Tampilkan Gambelan Bertangga Nada 9 di PKB
Sanggar Manikasanti, Banjar Kedaton, Kelurahan Tonja, Denpasar
DENPASAR, NusaBali
Jika biasanya gambelan Bali bertangga nada 4 seperti angklung, tangga nada 5 seperti gong kebyar, dan tangga nada 7 seperti gambang, kali ini gambelan Bali semakin berkembang. Seperti yang tampil di Wantilan Taman Budaya-Art Center, Denpasar, Kamis (12/7) sore, Sanggar Manikasanti, Banjar Kedaton, Kelurahan Tonja, Denpasar, menampilkan gambelan Siwa Nada, yaitu gambelan bertangga nada 9.
Pencipta gambelan bertangga nada 9, I Wayang Sinti MA, mengatakan, gambelan Siwa Nada merupakan barungan gambelan baru yang bertangga nada sembilan yang diciptakannya 20 Agustus 2004 silam. Sebagai orang yang menggeluti seni karawitan Bali pencipta merasa terpanggil utuk membuat susunan tangga nada baru dari tangga nada gambelan Bali yang sudah ada yaitu gambelan bertangga 9. Gambelan bertangga nada 9 ini pun diberi nama gambelan ‘Siwa Nada’.
“Siwa Nada ini adalah satu-satunya gambelan di Bali yang bertangga nada 9. Pertama kali tiang ciptakan saat mengajar di Universitas Washington, Amerika, tapi idenya sudah ada tahun 2002. Saat itu, saya ada di Bali,” ujarnya.
Ia yang menjadi Pembina Sanggar Manikasanti ini menjelaskan, sebelum ke Washington, Sinti sempat mengekspos gambelan ciptaannya ke berbagai media massa. Begitu juga dia sempat menyarankan kepada para pembina, khususnya pejabat dan musisi untuk mengembangkan gambelan Bali. Sayangnya, saat itu belum ada yang merespon idenya.
“Waktu itu belum ada respon, sampai kemudian saya dapat undangan dari Universitas Washington tahun 2004. Begitu tiang mengajar, saya katakan kepada mahasiswa, saya punya ide begini (gambelan Siwa Nada), untuk menciptakan tangga nada 9,” ungkap Sinti yang mengaku sudah enam kali mengajar ke Universitas Washington ini.
Pensiunan Kokar (sekarang SMKN 3 Sukawati) ini menambahkan, banyak mahasiswanya tertarik dengan konsep yang diutarakan kemarin. Bahkan Kamis kemarin, ada dua orang mahasiswa asing yang ikut menonton. “Mereka sudah pintar menabuh gambang, semara pegulingan, gambuh dan Siwa Nada,” ceritanya.
Hingga saat ini, kata dia, gambelan Siwa Nada baru satu-satunya ada di Bali. Namun sudah ada beberapa orang yang ingin mengembangkan atau meminta gambelan itu. “Ada yang ingin mengcopy secara perorangan, tapi saya bilang untuk sementara saya akan tangguhkan. Tapi kalau ada permintaan dari lembaga, sekolah atau universitas, kalau ada suratnya, ya silakan. Saya berharap gambelan ini semakin bisa menarik minat generasi muda saat ini,” katanya.
Sedangkan pementasan kemarin diawali dengan instrumental Windu Sara. Tabuh ini merupakan transformasi dari musik simponi New World of Symphony by Dvorak yang diselaraskan ke dalam gambelan Siwa Nada. “Nada-nada tertentu kita olah sehingga tercipta lagu baru yang diberi nama Windu Sara,” kata Sindi.
Ada juga tabuh Bapang. Bapang merupakan singkatan dari Bali dan Jepang. Tabuh Bapang ini pun merupakan kolaborasi dari melodi lagu dan ritme gamelan Bali yang dipadukan dengan salah satu lagu Jepang Song of Okinawa Kunjan Jintoyo atau Jintoyo Buzy. Selain itu, ada beberapa tarian tradisional Bali yang ditampilkan yakni tari Jauk Manis dan Barong Ket. *ind
Pencipta gambelan bertangga nada 9, I Wayang Sinti MA, mengatakan, gambelan Siwa Nada merupakan barungan gambelan baru yang bertangga nada sembilan yang diciptakannya 20 Agustus 2004 silam. Sebagai orang yang menggeluti seni karawitan Bali pencipta merasa terpanggil utuk membuat susunan tangga nada baru dari tangga nada gambelan Bali yang sudah ada yaitu gambelan bertangga 9. Gambelan bertangga nada 9 ini pun diberi nama gambelan ‘Siwa Nada’.
“Siwa Nada ini adalah satu-satunya gambelan di Bali yang bertangga nada 9. Pertama kali tiang ciptakan saat mengajar di Universitas Washington, Amerika, tapi idenya sudah ada tahun 2002. Saat itu, saya ada di Bali,” ujarnya.
Ia yang menjadi Pembina Sanggar Manikasanti ini menjelaskan, sebelum ke Washington, Sinti sempat mengekspos gambelan ciptaannya ke berbagai media massa. Begitu juga dia sempat menyarankan kepada para pembina, khususnya pejabat dan musisi untuk mengembangkan gambelan Bali. Sayangnya, saat itu belum ada yang merespon idenya.
“Waktu itu belum ada respon, sampai kemudian saya dapat undangan dari Universitas Washington tahun 2004. Begitu tiang mengajar, saya katakan kepada mahasiswa, saya punya ide begini (gambelan Siwa Nada), untuk menciptakan tangga nada 9,” ungkap Sinti yang mengaku sudah enam kali mengajar ke Universitas Washington ini.
Pensiunan Kokar (sekarang SMKN 3 Sukawati) ini menambahkan, banyak mahasiswanya tertarik dengan konsep yang diutarakan kemarin. Bahkan Kamis kemarin, ada dua orang mahasiswa asing yang ikut menonton. “Mereka sudah pintar menabuh gambang, semara pegulingan, gambuh dan Siwa Nada,” ceritanya.
Hingga saat ini, kata dia, gambelan Siwa Nada baru satu-satunya ada di Bali. Namun sudah ada beberapa orang yang ingin mengembangkan atau meminta gambelan itu. “Ada yang ingin mengcopy secara perorangan, tapi saya bilang untuk sementara saya akan tangguhkan. Tapi kalau ada permintaan dari lembaga, sekolah atau universitas, kalau ada suratnya, ya silakan. Saya berharap gambelan ini semakin bisa menarik minat generasi muda saat ini,” katanya.
Sedangkan pementasan kemarin diawali dengan instrumental Windu Sara. Tabuh ini merupakan transformasi dari musik simponi New World of Symphony by Dvorak yang diselaraskan ke dalam gambelan Siwa Nada. “Nada-nada tertentu kita olah sehingga tercipta lagu baru yang diberi nama Windu Sara,” kata Sindi.
Ada juga tabuh Bapang. Bapang merupakan singkatan dari Bali dan Jepang. Tabuh Bapang ini pun merupakan kolaborasi dari melodi lagu dan ritme gamelan Bali yang dipadukan dengan salah satu lagu Jepang Song of Okinawa Kunjan Jintoyo atau Jintoyo Buzy. Selain itu, ada beberapa tarian tradisional Bali yang ditampilkan yakni tari Jauk Manis dan Barong Ket. *ind
Komentar