Terakhir Sempat Pinjam Uang Kepada Kepala Sekolah
Sidang Lanjutan Ibu Pembunuh 3 Anak Kandung
GIANYAR, NusaBali
Sidang kasus ibu pembunuh 3 anak kandungnya, Ni Luh Putu Septyan Parmadani masuk agenda pemeriksaan saksi, Selasa (17/7) di ruang sidang Tirta Pengadilan Negeri Gianyar. Dalam sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Ida Ayu Sri Adriyanti Astuti Widja, didampingi hakim anggota Wawan Edi Prastyo dan Khalid Soroinda, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Echo Aryanto Pasodung menghadirkan 2 saksi, yakni Kepala SDN 4 Sulangai, Petang, Badung I Wayan Gelgel, 58, dan teman workshop terdakwa Ni Made Kencana Putri.
Sidang berlangsung hampir satu jam, mulai pukul 13.51 Wita hingga 15.01 Wita. Dari keterangan 2 saksi ini terungkap bahwa terdakwa Septyan kerap meminjam uang. Meski berstatus PNS, terdakwa tidak sepenuhnya menikmati gajinya yang sebesar Rp 2.400.000 per bulan. Hanya tersisa Rp 400.000 yang dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari termasuk membelikan anak-anaknya susu. Sementara suaminya, Putu Moh Diana tidak pernah memberikan nafkah.
Dalam kesaksiannya, Kepala SDN 4 Sulangai I Wayan Gelgel mengatakan terdakwa Septyan sempat sekali meminjam uang Rp 50 ribu. Sedangkan ada saksi Ni Made Kencana yang hanya seorang guru honorer di SDN 1 Sulangai, terdakwa meminjam secara bertahap hingga total meminjam Rp 1.500.000. Tak hanya itu, beberapa hari sebelum kejadian terdakwa sempat sekitar 4 kali memboyong 3 anaknya ikut mengajar di SDN 4 Sulangai. Namun, kedua saksi mengaku tidak mengetahui persis masalah yang dihadapi oleh terdakwa Septyan.
Kedua saksi diperiksa secara bergiliran, diawali Kasek I Wayan Gelgel. Menjawab pertanyaan majelis hakim, Wayan Gelgel menerangkan terakhir kali berjumpa terdakwa pada Sabtu 17 Februari 2018 di ruangannya. Ketika itu, terdakwa masuk ruangan Kasek bermaksud meminjam uang. "Pak silih pis seket malu (pinjam uang 50 dulu) pak," ujar Wayan Gelgel menirukan permintaan terdakwa pada waktu itu.
Saksi Wayan Gelgel pun memberikan pinjaman. "Saya buka dompet, tidak ada uang Rp 50 ribuan. Saya kasi Rp 100 ribuan. Bawa saja sisanya," ujar Gelgel. "Apa katanya?," tanya Majelis Hakim Wawan Prasetyo. Menurut Wayan Gelgel, uang sejumlah Rp 50 ribu ini akan dipergunakan untuk beli minyak. "Katanya untuk beli minyak, tumben pada waktu itu saja dia minjam uang," jelasnya.
Selebihnya, terdakwa Septyan tidak ada berkeluh kesah terkait kehidupan rumah tangganya kepada saksi Wayan Gelgel. Dijelaskan, terdakwa Septyan tercatat mulai menjadi wali kelas I SDN 4 Sulangai tahun 2015 setelah pindah dari SDN 1 Batubulan, Gianyar. Selama bertugas, terdakwa Septyan dikenal disiplin.
Hanya saja, terdakwa Septyan cukup sering mengajak ke sekolah anak keduanya, almarhum I Made Mas Laksmana Putra,4. Lalu beberapa hari sebelum kejadian, terdakwa sempat sekitar 4 kali memboyong ketiga anaknya ke sekolah. "Pas dia ngajar, ada pegawai TU yang ngajak anak-anaknya. Lalu jam istirahat, Putu (terdakwa, red) saya lihat menyuapi anak-anaknya makan siang. Tidak ada kasar. Saya lihat sendiri. Putu sayang dengan anak-anaknya," jelasnya.
