Penari, Penabuh, Pangibing Karauhan
Pementasan Tari Gandrung dari Banjar Ketapian Kelod, Kelurahan Sumerta, Denpasar Timur, memang terbilang sakral.
Sakralnya Tari Gandrung Banjar Ketapian Kelod Denpasar
DENPASAR, NusaBali
Aura magis penampilan Sekaa Eka Budaya dalam ajang Pesta Kesenian Bali (PKB) ke-40, di Kalangan Angsoka, Taman Budaya Bali (Art Center), Denpasar, Kamis (19/7), pun mengundang rasa penasaran penonton.
Menjelang akhir pentas Tari Gandrung kemarin, satu persatu penari karauhan. Itulah mengapa beberapa pecalang langsung berjaga-jaga di masing-masing penari, karena tahu akan karauhan di akhir tarian. Kejadian tak terduga itu pun dialami beberapa penonton yang sempat mangibing. Penari karauhan, pangibing karauhan, bahkan penabuh pun ada yang karauhan. Sontak penonton terdiam dengan kejadian di luar kendali itu.
Koordinator Sekaa, I Made Sudiana mengatakan, Tari Gandrung di Banjar Ketapian Kelod, memang sakral. Tarian ini sebagai tarian pergaulan namun sangat sakral. Terlebih pada zaman terdahulu penarinya adalah laki-laki dan dapat mempersatukan antar banjar.
Konon, tarian ini telah berkembang sejak tahun 1928. Penarinya wajib ikut prosesi panuuran dan harus anak-anak di kalangan SD sampai SMP saja. Singkatnya, tarian ini tidak boleh ditarikan sembarangan orang.
“Ini merupakan kesenian tari klasik yang langka. Penarinya pun tidak sembarangan, harus melalui beberapa proses, baik dari mencari calon penari hingga upacaranya. Prosesnya juga ada beberapa tahap dan wajib anak yang baru kelas V SD sampai SMP,” ungkapnya.
Proses pemilihan penari, kata Made Sudiana, mulai dari menentukan anak-anak yang akan dipilih. Kemudian dibersihkan secara rohani maupun fisik dengan cara dilukat di sebuah pantai ataupun griya. Setelah itu, anak-anak diupacarai penuuran di Pura Desa, tempat dilinggihkannya gelungan Gandrung itu. Penuuran dilakukan dengan menggunakan banten dan tradisi yang ada, yakni padudusan menggunakan asepan di hadapan upakara dan krama Banjar Ketapian Kelod. Ketika ada anak-anak yang karauhan, itu dikatakan orang yang dilinggihkan oleh sasuhunan dan dipilih sebagai penari Gandrung. “Penuuran tidak saja dilakukan saat penari sebelumnya sudah tidak bisa menari lagi, lantaran sudah beranjak dewasa ataupun menikah. Penuuran ini juga harus dilakukan beberapa hari sebelum tarian itu dipentaskan. Baik dalam ngayah piodalan di pura ataupun event besar seperti PKB saat ini,” katanya.
Lebih lanjut Sudiana mengatakan, pementasan Tari Gandrung di PKB ke-40 merupakan pementasan keempat kalinya buat Banjar Ketapian Kelod, Sumerta, Denpasar. Mereka tidak saja mementaskan Tari Gandrung. Ada tiga materi lainnya yang juga disajikan yaitu Tabuh Kesiar, Tari Surya Kanta, dan Tari Telek.
Sudiana menjelaskan, Tabuh Kesiar menggambarkan sinar terang yang akan menghilangkan rasa kegelapan para pendengarnya. Sehingga bagi siapa yang mendengar tabuh itu dikatakan akan secara otomatis rasa kegelapan akan berubah menjadi hening dan damai.
