Petani Dilatih Produksi Obat Praktis
Jamur Akar Putih (JAP) terus menjangkiti taman cengkih sejak tahun 2011 hingga saat ini.
Ratusan Hektare Cengkih Terserang Jamur
SINGARAJA, NusaBali
Pemberantasan JAP terus diupayakan oleh pemerintah dan petani cengkih, namun 500 hektare cengkih masih terjangkit JAP. Enam subak abian di Kecamatan Busungbiu dan Banjar, Buleleng, tahun ini, dilibatkan untuk mengikuti pelatihan produksi obat penangkal JAP berteknologi praktis.
Puluhan perwakilan petani dari Subak Abian Buana Sari Desa Sepang Kelod, Buana Sari Desa Busungbiu, Buana Amerta Desa Pelapuan, Puncak Manik Merta, Desa Sepang, di Kecamatan Busungbiu dan Subak Abian Wana Sari, Desa Sidatapa, dan Swadarma Karya, Desa Gobleg, Kecamatan Banjar Buleleng, mengikuti pelatih itu, Selasa (17/7). Mereka dilatih langsung oleh Dosen Universitas Jendral Sudirman Malang Prof Ir Loekas Soesanto, penemu obat JAP, Metabolit Sekunder.
Kepala UPT Laboratorium Perlindungan Tanaman Perkebunan, Dinas Ketahanan Pangan Hortikultura dan Perkebunan Provinsi Bali Ir Anang Priyono, didampingi Ketua Panitia Ir I I Wayan Sugiarta, mengatakan serangan JAP di tanaman cengkih memang terus ada. Bahkan sejak tahun 2011 lalu 1.000 hektare lahan cengkih terserang JAP. Terparah pada tahun 2014.
Pihaknya terus mengupayakan langkah pencegahan dan penanggulangan melalui program pengendalian hama terpadu, setiap tahunnya. Hingga data terakhir sisa tamanan cengkih yang terjangkit JAP 500 hektare tersebar di Bali. “Upaya pengendaliannya, selain menghentikan penjualan daun cengkih kering juga menggunakan pupuk organik dan jamur trichoderma, sehingga dapat menekan. Tahun ini dikembangkan lagi Metabolit Sekunder berbentuk cairan yang lebih ampuh mengobati JAP,” kata dia.
Dengan serangan JAP dan juga faktor anomali cuaca di Bali membuat produksi cengkih di Bali menurun sejak tahun 2016. Seperti terjadi di Buleleng sebagai sentra penghasil cengkih di Bali. Dari 7.742 hektare lahan cengkih yang tersebar di delapan kecamatan pada tahun 2016 produktifitasnya 8.510 ton, sedangkan tahun ini hanya 4.907 ton.
Perbaikan tamanam cengkih dengan trichoderma dan pupuk organik secara berkesinambungan pun sudah dapat dirasakan perubahannya oleh petani cengkih. Apalagi menggunakan metabolit sekunder yang berbentuk cair yang lebih ampuh menjangkau seluruh bagian tanaman cengkih yang terserang JAP. Seperti diakui Kelian Subak Abian Swadarma Karya, Desa Gobleg, I Made Ardika. Mereka yang sudah mendapatkan pelatihan dan pengaplikasian metabolit sekunder sejak dua bulan lalu mengaku sudah merasakan perubahan membaik pada tanaman cengkihnya. Pohon cengkih yang sakit kini mulai tumbuh pucuk baru. Pihaknya pun mengatakan selama ini petani kesulitan dalam mendeteksi JAP. “Kadang pohon cengkih masih hijau, setelah diamati ternyata terserang JAP, selama ini kami tahu kalau sudah meranggas dan sudah parah,” kata dia. Hanya saja masalah itu pun disebutnya sudah teratasi dengan teknologi praktis metabolit sekunder. Petani hanya perlu memberikan infuse pada tanaman cengkihnya yang terserang JAP, untuk penyembuhan.
Prof Loekas sebagai penemu metabolit sekunder, mengatakan teknologi praktis miliknya itu merupakan penyempurnaan dari trichoderma yang berbentuk padat. Jika teknologi sebelumnya masih terbatas geografis dan jangkauan penyembutan hanya di bagian batang saja. Metabolit sekunder dapat mengobati lebih cepat langsung menyasar bagian yang terserang melalui sel tanaman. “Karena bentuknya cair, gampang diserap dan diaplikasikan, bahkan untuk cengkih yang sudah mengalami layu pucuk dan kering, sepanjang masih tersisa daun atau tangkai yang hidup,” kata dia.