Ketiga anak terdakwa, belum ada yang sekolah. Anak sulungnya, Ni Putu Diana Mas Pradnya Dewi,6, rencananya baru akan didaftarkan masuk kelas I di SDN 4 Sulangai. Terdakwa Septyan, ketika ditanya tanggapan terhadap jawaban saksi I Wayan Gelgel mengaku sepenuhnya benar. "Ya sudah benar," ujar Septyan yang duduk berjejer bersama penasehat hukumnya.
Selanjutnya saksi kedua, Ni Made Kencana mengatakan mengenal terdakwa Septyan sejak remaja waktu sama-sama belum menikah. Selanjutnya, mereka kembali bertemu saat mengikuti workshop guru pembelajaran di Hotel Mahajaya Denpasar sekitar tahun 2017. "Kita beda kamar tapi pas mengerjakan tugas sempat bareng-bareng. Saat itu saya ingat dia sempat bilang 'Yen yang mati, kal ajak yang panak-panak e mbok dek'," ujar saksi Made Kencana.
Namun perkataan itu diucapkan secara tiba-tiba tanpa sebab. Made Kencana pun mengaku jika ia sempat memberi nasehat. "Saya kira dia guyon, saya bilang ah santai saja bu. Semua orang punya masalah, saya nasehati dia, bahwa saya juga punya masalah. Lalu dia diam, sambil melanjutkan membuat tugas," terangnya. Setelah pertemuan itu, terdakwa pun masih tetap berkomunikasi.
Terdakwa pun sempat beberapa kali meminjam uang pada Made Kencana yang hanya seorang guru honorer hingga total utang Rp 1.500.000. "Ndak sekaligus, setelah ditotal ada Rp 1,5 juta. Katanya untuk beli susu anak. Saya kasihan makanya kasih," jelasnya. *nvi
Sidang kasus ibu pembunuh 3 anak kandungnya, Ni Luh Putu Septyan Parmadani masuk agenda pemeriksaan saksi, Selasa (17/7) di ruang sidang Tirta Pengadilan Negeri Gianyar. Dalam sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Ida Ayu Sri Adriyanti Astuti Widja, didampingi hakim anggota Wawan Edi Prastyo dan Khalid Soroinda, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Echo Aryanto Pasodung menghadirkan 2 saksi, yakni Kepala SDN 4 Sulangai, Petang, Badung I Wayan Gelgel, 58, dan teman workshop terdakwa Ni Made Kencana Putri.
Sidang berlangsung hampir satu jam, mulai pukul 13.51 Wita hingga 15.01 Wita. Dari keterangan 2 saksi ini terungkap bahwa terdakwa Septyan kerap meminjam uang. Meski berstatus PNS, terdakwa tidak sepenuhnya menikmati gajinya yang sebesar Rp 2.400.000 per bulan. Hanya tersisa Rp 400.000 yang dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari termasuk membelikan anak-anaknya susu. Sementara suaminya, Putu Moh Diana tidak pernah memberikan nafkah.
Dalam kesaksiannya, Kepala SDN 4 Sulangai I Wayan Gelgel mengatakan terdakwa Septyan sempat sekali meminjam uang Rp 50 ribu. Sedangkan ada saksi Ni Made Kencana yang hanya seorang guru honorer di SDN 1 Sulangai, terdakwa meminjam secara bertahap hingga total meminjam Rp 1.500.000. Tak hanya itu, beberapa hari sebelum kejadian terdakwa sempat sekitar 4 kali memboyong 3 anaknya ikut mengajar di SDN 4 Sulangai. Namun, kedua saksi mengaku tidak mengetahui persis masalah yang dihadapi oleh terdakwa Septyan.
