Majaya-jaya di Lempuyang Dipuput Tiga Sulinggih
Upacara majaya-jaya untuk Panitia Karya Panca Balikrama di Pura Sad Kahyangan Lempuyang, Desa Pakraman Purwayu, Kecamatan Abang, Karangasem digelar pada Wraspati Pon Krulut, Kamis (12/7).
AMLAPURA, NusaBali
Upaacara majaya-jaya dipuput tiga sulinggih. Puncak karya rahina pada Redite Kliwon Pujut, Minggu, 20 Januari 2019. Ketiga sulinggih yang muput yakni Ida Pandita Mpu Darma Yoga dari Gria Taman, Banjar Abiansoan, Desa Bungaya Kangin, Kecamatan Bebandem, Ida Pedanda Gede Made Jelantik Sidemen dari Gria Taman Asri, Banjar Triwangsa, Desa Budakeling, Kecamatan Bebandem, dan Ida Pedanda Gede Ketut Pinatih Pasuruan dari Gria Ulon, Banjar/Desa Jungutan, Kecamatan Bebandem. Prosesi diawali ngayab banten durmanggala, banten suci, dan banten prayascita. Selanjutnya sembahyang bersama dan seluruh panitia mengenakan karawista dan diakhiri ngayah banten peras.
Upacara majaya-jaya dilaksanakan sebelum panitia memulai ngayah rangkaian Karya Panca Balikrama di Pura Sad Kahyangan Lempuyang. Bertindak sebagai pangrajeg karya I Wayan Artha Dipa. Wiku tapini yakni Ida Pedanda Istri Wayan Jelantik Dwaja dari Gria Jelantik, Ida Pedanda Istri Anom dari Gria Kanginan, dan Ida Pedanda Istri Karang dari Gria Suci. Yajamana yakni Ida Pedanda Gede Putra Tembau dari Gria Gede dan Ida Pedanda Gede Wayahan Tianyar dari Gria Gede Menara.
Karya Panca Bali Krama dilaksanakan setiap 100 tahun sekali. Pamangku di Pura Sad Kahyangan Lempuyang, Jro Mangku Gede Wangi, mengatakan ritual majaya-jaya merupakan pembersihan diri sebelum resmi memulai ngaturang ayah. “Majaya-jaya merupakan upacara untuk menyatakan diri secara bersungguh-sungguh ngayah. Siap ngayah secara lahir dan bathin, secara sekala pertanggungjawabannya dalam bentuk administrasi dan secara niskala kepada Ida Bhatara,” jelas Mangku Wangi.
Pangrajeg Karya, I Wayan Artha Dipa, mengatakan, setelah pikiran bersih, melalui upacara majaya-jaya, tinggal menjaga kesucian diri. Sementara Bupati Karangasem, I Gusti Ayu Mas Sumatri, mengingatkan pentingnya menjaga pikiran yang bersih dan suci. Terlebih karya Panca Balikrama dilandasi semangat satyam, siwam, dan sundaram. “Artinya, menjunjung tinggi kebenaran, kesucian, dan keindahan,” katanya. *k16
Upaacara majaya-jaya dipuput tiga sulinggih. Puncak karya rahina pada Redite Kliwon Pujut, Minggu, 20 Januari 2019. Ketiga sulinggih yang muput yakni Ida Pandita Mpu Darma Yoga dari Gria Taman, Banjar Abiansoan, Desa Bungaya Kangin, Kecamatan Bebandem, Ida Pedanda Gede Made Jelantik Sidemen dari Gria Taman Asri, Banjar Triwangsa, Desa Budakeling, Kecamatan Bebandem, dan Ida Pedanda Gede Ketut Pinatih Pasuruan dari Gria Ulon, Banjar/Desa Jungutan, Kecamatan Bebandem. Prosesi diawali ngayab banten durmanggala, banten suci, dan banten prayascita. Selanjutnya sembahyang bersama dan seluruh panitia mengenakan karawista dan diakhiri ngayah banten peras.
Upacara majaya-jaya dilaksanakan sebelum panitia memulai ngayah rangkaian Karya Panca Balikrama di Pura Sad Kahyangan Lempuyang. Bertindak sebagai pangrajeg karya I Wayan Artha Dipa. Wiku tapini yakni Ida Pedanda Istri Wayan Jelantik Dwaja dari Gria Jelantik, Ida Pedanda Istri Anom dari Gria Kanginan, dan Ida Pedanda Istri Karang dari Gria Suci. Yajamana yakni Ida Pedanda Gede Putra Tembau dari Gria Gede dan Ida Pedanda Gede Wayahan Tianyar dari Gria Gede Menara.
Karya Panca Bali Krama dilaksanakan setiap 100 tahun sekali. Pamangku di Pura Sad Kahyangan Lempuyang, Jro Mangku Gede Wangi, mengatakan ritual majaya-jaya merupakan pembersihan diri sebelum resmi memulai ngaturang ayah. “Majaya-jaya merupakan upacara untuk menyatakan diri secara bersungguh-sungguh ngayah. Siap ngayah secara lahir dan bathin, secara sekala pertanggungjawabannya dalam bentuk administrasi dan secara niskala kepada Ida Bhatara,” jelas Mangku Wangi.
Pangrajeg Karya, I Wayan Artha Dipa, mengatakan, setelah pikiran bersih, melalui upacara majaya-jaya, tinggal menjaga kesucian diri. Sementara Bupati Karangasem, I Gusti Ayu Mas Sumatri, mengingatkan pentingnya menjaga pikiran yang bersih dan suci. Terlebih karya Panca Balikrama dilandasi semangat satyam, siwam, dan sundaram. “Artinya, menjunjung tinggi kebenaran, kesucian, dan keindahan,” katanya. *k16
Komentar