Nelayan Keluhkan Beton Menjorok ke Laut
Selain masalah abrasi yang mengganggu aktivitas nelayan di Pantai Sawangan, Kelurahan Benoa, Kecamatan Kuta Selatan, Badung, mereka juga mengeluhkan pembangunan beton oleh investor yang menjorok ke laut.
MANGUPURA, NusaBali
Menurut para nelayan posisi beton itu melewati batas lahan sebenarnya. Kelompok nelayan merasa dirugikan karena lokasi itu sebelumnya salah satu sumber pemasukan. Salah seorang anggota kelompok nelayan Sawangan saat ditemui di lokasi, Kamis (12/7) mengatakan pemasangan beton ini membuat sebagian wilayah pantai hilang. Dia mengaku biasanya tempat itu disewa untuk kegiatan wisatawan seperti pre wedding. Kini tidak bisa dilakukan lagi.
"Sejak diuruk hampir tidak ada wisatawan yang menyewa tempat ini. Biasanya acara wedding wisatawan itu bisa menyewa sebesar Rp1 juta perhari untuk nelayan. Ini kan pemasukan lumayan bagi kami anggota nelayan. Apalagi saat ini kami tidak bisa melaut," ujarnya.
Dia mengaku pembangunan beton yang menjorok ke laut sudah dilakukan sejak 2015. Sebelum dilakukan pengerjaan sudah dilakukan pengukuran bersama. Saat itu dirinya juga ikut terlibat karena saat ini menjadi wakil di banjar. "Saya tahu persis patok-patoknya. Pada tembok beton ini dulunya adalah wilayah pantai yang dipenuhi pasir putih. Saat itu pemilik lahannya adalah PT Kedaung Grup namun kini sudah dijual," ungkapnya.
Sementara Kepala Lingkungan Sawangan, Wayan Jabut berharap agar hal ini bisa diperhatikan oleh pemerintah. Merespon keluhan masyarakat, kata Jabut, pemilik sempat memberikan klarifikasi atas pemasangan beton tersebut sebagai pengaman pantai, termasuk pengaman pasir. "Rencananya dulu itu tidak akan dibangun tembok tinggi tapi pembatas saja. Tapi kami harap pemerintah bisa turun untuk memastikan ini," tukasnya. *p
Menurut para nelayan posisi beton itu melewati batas lahan sebenarnya. Kelompok nelayan merasa dirugikan karena lokasi itu sebelumnya salah satu sumber pemasukan. Salah seorang anggota kelompok nelayan Sawangan saat ditemui di lokasi, Kamis (12/7) mengatakan pemasangan beton ini membuat sebagian wilayah pantai hilang. Dia mengaku biasanya tempat itu disewa untuk kegiatan wisatawan seperti pre wedding. Kini tidak bisa dilakukan lagi.
"Sejak diuruk hampir tidak ada wisatawan yang menyewa tempat ini. Biasanya acara wedding wisatawan itu bisa menyewa sebesar Rp1 juta perhari untuk nelayan. Ini kan pemasukan lumayan bagi kami anggota nelayan. Apalagi saat ini kami tidak bisa melaut," ujarnya.
Dia mengaku pembangunan beton yang menjorok ke laut sudah dilakukan sejak 2015. Sebelum dilakukan pengerjaan sudah dilakukan pengukuran bersama. Saat itu dirinya juga ikut terlibat karena saat ini menjadi wakil di banjar. "Saya tahu persis patok-patoknya. Pada tembok beton ini dulunya adalah wilayah pantai yang dipenuhi pasir putih. Saat itu pemilik lahannya adalah PT Kedaung Grup namun kini sudah dijual," ungkapnya.
Sementara Kepala Lingkungan Sawangan, Wayan Jabut berharap agar hal ini bisa diperhatikan oleh pemerintah. Merespon keluhan masyarakat, kata Jabut, pemilik sempat memberikan klarifikasi atas pemasangan beton tersebut sebagai pengaman pantai, termasuk pengaman pasir. "Rencananya dulu itu tidak akan dibangun tembok tinggi tapi pembatas saja. Tapi kami harap pemerintah bisa turun untuk memastikan ini," tukasnya. *p
1
Komentar