Kedua saksi diperiksa secara bergiliran, diawali Kasek I Wayan Gelgel. Menjawab pertanyaan majelis hakim, Wayan Gelgel menerangkan terakhir kali berjumpa terdakwa pada Sabtu 17 Februari 2018 di ruangannya. Ketika itu, terdakwa masuk ruangan Kasek bermaksud meminjam uang. "Pak silih pis seket malu (pinjam uang 50 dulu) pak," ujar Wayan Gelgel menirukan permintaan terdakwa pada waktu itu.
Saksi Wayan Gelgel pun memberikan pinjaman. "Saya buka dompet, tidak ada uang Rp 50 ribuan. Saya kasi Rp 100 ribuan. Bawa saja sisanya," ujar Gelgel. "Apa katanya?," tanya Majelis Hakim Wawan Prasetyo. Menurut Wayan Gelgel, uang sejumlah Rp 50 ribu ini akan dipergunakan untuk beli minyak. "Katanya untuk beli minyak, tumben pada waktu itu saja dia minjam uang," jelasnya.
Selebihnya, terdakwa Septyan tidak ada berkeluh kesah terkait kehidupan rumah tangganya kepada saksi Wayan Gelgel. Dijelaskan, terdakwa Septyan tercatat mulai menjadi wali kelas I SDN 4 Sulangai tahun 2015 setelah pindah dari SDN 1 Batubulan, Gianyar. Selama bertugas, terdakwa Septyan dikenal disiplin.
Hanya saja, terdakwa Septyan cukup sering mengajak ke sekolah anak keduanya, almarhum I Made Mas Laksmana Putra,4. Lalu beberapa hari sebelum kejadian, terdakwa sempat sekitar 4 kali memboyong ketiga anaknya ke sekolah. "Pas dia ngajar, ada pegawai TU yang ngajak anak-anaknya. Lalu jam istirahat, Putu (terdakwa, red) saya lihat menyuapi anak-anaknya makan siang. Tidak ada kasar. Saya lihat sendiri. Putu sayang dengan anak-anaknya," jelasnya.
Ketiga anak terdakwa, belum ada yang sekolah. Anak sulungnya, Ni Putu Diana Mas Pradnya Dewi,6, rencananya baru akan didaftarkan masuk kelas I di SDN 4 Sulangai. Terdakwa Septyan, ketika ditanya tanggapan terhadap jawaban saksi I Wayan Gelgel mengaku sepenuhnya benar. "Ya sudah benar," ujar Septyan yang duduk berjejer bersama penasehat hukumnya.
Selanjutnya saksi kedua, Ni Made Kencana mengatakan mengenal terdakwa Septyan sejak remaja waktu sama-sama belum menikah. Selanjutnya, mereka kembali bertemu saat mengikuti workshop guru pembelajaran di Hotel Mahajaya Denpasar sekitar tahun 2017. "Kita beda kamar tapi pas mengerjakan tugas sempat bareng-bareng. Saat itu saya ingat dia sempat bilang 'Yen yang mati, kal ajak yang panak-panak e mbok dek'," ujar saksi Made Kencana.
Namun perkataan itu diucapkan secara tiba-tiba tanpa sebab. Made Kencana pun mengaku jika ia sempat memberi nasehat. "Saya kira dia guyon, saya bilang ah santai saja bu. Semua orang punya masalah, saya nasehati dia, bahwa saya juga punya masalah. Lalu dia diam, sambil melanjutkan membuat tugas," terangnya. Setelah pertemuan itu, terdakwa pun masih tetap berkomunikasi.
Terdakwa pun sempat beberapa kali meminjam uang pada Made Kencana yang hanya seorang guru honorer hingga total utang Rp 1.500.000. "Ndak sekaligus, setelah ditotal ada Rp 1,5 juta. Katanya untuk beli susu anak. Saya kasihan makanya kasih," jelasnya. *nvi
1
Komentar