nusabali

Wajah Dihias Seram, Simbolik Halau Kekuatan Jahat

  • www.nusabali.com-wajah-dihias-seram-simbolik-halau-kekuatan-jahat

Tradisi ritual Ngerebeg digelar serangkaian karya pujawali di Pura Duur Bingin, Desa Pakraman Tegallalang, Kecamatan Tegallalang, Gianyar pada Buda Kliwon Pahang, Rabu (16/5). 

Ratusan ABG Ngayah Ritual Ngerebeg di Desa Pakraman Tegallalang 

GIANYAR, NusaBali
Ritual ini melibatkan ratusan orang dari 7 banjar adat, yang hampir semuanya menghias wajah mereka dengan aneka motif menyeramkan saat prosesi arak-arakan keliling desa.

Mereka yang ikut ritual Ngerebeg ini mulai kalangan anak-anak yang belum sekolah, anak baru gede (ABG), hingga teruna (pemuda). Dengan dandanan menyeramkan, ratusan peserta Ngerebeg yang didonomasi ABG lanang (laki-laki) ini berjalan kaki keliling desa sejauh 6 kilometer, sambil membawa pelbagai hiasan dari pelepah busung (janur) dan pelepah daun jaka (aren), juga lelontek, kober (bendera sakral), dan penjor. Bahkan, adda pula penjor yang terbuat dari batang pohon salak ikut diarak.

Prosesi ritual Ngerebeg, yang bermakna membersihkan pikiran dalam bhuwana alit (tubuh manusia) dan bhuwana agung (alam semesta) secara niskala, Rabu kemarin, diawali dengan upacara pecaruan di Pura Duur Bingin. Setelah pecaruan, dilanjut menghaturkan paica alit yakni krama nunas ajengan berupa nasi berisi lawar yang langsung dinikmati bersama di halaman Pura Duur Bingin. 

Setelah itu, krama lanjutkan ritual Ngamedalang Ida Sasuhunan Pura Duur Bingin. Barulah kemudian peserta Ngerebeg yang didominasi ABG lanang melakukan ritual jalan kaki keliling desa dengan payas aeng (hiasan tubuh menyeramkan). Pada saat bersamaan, kalangan krama dewasa menghaturkan sesaji di setiap pura dan setra (kuburan) yang dilewati dalam prosesi Ngerebeg. Setelah keliling desa dengan melewati setiap pura dan setra, perjalanan ratusan peserta Ngerebeg kembali ke areal Pura Duur Bingin.

Saat digelarnya prosesi ritual Ngerebeg, seluruh krama dari 7 banjar adat di Desa Pakraman Tegallalang, ikut terlibat, yakni Banjar Gagah, Banjar Pejeng Aji, Banjar Tegallalang, Banjar Tegal, Banjar Tengah, Banjar Penusuan, dan Banjar Tri Wangsa. Krama dewasa terlibat menghaturkan sesaji, sementara karma alit (anak-anak) melakukan arak-arakan dengan hiasan tubuh menyeramkan.

Menurut Bendesa Pakraman Tegallalang, I Made Jaya Kusuma, ritual Ngerebeg ini merupakan tradisi yang diwarisi secara turun temurun dan selalu dilaksanakan sehari menjelang puncak karya piodalan di Pura Duur Bingin yang jatuh 6 bulan sekali (210 hari sistem penanggalan Bali) pada Wraspati Umanis Pahang. “Ritual Ngerebeg selalu dilaksanakan pas saat rahina Pegat Uakan pada Buda Kliwon Pahang,” jelas Bendesa Jaya Kusuma, Rabu kemarin.

Dari zaman ke zaman, hiasan tubuh para peserta ritual Ngerebeg yang didominasi ABG tetap sama, yakni motif menyeramkan. Kalangan anak-anak dan ABG dengan hisasan tubuh menyeramkan dilibatkan dalam prosesi ritual Ngerebeg ini, karena mereka diyakini dapat ngayah menghalau kekuatan jahat (bhutakala). Agar bhutakala tidak mengganggu prosesi upacara, maka harus diberi kesempatan untuk melampiaskan keinginannya melalui ritual Ngerebeg ini.

Ritual Ngerebeg sehari jelang puncak karya pujawali di Pura Duur Bingin ini juga dipercaya sebagai upaya untuk menetralkan sifat negatif manusia yang disebut Sad Ripu (enam musuh dalam diri). Enam jenis musuh dalam diri manusia yang harus dinetralkan itu terwakili dalam kreasi hiasan wajah menyeramkan para peserta ritual Ngerebeg. Nah, hiasan bermotif menyeramkan pada tubuh peserta ritual Ngerebeg itu sendiri sebagai simbol sifat buruk manusia.

Ada pun enam musuh dalam diri manusia yang disebut Sad Ripu itu terdiri dari pertama, Kama (hawa nafsu yang tidak terkendali), yang diekspresikan dengan gadis hamil. Kedua, Loba (rakus) yang digambarkan dengan selalu ingin memiliki lebih dari haknya). Ketiga, Kroda (pemarah) yang diekspresikan dengan wajah yang babak belur sebagai akibat orang yang suka terlibat perkelahian). 

Keempat, Moha (bingung), yang digambarkan dengan perwajahan mirip orang meninggal lantaran bunuh diri). Kelima, Mada (mabuk) yang digambarkan dengan tampilan wajah buruk akibat suka mabuk-mabukan dan suka mengkonsumsi narkoba. Keenam, Matsarya (iri hati), yang disimbolkan pada perwajahan seorang penjahat dengan pakaian berdasi. 

Sementara itu, pamangku Pura Duur Bingin, Desa Pakraman Tegallalang, I Gusti Nyoman Raka, menjelaskan prosesi ritual Ngerebeg telah dilaksankan secara turun temurun. Tidak ada catatan pasti, sejak kapan ritual ini mulai dilaksanakan. Pihaknya mewarisi tradisi ini dari para leluhur. “Tujuan ritual Ngerebeg ini adalah mengembalikan para wong samar (makhluk halus) ke asalnya. Kurang lebih sama-lah seperti ritual Pangrupukan Nyapi Tahun Baru Saka,” jelas IGN Raka. 

Menurut IGN Raka, Pura Duur Bingin diempon oleh lima banjar adat di Desa Pakraman Tegallalang, yakni Banjar Tegal, Banjar Tri Wangsa, Banjar Tegallalang, Banjar Tengah, dan Banjar Panyusuan. Setiap banjar secara bergatian mempersiapkan dan melaksanakan piodalan Pura Duur Bingin setiap 6 bulan. “Tapi, seluruh krama pangempon tetap ikut ngayah untuk mempersiapkan segala sarana upacara piodalan,” katanya. 7 cr62

Komentar