Kini Memimpin ‘Perang di Lapangan Hijau’
Luka Modric, Korban Perang saat Bocah
Moskow,NusaBali
Kamis, 12 Juli 2018 akan menjadi hari yang sangat bersejarah bagi kapten Kroasia Luka Modric yang membawa negaranya ke partai final Piala Dunia 2018, usai mengalahkan tim kuat Inggris di Stadion Luzhniki, Moskow.
Air mata Modric tak terbendung lagi saat wasit meniup peluit akhir di laga. Ia berlari memeluk seluruh rekannya dan merayakan kemenangan sukses ke partai final.
Ya, kini bocah pengungsi perang itu membawa Kroasia ke ‘medan perang yang lain’. Ya, perang di lapangan hijau pada Final Piala Dunia 2018. Modric ternyata memiliki ‘luka’ masa kecil yang menyedihkan. Ia menjadi korban perang Balkan, yang membuat ia dan keluarganya terusir dari desanya.
Bahkan 28 tahun lalu itu, saat berusia enam tahun, Modric kecil mengalami situasi sulit saat kakek kesayangannya, Luka Modric Sr. tewas ditembak kelompok milisi Serbia di Kroasia. Lalu dia dipaksa untuk hidup sebagai pengungsi perang di Kroasia pada 1991-1995.
Perang dimulai antara polisi Kroasia dan orang Serbia yang tinggal di Republik Sosialis Kroasia (yang menolak pemisahan Kroasia dari Yugoslavia) dan memproklamirkan Republik Serbia Krajina untuk meyakinkan statusnya.
Selama Perang Balkan pada 8 Desember 1991, kelompok milisi Serbia yang ganas menyerbu Modrici, desa kecil tempat Luka Modric tinggal di dekat pegunungan Velebit di Dalmatia utara. Kelompok itu kemudian menembaki orang-orang Kroasia yang tidak melarikan diri.
Salah satu dari mereka yang terperangkap dalam baku tembak adalah kakek dari Luka Modric, ia sedang menggembala ternaknya di jalan dan bertemu dengan sekelompok tentara Serbia yang menghabisinya dengan brutal bersama lima penduduk setempat.
Barak pengungsian tidak menyurutkan kecintaan Modric terhadap sepakbola. Ia mendaftarkan diri mengikuti sekolah sepak bola lokal di Zadar. Waktunya di masa-masa darurat perang di pengusian hanya diisi dengan bermain sepakbola.
Kini Mpdric menjadi pahlawan yang membawa Kroasia ke final Piala Dunia 2018. Sejauh ini, ia dinobatkan sebagai pemain terbaik (man of the match) sebanyak tiga kali, terbanyak diantara pemain lainnya.
Dua gol dan satu assist sudah ia persembahkan untuk negara yang dijuli Vatreni tersebut. Jumlah itu masih akan terus bertambah jika ia tampil superior di partai final. Setelah mengalahkan Inggris, gelandang Real Madrid itu bangga membungkam para jurnalis, pengamat, dan media Inggris yang meremehkan kekuatan timnas Kroasia.
Namun perjuangan bocah pengungsi perang itu belum usai. Prancis akan menjadi lawan selanjutnya di partai final Piala Dunia 2018, Minggu (15/7), pukul 23.00 WITA. Bravo Hvratska Vatreni !
Kamis, 12 Juli 2018 akan menjadi hari yang sangat bersejarah bagi kapten Kroasia Luka Modric yang membawa negaranya ke partai final Piala Dunia 2018, usai mengalahkan tim kuat Inggris di Stadion Luzhniki, Moskow.
Air mata Modric tak terbendung lagi saat wasit meniup peluit akhir di laga. Ia berlari memeluk seluruh rekannya dan merayakan kemenangan sukses ke partai final.
Ya, kini bocah pengungsi perang itu membawa Kroasia ke ‘medan perang yang lain’. Ya, perang di lapangan hijau pada Final Piala Dunia 2018. Modric ternyata memiliki ‘luka’ masa kecil yang menyedihkan. Ia menjadi korban perang Balkan, yang membuat ia dan keluarganya terusir dari desanya.
Bahkan 28 tahun lalu itu, saat berusia enam tahun, Modric kecil mengalami situasi sulit saat kakek kesayangannya, Luka Modric Sr. tewas ditembak kelompok milisi Serbia di Kroasia. Lalu dia dipaksa untuk hidup sebagai pengungsi perang di Kroasia pada 1991-1995.
Perang dimulai antara polisi Kroasia dan orang Serbia yang tinggal di Republik Sosialis Kroasia (yang menolak pemisahan Kroasia dari Yugoslavia) dan memproklamirkan Republik Serbia Krajina untuk meyakinkan statusnya.
Selama Perang Balkan pada 8 Desember 1991, kelompok milisi Serbia yang ganas menyerbu Modrici, desa kecil tempat Luka Modric tinggal di dekat pegunungan Velebit di Dalmatia utara. Kelompok itu kemudian menembaki orang-orang Kroasia yang tidak melarikan diri.
Salah satu dari mereka yang terperangkap dalam baku tembak adalah kakek dari Luka Modric, ia sedang menggembala ternaknya di jalan dan bertemu dengan sekelompok tentara Serbia yang menghabisinya dengan brutal bersama lima penduduk setempat.
Barak pengungsian tidak menyurutkan kecintaan Modric terhadap sepakbola. Ia mendaftarkan diri mengikuti sekolah sepak bola lokal di Zadar. Waktunya di masa-masa darurat perang di pengusian hanya diisi dengan bermain sepakbola.
Kini Mpdric menjadi pahlawan yang membawa Kroasia ke final Piala Dunia 2018. Sejauh ini, ia dinobatkan sebagai pemain terbaik (man of the match) sebanyak tiga kali, terbanyak diantara pemain lainnya.
Dua gol dan satu assist sudah ia persembahkan untuk negara yang dijuli Vatreni tersebut. Jumlah itu masih akan terus bertambah jika ia tampil superior di partai final. Setelah mengalahkan Inggris, gelandang Real Madrid itu bangga membungkam para jurnalis, pengamat, dan media Inggris yang meremehkan kekuatan timnas Kroasia.
Namun perjuangan bocah pengungsi perang itu belum usai. Prancis akan menjadi lawan selanjutnya di partai final Piala Dunia 2018, Minggu (15/7), pukul 23.00 WITA. Bravo Hvratska Vatreni !
1
Komentar