Rupiah Masih Menyesuaikan Kondisi Global
Jumat Sempat Menembus Rp 14.545
JAKARTA, NusaBali
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution memastikan pergerakan nilai tukar Rupiah terhadap dolar AS saat ini masih menyesuaikan diri dengan perkembangan global terkini. "Segala sesuatu itu masih bisa naik dulu atau turun lagi, itu masih bergerak begitu," kata Darmin saat ditemui di Jakarta, Jumat (20/7).
Darmin menilai pergerakan Rupiah saat ini belum menuju titik keseimbangan baru, karena seluruh mata uang dunia sedang bergerak menanggapi membaiknya data perekonomian di AS. "Jadi jangan terlalu dianggap itu sudah keseimbangan baru. Mereka melangkah karena ada hubungannya dengan ucapan Gubernur The Fed," ujarnya.
Sebelumnya, nilai tukar Rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta, Jumat sore, ditutup melemah sebesar 53 poin menjadi Rp14.495 dibandingkan posisi penutupan sebelumnya Rp14.442 per dolar AS. Bahkan sempat mencapai Rp 14.545 pada transaksi perdagangan kemarin.
Terpisah Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan menilai pelemahan rupiah tidak perlu dikhawatirkan karena secara fundamental, ekonomi Indonesia masih baik. "Rupiah biasa, tidak apa-apa, tidak masalah. Fundamental ekonomi kita, inflasi bagus," katanya di Kemenko Kemaritiman Jakarta, Jumat (20/7).
Meski Luhut mengakui negara mengalami defisit transaksi berjalan, ia meyakini pelaksanaan mandatori biodiesel B20 akan mampu mendongkrak penerimaan negara. Neraca transaksi berjalan Indonesia yang terus mengalami defisit menjadi faktor domestik yang selama ini membuat nilai tukar rupiah terus tergerus, selain karena tekanan ekonomi eksternal. "Tapi tadi dengan kita mau menggunakan B20/ kita hitung penerimaan hampir 4 miliar dolar AS dalam dua tahun ke depan. Tahun ini kalau digunakan 500 ribu ton biodiesel saja saya kira sudah hampir 1 miliar dolar AS. Jadi defisit 'current account' (transaksi berjalan) kita bisa jadi baik juga," tuturnya.
Dengan kondisi demikian, Luhut memastikan kondisi rupiah tidak perlu dikhawatirkan meski kurs acuan Jakarta Interbank Spot Dolar Rate yang diumumkan Bank Indonesia, Jumat ini, menunjukkan rupiah diperdagangkan di Rp14.520 per dolar AS, melemah 102 poin dibanding acuan Kamis (19/7) yang sebesar Rp.14.418 per dolar AS. "'Overall' (secara keseluruhan) saya kira tidak ada yang harus dikhawatirkan," imbuh Luhut.
Sementara itu Analis pasar uang Bank Mandiri Rully Arya Wisnubroto di Jakarta mengatakan faktor global lebih banyak berpengaruh pada pelemahan rupiah terhadap dolar AS tersebut. "Memang indeks dari nilai dolar AS (USD index) menguat banyak," katanya.
Kurs dolar AS menguat terhadap mata uang utama negara lain pada akhir perdagangan Kamis (Jumat pagi Wita) karena data ekonomi yang keluar dari Negeri Paman Sam itu secara umum positif. Laporan Departemen Tenaga Kerja AS pada Kamis (19/7) dikutip kantor berita Xinhua China menunjukkan adanya klaim pengangguran mingguan AS yang turun ke tingkat terendah sejak 1969.
