Dominasi Imigran Afrika di Skuat Prancis
Para pemain keturunan Afrika menjadi tulang punggung tim nasional Prancis pada Piala Dunia 2018 di Rusia.
PARIS, NusaBali
Dari 23 pemain di Rusia, 15 diantaranya keturunan Afrika. Bahkan beberapa pemain pun keturunan non Afrika. Namun pelatih timnas Prancis Didier Deschamps menyambut baik banyaknya pemain keturunan Afrika dalam skuatnya. Menurutnya, mereka semua orang Prancis dan bangga menjadi orang Prancis.
“Mereka punya asal, teman, dan kerabat dari negara Afrika. Jadi mereka pasti punya keterikatan dengan negara-negara itu," ujar Deschamps. Sedangkan Antoine Griezmann menyebutkan, walau berbeda-beda asal dan keturunan, tapi tetap satu. Griezmann pun senang dengan persatuan negaranya. Ia menyebutkan indahnya perbedaan dalam kesatuan.
Kemenangan itu juga menjadi obat kecewa mereka saat gagal pada Piala Eropa 2016 di kandang sendiri. Ya, pasukan Didier Deschamps itu kalah 0-1 dari Portugal di final. Skuat Prancis diisi banyak pemain dari berbagai latar belakang berbeda, termasuk ras. Tetapi, hal itu tidak jadi masalah bagi Griezmann. Malahan, rasa cintanya terhadap Les Blues semakin menguat karena adanya perbedaan.
"Itulah Prancis yang kami cintai. Asal-usul berbeda tapi kami semua bersatu. Dalam tim kami ada banyak pemain datang dari cakrawala yang berbeda, tapi kami punya satu pemikiran," ujar Griezmann, dikutip Goal. Dengan tim dari berbagai latar belakang imigran Afrika itu, Prancis jadi salah satu negara tersukses di dunia sepakbola, dengan dua gelar Piala Dunia 1998 dan 2018. Hal itu terjadi setelah Les Bleus membuka pintu untuk imigran dari Afrika maupun Asia.
Hal itu tak lepas karena Les Blues mengalami krisis di dunia olahraga (sepakbola) pada 1960 hingga 1974. Mereka gagal menembus Piala Dunia dan Piala Eropa. Akhirnya Federasi Sepak Bola Prancis (FFF) membuat banyak akademi sepakbola pada 1972. Institut National du Football menjadi akademi pertama di Prancis.
Di dalam akademinya, Prancis dengan tangan terbuka mengajarkan anak-anak imigran dari bekas negara jajahan Prancis, seperti Aljazair, Maroko, Tunisia, Senegal, Kamerun, Kongo.
Singkat cerita, generasi kedua dan ketiga para imigran membantu Prancis menjadi raksasa sepak bola Eropa, bahkan dunia. Salah satunya adalah Zinedine Zidane, pemain kelahiran Marseille keturunan Aljazair. *
Dari 23 pemain di Rusia, 15 diantaranya keturunan Afrika. Bahkan beberapa pemain pun keturunan non Afrika. Namun pelatih timnas Prancis Didier Deschamps menyambut baik banyaknya pemain keturunan Afrika dalam skuatnya. Menurutnya, mereka semua orang Prancis dan bangga menjadi orang Prancis.
“Mereka punya asal, teman, dan kerabat dari negara Afrika. Jadi mereka pasti punya keterikatan dengan negara-negara itu," ujar Deschamps. Sedangkan Antoine Griezmann menyebutkan, walau berbeda-beda asal dan keturunan, tapi tetap satu. Griezmann pun senang dengan persatuan negaranya. Ia menyebutkan indahnya perbedaan dalam kesatuan.
Kemenangan itu juga menjadi obat kecewa mereka saat gagal pada Piala Eropa 2016 di kandang sendiri. Ya, pasukan Didier Deschamps itu kalah 0-1 dari Portugal di final. Skuat Prancis diisi banyak pemain dari berbagai latar belakang berbeda, termasuk ras. Tetapi, hal itu tidak jadi masalah bagi Griezmann. Malahan, rasa cintanya terhadap Les Blues semakin menguat karena adanya perbedaan.
"Itulah Prancis yang kami cintai. Asal-usul berbeda tapi kami semua bersatu. Dalam tim kami ada banyak pemain datang dari cakrawala yang berbeda, tapi kami punya satu pemikiran," ujar Griezmann, dikutip Goal. Dengan tim dari berbagai latar belakang imigran Afrika itu, Prancis jadi salah satu negara tersukses di dunia sepakbola, dengan dua gelar Piala Dunia 1998 dan 2018. Hal itu terjadi setelah Les Bleus membuka pintu untuk imigran dari Afrika maupun Asia.
Hal itu tak lepas karena Les Blues mengalami krisis di dunia olahraga (sepakbola) pada 1960 hingga 1974. Mereka gagal menembus Piala Dunia dan Piala Eropa. Akhirnya Federasi Sepak Bola Prancis (FFF) membuat banyak akademi sepakbola pada 1972. Institut National du Football menjadi akademi pertama di Prancis.
Di dalam akademinya, Prancis dengan tangan terbuka mengajarkan anak-anak imigran dari bekas negara jajahan Prancis, seperti Aljazair, Maroko, Tunisia, Senegal, Kamerun, Kongo.
Singkat cerita, generasi kedua dan ketiga para imigran membantu Prancis menjadi raksasa sepak bola Eropa, bahkan dunia. Salah satunya adalah Zinedine Zidane, pemain kelahiran Marseille keturunan Aljazair. *
1
Komentar