Metabolit sekunder temuannya itu pun dinilai sangat terjangkau, praktis dan dapat dibuat sendiri oleh petani. Menggunakan bahan yang mudah didapat, seperti gula pasir, pemutih pakaian dan beberapa alat sederhana meliputi jirigen, selang air dan puntung rokok. Hanya saja kendalanya selama ini petani masih malas untuk membuat sendiri dan masih mengandalkan produksi perusahaan.*k23
SINGARAJA, NusaBali
Pemberantasan JAP terus diupayakan oleh pemerintah dan petani cengkih, namun 500 hektare cengkih masih terjangkit JAP. Enam subak abian di Kecamatan Busungbiu dan Banjar, Buleleng, tahun ini, dilibatkan untuk mengikuti pelatihan produksi obat penangkal JAP berteknologi praktis.
Puluhan perwakilan petani dari Subak Abian Buana Sari Desa Sepang Kelod, Buana Sari Desa Busungbiu, Buana Amerta Desa Pelapuan, Puncak Manik Merta, Desa Sepang, di Kecamatan Busungbiu dan Subak Abian Wana Sari, Desa Sidatapa, dan Swadarma Karya, Desa Gobleg, Kecamatan Banjar Buleleng, mengikuti pelatih itu, Selasa (17/7). Mereka dilatih langsung oleh Dosen Universitas Jendral Sudirman Malang Prof Ir Loekas Soesanto, penemu obat JAP, Metabolit Sekunder.
Kepala UPT Laboratorium Perlindungan Tanaman Perkebunan, Dinas Ketahanan Pangan Hortikultura dan Perkebunan Provinsi Bali Ir Anang Priyono, didampingi Ketua Panitia Ir I I Wayan Sugiarta, mengatakan serangan JAP di tanaman cengkih memang terus ada. Bahkan sejak tahun 2011 lalu 1.000 hektare lahan cengkih terserang JAP. Terparah pada tahun 2014.
Pihaknya terus mengupayakan langkah pencegahan dan penanggulangan melalui program pengendalian hama terpadu, setiap tahunnya. Hingga data terakhir sisa tamanan cengkih yang terjangkit JAP 500 hektare tersebar di Bali. “Upaya pengendaliannya, selain menghentikan penjualan daun cengkih kering juga menggunakan pupuk organik dan jamur trichoderma, sehingga dapat menekan. Tahun ini dikembangkan lagi Metabolit Sekunder berbentuk cairan yang lebih ampuh mengobati JAP,” kata dia.
Dengan serangan JAP dan juga faktor anomali cuaca di Bali membuat produksi cengkih di Bali menurun sejak tahun 2016. Seperti terjadi di Buleleng sebagai sentra penghasil cengkih di Bali. Dari 7.742 hektare lahan cengkih yang tersebar di delapan kecamatan pada tahun 2016 produktifitasnya 8.510 ton, sedangkan tahun ini hanya 4.907 ton.
Perbaikan tamanam cengkih dengan trichoderma dan pupuk organik secara berkesinambungan pun sudah dapat dirasakan perubahannya oleh petani cengkih. Apalagi menggunakan metabolit sekunder yang berbentuk cair yang lebih ampuh menjangkau seluruh bagian tanaman cengkih yang terserang JAP. Seperti diakui Kelian Subak Abian Swadarma Karya, Desa Gobleg, I Made Ardika. Mereka yang sudah mendapatkan pelatihan dan pengaplikasian metabolit sekunder sejak dua bulan lalu mengaku sudah merasakan perubahan membaik pada tanaman cengkihnya. Pohon cengkih yang sakit kini mulai tumbuh pucuk baru. Pihaknya pun mengatakan selama ini petani kesulitan dalam mendeteksi JAP. “Kadang pohon cengkih masih hijau, setelah diamati ternyata terserang JAP, selama ini kami tahu kalau sudah meranggas dan sudah parah,” kata dia. Hanya saja masalah itu pun disebutnya sudah teratasi dengan teknologi praktis metabolit sekunder. Petani hanya perlu memberikan infuse pada tanaman cengkihnya yang terserang JAP, untuk penyembuhan.
Prof Loekas sebagai penemu metabolit sekunder, mengatakan teknologi praktis miliknya itu merupakan penyempurnaan dari trichoderma yang berbentuk padat. Jika teknologi sebelumnya masih terbatas geografis dan jangkauan penyembutan hanya di bagian batang saja. Metabolit sekunder dapat mengobati lebih cepat langsung menyasar bagian yang terserang melalui sel tanaman. “Karena bentuknya cair, gampang diserap dan diaplikasikan, bahkan untuk cengkih yang sudah mengalami layu pucuk dan kering, sepanjang masih tersisa daun atau tangkai yang hidup,” kata dia.
Metabolit sekunder temuannya itu pun dinilai sangat terjangkau, praktis dan dapat dibuat sendiri oleh petani. Menggunakan bahan yang mudah didapat, seperti gula pasir, pemutih pakaian dan beberapa alat sederhana meliputi jirigen, selang air dan puntung rokok. Hanya saja kendalanya selama ini petani masih malas untuk membuat sendiri dan masih mengandalkan produksi perusahaan.*k23
Komentar