Massa Bantai 292 Buaya di Sorong
Pengelola penangkaran buaya mengalami kerugian Rp 450 juta
SORONG, NusaBali
Kurang lebih 400 warga membantai buaya-buaya di Sorong. Mereka tidak hanya melakukan pembantaian dan perusakan, tetapi juga dilaporkan menjarah anak-anak buaya di penangkaran. Pembantaian itu dilakukan karena seorang warga tewas dimakan buaya, atas nama Sugito, saat sedang mencari rumput di sekitar kolam buaya, pada Jumat (13/7) kemarin.
Pembantaian buaya itu terjadi di Jalan Bandara, Kelurahan Klamalu, Distrik Mariat, pada Sabtu (14/7) pukul 10.30 WIB kemarin, usai pemakaman warga yang dimangsa buaya itu. "Pada saat olah TKP, terdapat 292 ekor buaya mati dibunuh massa, yaitu sepasang indukan dan 290 ekor berukuran 8 sampai dengan 12. Pada saat pembantaian buaya, sebagian besar masyarakat melakukan penjarahan anakan buaya berukuran di bawah 4," ujar Kepala Balai Besar Konservasi dan Sumber Daya Alam (BBKSDA) Papua Barat Basar Manulang, Minggu (15/7).
Peristiwa tersebut dilaporkan Basar kepada Dirjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem KLHK Wiratno dan jajaran eselon di bawahnya. "Untuk penyelesaian kasus ini, kami tetap berkoordinas intensif dgn Pemda Kabupaten Sorong, pihak kepolisian dan pihak terkait lainnya," ujar Basar seperti dilansir detik.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyesalkan peristiwa pembantaian 292 buaya di Sorong. Kementerian memastikan buaya-buaya itu milik pemerintah. "Semua milik pemerintah. Indukan bisa diambil dari penangkaran lain ataupun bisa mengambil dari alam ketika masih muda," ujar Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) Wiratno ketika, Minggu (15/7).
Wiratno mengatakan, seluruh satwa liar merupakan milik negara. Termasuk ratusan buaya yang ada di penangkaran tersebut."Semua satwa liar itu adalah milik kita," kata Wiratno. Untuk PT MLA yang mengelola penangkaran buaya itu, kata Wiratno merupakan perusahaan yang mendapatkan izin untuk pengelolaan penangkaran buaya.
"Itu yang punya izin penangkaran buaya. Semua buaya status hukumnya milik pemerintah. Misalkan orang utan itu milik pemerintah, walaupun sekarang ada di Taman Safari dan ada di mana-mana," ujar Wiratno. "Status hukum satwa liar itu milik pemerintah. Pihak perusahaan itu dapat izin dari pemerintah, dalam hal ini izin penangkaran pembesaran buaya," sambungnya.
Kantor CV Mitra Lestari Abadi (MLA) selaku pengelola penangkaran buaya mengaku mengalami kerugian cukup besar pasca pembantaian 292 buaya. "Kerugian materil sebesar kurang lebih Rp 450 juta," ujar Kabid Humas Polda Papua Barat AKBP Harry Supriyono dalam keterangannya, Minggu (15/7).
Harry mendapatkan laporan dari Polres Sorong. Dalam laporannya, Polres Sorong menyatakan para warga pada Sabtu (14/7) kemarin, warga mendatangi CV MLA dan kemudian melakukan perusakan. "Kemudian seluruh massa melakukan pemukulan, pemotongan terhadap buaya-buaya yang ada di lokasi penangkaran sehingga mengakibatkan 292 ekor buaya di penangkaran itu mati," ujar Harry. *
Kurang lebih 400 warga membantai buaya-buaya di Sorong. Mereka tidak hanya melakukan pembantaian dan perusakan, tetapi juga dilaporkan menjarah anak-anak buaya di penangkaran. Pembantaian itu dilakukan karena seorang warga tewas dimakan buaya, atas nama Sugito, saat sedang mencari rumput di sekitar kolam buaya, pada Jumat (13/7) kemarin.
Pembantaian buaya itu terjadi di Jalan Bandara, Kelurahan Klamalu, Distrik Mariat, pada Sabtu (14/7) pukul 10.30 WIB kemarin, usai pemakaman warga yang dimangsa buaya itu. "Pada saat olah TKP, terdapat 292 ekor buaya mati dibunuh massa, yaitu sepasang indukan dan 290 ekor berukuran 8 sampai dengan 12. Pada saat pembantaian buaya, sebagian besar masyarakat melakukan penjarahan anakan buaya berukuran di bawah 4," ujar Kepala Balai Besar Konservasi dan Sumber Daya Alam (BBKSDA) Papua Barat Basar Manulang, Minggu (15/7).
Peristiwa tersebut dilaporkan Basar kepada Dirjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem KLHK Wiratno dan jajaran eselon di bawahnya. "Untuk penyelesaian kasus ini, kami tetap berkoordinas intensif dgn Pemda Kabupaten Sorong, pihak kepolisian dan pihak terkait lainnya," ujar Basar seperti dilansir detik.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyesalkan peristiwa pembantaian 292 buaya di Sorong. Kementerian memastikan buaya-buaya itu milik pemerintah. "Semua milik pemerintah. Indukan bisa diambil dari penangkaran lain ataupun bisa mengambil dari alam ketika masih muda," ujar Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) Wiratno ketika, Minggu (15/7).
Wiratno mengatakan, seluruh satwa liar merupakan milik negara. Termasuk ratusan buaya yang ada di penangkaran tersebut."Semua satwa liar itu adalah milik kita," kata Wiratno. Untuk PT MLA yang mengelola penangkaran buaya itu, kata Wiratno merupakan perusahaan yang mendapatkan izin untuk pengelolaan penangkaran buaya.
"Itu yang punya izin penangkaran buaya. Semua buaya status hukumnya milik pemerintah. Misalkan orang utan itu milik pemerintah, walaupun sekarang ada di Taman Safari dan ada di mana-mana," ujar Wiratno. "Status hukum satwa liar itu milik pemerintah. Pihak perusahaan itu dapat izin dari pemerintah, dalam hal ini izin penangkaran pembesaran buaya," sambungnya.
Kantor CV Mitra Lestari Abadi (MLA) selaku pengelola penangkaran buaya mengaku mengalami kerugian cukup besar pasca pembantaian 292 buaya. "Kerugian materil sebesar kurang lebih Rp 450 juta," ujar Kabid Humas Polda Papua Barat AKBP Harry Supriyono dalam keterangannya, Minggu (15/7).
Harry mendapatkan laporan dari Polres Sorong. Dalam laporannya, Polres Sorong menyatakan para warga pada Sabtu (14/7) kemarin, warga mendatangi CV MLA dan kemudian melakukan perusakan. "Kemudian seluruh massa melakukan pemukulan, pemotongan terhadap buaya-buaya yang ada di lokasi penangkaran sehingga mengakibatkan 292 ekor buaya di penangkaran itu mati," ujar Harry. *
1
Komentar