Mata uang dolar (greenback) juga didukung oleh pernyataan terbaru dari Gubernur Bank Sentral AS (The Federal Reserve) Jerome Powell yang mengatakan bahwa ekonomi AS berada di titik puncak "beberapa tahun", di mana pasar kerja tetap kuat dan inflasi tetap di sekitar target The Fed sebesar 2,0 persen. *ant
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution memastikan pergerakan nilai tukar Rupiah terhadap dolar AS saat ini masih menyesuaikan diri dengan perkembangan global terkini. "Segala sesuatu itu masih bisa naik dulu atau turun lagi, itu masih bergerak begitu," kata Darmin saat ditemui di Jakarta, Jumat (20/7).
Darmin menilai pergerakan Rupiah saat ini belum menuju titik keseimbangan baru, karena seluruh mata uang dunia sedang bergerak menanggapi membaiknya data perekonomian di AS. "Jadi jangan terlalu dianggap itu sudah keseimbangan baru. Mereka melangkah karena ada hubungannya dengan ucapan Gubernur The Fed," ujarnya.
Sebelumnya, nilai tukar Rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta, Jumat sore, ditutup melemah sebesar 53 poin menjadi Rp14.495 dibandingkan posisi penutupan sebelumnya Rp14.442 per dolar AS. Bahkan sempat mencapai Rp 14.545 pada transaksi perdagangan kemarin.
Terpisah Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan menilai pelemahan rupiah tidak perlu dikhawatirkan karena secara fundamental, ekonomi Indonesia masih baik. "Rupiah biasa, tidak apa-apa, tidak masalah. Fundamental ekonomi kita, inflasi bagus," katanya di Kemenko Kemaritiman Jakarta, Jumat (20/7).
Meski Luhut mengakui negara mengalami defisit transaksi berjalan, ia meyakini pelaksanaan mandatori biodiesel B20 akan mampu mendongkrak penerimaan negara. Neraca transaksi berjalan Indonesia yang terus mengalami defisit menjadi faktor domestik yang selama ini membuat nilai tukar rupiah terus tergerus, selain karena tekanan ekonomi eksternal. "Tapi tadi dengan kita mau menggunakan B20/ kita hitung penerimaan hampir 4 miliar dolar AS dalam dua tahun ke depan. Tahun ini kalau digunakan 500 ribu ton biodiesel saja saya kira sudah hampir 1 miliar dolar AS. Jadi defisit 'current account' (transaksi berjalan) kita bisa jadi baik juga," tuturnya.
Dengan kondisi demikian, Luhut memastikan kondisi rupiah tidak perlu dikhawatirkan meski kurs acuan Jakarta Interbank Spot Dolar Rate yang diumumkan Bank Indonesia, Jumat ini, menunjukkan rupiah diperdagangkan di Rp14.520 per dolar AS, melemah 102 poin dibanding acuan Kamis (19/7) yang sebesar Rp.14.418 per dolar AS. "'Overall' (secara keseluruhan) saya kira tidak ada yang harus dikhawatirkan," imbuh Luhut.
Sementara itu Analis pasar uang Bank Mandiri Rully Arya Wisnubroto di Jakarta mengatakan faktor global lebih banyak berpengaruh pada pelemahan rupiah terhadap dolar AS tersebut. "Memang indeks dari nilai dolar AS (USD index) menguat banyak," katanya.
Kurs dolar AS menguat terhadap mata uang utama negara lain pada akhir perdagangan Kamis (Jumat pagi Wita) karena data ekonomi yang keluar dari Negeri Paman Sam itu secara umum positif. Laporan Departemen Tenaga Kerja AS pada Kamis (19/7) dikutip kantor berita Xinhua China menunjukkan adanya klaim pengangguran mingguan AS yang turun ke tingkat terendah sejak 1969.
Mata uang dolar (greenback) juga didukung oleh pernyataan terbaru dari Gubernur Bank Sentral AS (The Federal Reserve) Jerome Powell yang mengatakan bahwa ekonomi AS berada di titik puncak "beberapa tahun", di mana pasar kerja tetap kuat dan inflasi tetap di sekitar target The Fed sebesar 2,0 persen. *ant
1
Komentar