Produk Gemitir Terdampak Gunung Agung
Erupsi Gunung Agung yang terjadi sejak beberapa waktu lalu berimbas pada produk hortikultura. Salah satunya produk bunga gemitir.
DENPASAR, NusaBali
Produksi gemitir menurun, karena budidaya gemitir kawasan-kawasan produksi gemitir di kawasan sekitar Gunung Agung, di antaranya di Desa Besakih terpapar abu vulkanik Gunung Agung. Namun demikian kebutuhan bunga gemitir masih bisa terpenuhi.
Agus Ervani, pelaku agribisnis khusus gemitir mengatakan hal itu. “Memang erupsi Gunung Agung berdampak,” ujar pengusaha asal Banjar Mayungan, Baturiti, Tabanan, Senin (16/7). Karena ‘kelangkaan’ tersebut bunga gemitir sempat mencapai harga Rp 40.000 per kilo, sebelumnya menurun di kisaran Rp 20.000 per kilo, pada Senin (16/7) kemarin.
“Harga gemitir memang kerap fluktuatif,” jelasnya. Selain faktor erupsi Gunung Agung, suhu dingin yang relatif ‘ekstrim’ belakangan juga mempengaruhi produksi bunga. Namun demikian, kebutuhan gemitir di Bali, masih mampu terpenuhi. Karena kebetulan juga musim hari raya, sudah lewat.
Kebutuhan gemitir di Bali, antara 30-40 ton per hari. Kebutuhan tersebut, baik untuk kepentingan upacara adat dan keagamaan, kepentingan pariwisata, yakni pasokan ke hotel, restoran dan sub sektor wisata lainnya. “Sedang jika musim hari raya, kebutuhan meningkat drastis,” ungkap Agus Evrani.
Ketua Asosiasi Pengusaha Hortikultura (Aspehorti) Bali I Wayan Sugiarta, membenarkan menurunnya produksi produk hortikultura, termasuk gemitir karena terimbas erupsi dan cuaca dingin. “Penurunan produksi sekitar 25 persen,” ujar Sugiarta. Contohnya jeruk. Karena terpapar abu, produksi jeruk terganggu. Demikian beberapa produk lainnya seperti sayuran, terpaksa dilakukan panen dini. “Kekurangan kita datangkan dari luar, dari Jawa,” jelas Sugiarta. Karena memang, selama ini untuk memasok kebutuhan produk hortikultura , Bali mendatangkan dari luar daerah, selain produk lokal. *k17
Produksi gemitir menurun, karena budidaya gemitir kawasan-kawasan produksi gemitir di kawasan sekitar Gunung Agung, di antaranya di Desa Besakih terpapar abu vulkanik Gunung Agung. Namun demikian kebutuhan bunga gemitir masih bisa terpenuhi.
Agus Ervani, pelaku agribisnis khusus gemitir mengatakan hal itu. “Memang erupsi Gunung Agung berdampak,” ujar pengusaha asal Banjar Mayungan, Baturiti, Tabanan, Senin (16/7). Karena ‘kelangkaan’ tersebut bunga gemitir sempat mencapai harga Rp 40.000 per kilo, sebelumnya menurun di kisaran Rp 20.000 per kilo, pada Senin (16/7) kemarin.
“Harga gemitir memang kerap fluktuatif,” jelasnya. Selain faktor erupsi Gunung Agung, suhu dingin yang relatif ‘ekstrim’ belakangan juga mempengaruhi produksi bunga. Namun demikian, kebutuhan gemitir di Bali, masih mampu terpenuhi. Karena kebetulan juga musim hari raya, sudah lewat.
Kebutuhan gemitir di Bali, antara 30-40 ton per hari. Kebutuhan tersebut, baik untuk kepentingan upacara adat dan keagamaan, kepentingan pariwisata, yakni pasokan ke hotel, restoran dan sub sektor wisata lainnya. “Sedang jika musim hari raya, kebutuhan meningkat drastis,” ungkap Agus Evrani.
Ketua Asosiasi Pengusaha Hortikultura (Aspehorti) Bali I Wayan Sugiarta, membenarkan menurunnya produksi produk hortikultura, termasuk gemitir karena terimbas erupsi dan cuaca dingin. “Penurunan produksi sekitar 25 persen,” ujar Sugiarta. Contohnya jeruk. Karena terpapar abu, produksi jeruk terganggu. Demikian beberapa produk lainnya seperti sayuran, terpaksa dilakukan panen dini. “Kekurangan kita datangkan dari luar, dari Jawa,” jelas Sugiarta. Karena memang, selama ini untuk memasok kebutuhan produk hortikultura , Bali mendatangkan dari luar daerah, selain produk lokal. *k17
Komentar