui surat. “Baru sebatas penyampaian secara lisan. Kalau lisan, kami tidak punya dasar mengajukan gugatan. Tetapi di putusan MA itu sudah jelas, membatalkan putusan sebelumnya, bagi kami sudah cukup kuat melaksanakan eksekusi,” tegas Bagus Barata. *k19
1
Komentar