Begitu pula dengan Tari Surya Kanta, yang bermakna sinar yang selalu terang benderang, tidak pernah redup. Dengan demikian palegongan dan gandrung tidak akan pernah redup. Karena terus munculnya jenis-jenis tari palegongan yang baru. Sedangkan Tari Telek, merupakan tarian yang sakral dan biasanya dipentaskan untuk ritual keagamaan umat Hindu. *ind
DENPASAR, NusaBali
Aura magis penampilan Sekaa Eka Budaya dalam ajang Pesta Kesenian Bali (PKB) ke-40, di Kalangan Angsoka, Taman Budaya Bali (Art Center), Denpasar, Kamis (19/7), pun mengundang rasa penasaran penonton.
Menjelang akhir pentas Tari Gandrung kemarin, satu persatu penari karauhan. Itulah mengapa beberapa pecalang langsung berjaga-jaga di masing-masing penari, karena tahu akan karauhan di akhir tarian. Kejadian tak terduga itu pun dialami beberapa penonton yang sempat mangibing. Penari karauhan, pangibing karauhan, bahkan penabuh pun ada yang karauhan. Sontak penonton terdiam dengan kejadian di luar kendali itu.
Koordinator Sekaa, I Made Sudiana mengatakan, Tari Gandrung di Banjar Ketapian Kelod, memang sakral. Tarian ini sebagai tarian pergaulan namun sangat sakral. Terlebih pada zaman terdahulu penarinya adalah laki-laki dan dapat mempersatukan antar banjar.
Konon, tarian ini telah berkembang sejak tahun 1928. Penarinya wajib ikut prosesi panuuran dan harus anak-anak di kalangan SD sampai SMP saja. Singkatnya, tarian ini tidak boleh ditarikan sembarangan orang.
“Ini merupakan kesenian tari klasik yang langka. Penarinya pun tidak sembarangan, harus melalui beberapa proses, baik dari mencari calon penari hingga upacaranya. Prosesnya juga ada beberapa tahap dan wajib anak yang baru kelas V SD sampai SMP,” ungkapnya.
Proses pemilihan penari, kata Made Sudiana, mulai dari menentukan anak-anak yang akan dipilih. Kemudian dibersihkan secara rohani maupun fisik dengan cara dilukat di sebuah pantai ataupun griya. Setelah itu, anak-anak diupacarai penuuran di Pura Desa, tempat dilinggihkannya gelungan Gandrung itu. Penuuran dilakukan dengan menggunakan banten dan tradisi yang ada, yakni padudusan menggunakan asepan di hadapan upakara dan krama Banjar Ketapian Kelod. Ketika ada anak-anak yang karauhan, itu dikatakan orang yang dilinggihkan oleh sasuhunan dan dipilih sebagai penari Gandrung. “Penuuran tidak saja dilakukan saat penari sebelumnya sudah tidak bisa menari lagi, lantaran sudah beranjak dewasa ataupun menikah. Penuuran ini juga harus dilakukan beberapa hari sebelum tarian itu dipentaskan. Baik dalam ngayah piodalan di pura ataupun event besar seperti PKB saat ini,” katanya.
Lebih lanjut Sudiana mengatakan, pementasan Tari Gandrung di PKB ke-40 merupakan pementasan keempat kalinya buat Banjar Ketapian Kelod, Sumerta, Denpasar. Mereka tidak saja mementaskan Tari Gandrung. Ada tiga materi lainnya yang juga disajikan yaitu Tabuh Kesiar, Tari Surya Kanta, dan Tari Telek.
Sudiana menjelaskan, Tabuh Kesiar menggambarkan sinar terang yang akan menghilangkan rasa kegelapan para pendengarnya. Sehingga bagi siapa yang mendengar tabuh itu dikatakan akan secara otomatis rasa kegelapan akan berubah menjadi hening dan damai.
Begitu pula dengan Tari Surya Kanta, yang bermakna sinar yang selalu terang benderang, tidak pernah redup. Dengan demikian palegongan dan gandrung tidak akan pernah redup. Karena terus munculnya jenis-jenis tari palegongan yang baru. Sedangkan Tari Telek, merupakan tarian yang sakral dan biasanya dipentaskan untuk ritual keagamaan umat Hindu. *ind
Komentar