Pertumbuhan Rumah Bersubsidi Karangasem Melambat
Dewan Pengurus Daerah Real Estat Indonesia (REI) Bali menyebutkan pertumbuhan rumah bersubsidi di Kabupaten Karangasem melambat karena terdampak peningkatan aktivitas vulkanik Gunung Agung.
DENPASAR, NusaBali
"Hampir 80 persen melambat karena daya beli di Karangasem masih 'wait and see' sebagai dampak Gunung Agung," kata Ketua DPD REI Bali Pande Agus Permana Widura di Denpasar, Rabu (18/7). Menurut dia, sebagian besar rumah murah dengan skema Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) di Karangasem terserap di Kecamatan Bebandem.
Dengan demikian, target membangun 3.500 unit rumah di Bali dipastikan tidak bisa diwujudkan tahun ini karena terkendala kondisi alam itu khususnya di wilayah Karangasem. Hingga saat ini, kata dia, baru sekitar 1.000 unit rumah subsidi yang sudah akad atau ada transaksi dengan perbankan melalui skema kredit pembiayaan rumah (KPR).
aling banyak, lanjut dia, terserap di Kabupaten Buleleng dan sisanya sebagian kecil di Kabupaten Jembrana. Pande mengatakan rumah subsidi di Bali paling laku di Buleleng, Karangasem dan Jembrana karena harga tanah di tiga daerah itu masih dapat dijangkau dari harga rumah FLPP yakni Rp148 juta per unit. Apabila dialihkan ke daerah lainnya, seperti Gianyar, Denpasar, Tabanan dan Badung harga lahan sangat mahal dan tidak sesuai dengan harga rumah FLPP itu. Harga tersebut, lanjut dia, juga hanya sesuai dengan luas lahan 60-70 meter persegi dengan tipe rumah 36.
Pihaknya mengharapkan harga tersebut dapat dikoreksi menjadi minimal Rp190 juta per unit untuk skam FLPP sehingga kemungkinan perluasan wilayah bisa dilakukan. Dengan harga koreksi itu, daerah yang paling menjanjikan yakni sebagian wilayah Tabanan namun dengan unit yang terbatas. Namun harga tersebut masih menunggu persetujuan pemerimtah pusat dengan mempertimbangkan sejumlah hal termasuk pendapatan per kapita masyarakat.
Pande mengatakan masyarakat di Bali masih membutuhkan rumah karena diperkirakan angka kebutuhan rumah di Pulau Dewata tahun 2017 mencapai sekitar 400 ribu unit. engingat keterbatasan lahan dan harga tanah yang tinggi di beberapa kabupaten di Bali, pihaknya mengusulkan hunian vertikal. "Kami sudah buat beberapa skema untuk pembuatan hunian vertikal, namun hunian vertikal tersebut masih dalam wacana," katanya. *ant
Dengan demikian, target membangun 3.500 unit rumah di Bali dipastikan tidak bisa diwujudkan tahun ini karena terkendala kondisi alam itu khususnya di wilayah Karangasem. Hingga saat ini, kata dia, baru sekitar 1.000 unit rumah subsidi yang sudah akad atau ada transaksi dengan perbankan melalui skema kredit pembiayaan rumah (KPR).
aling banyak, lanjut dia, terserap di Kabupaten Buleleng dan sisanya sebagian kecil di Kabupaten Jembrana. Pande mengatakan rumah subsidi di Bali paling laku di Buleleng, Karangasem dan Jembrana karena harga tanah di tiga daerah itu masih dapat dijangkau dari harga rumah FLPP yakni Rp148 juta per unit. Apabila dialihkan ke daerah lainnya, seperti Gianyar, Denpasar, Tabanan dan Badung harga lahan sangat mahal dan tidak sesuai dengan harga rumah FLPP itu. Harga tersebut, lanjut dia, juga hanya sesuai dengan luas lahan 60-70 meter persegi dengan tipe rumah 36.
Pihaknya mengharapkan harga tersebut dapat dikoreksi menjadi minimal Rp190 juta per unit untuk skam FLPP sehingga kemungkinan perluasan wilayah bisa dilakukan. Dengan harga koreksi itu, daerah yang paling menjanjikan yakni sebagian wilayah Tabanan namun dengan unit yang terbatas. Namun harga tersebut masih menunggu persetujuan pemerimtah pusat dengan mempertimbangkan sejumlah hal termasuk pendapatan per kapita masyarakat.
Pande mengatakan masyarakat di Bali masih membutuhkan rumah karena diperkirakan angka kebutuhan rumah di Pulau Dewata tahun 2017 mencapai sekitar 400 ribu unit. engingat keterbatasan lahan dan harga tanah yang tinggi di beberapa kabupaten di Bali, pihaknya mengusulkan hunian vertikal. "Kami sudah buat beberapa skema untuk pembuatan hunian vertikal, namun hunian vertikal tersebut masih dalam wacana," katanya. *ant
1
Komentar