Gong Kebyar di Akhir PKB, Lansia dan ‘Cucu’ Mebarung
Gelaran Mabarung antara Gong Kebyar Lansia Wredha Sancayate Banjar Tatasan Kaja, Desa Pakraman Tonja, Denpasar dengan Sekaa Gong Anak-anak Gargita Kumara TK Kumara Sari, Banjar Mertayasa, Desa Pamecutan Kaja, Denpasar menjadi penyaji hari terakhir ajang Pesta Kesenian Bali (PKB) ke-40.
DENPASAR, NusaBali
Keduanya mebarung di Kalangan Ratna Kanda, Taman Budaya-Art Center, Denpasar, Sabtu (21/7).Penampilan kedua Sekaa Gong beda generasi yang rutin dikirim oleh Denpasar ini selalu mengundang gelak tawa penonton. Lansia yang biasanya mulai menurun daya ingatnya, beradu dengan anak-anak TK yang masih sangat polos untuk diajak menabuh bersama. Saat keduanya mebarung, terlihat sangat menggemaskan, seperti melihat kakek nenek belajar seni bersama cucunya.
Pagelaran Gong Kebyar Mebarung antar generasi ini dibuka oleh penampilan Sekaa Gong Lansia Wredha Sancayate menampilkan garapan Tabuh Pat Lelambatan Semarandana yang mengandung arti romantisme keindahan dalam api asmara.
Secara selang seling, pertunjukan kemudian dilanjutkan dengan penampilan Sekaa Gong Anak-Anak Gargita Kumara, TK Kumara Sari dengan membawakan Tabuh Gita Kumara yang memiliki filosofi pengajaran kesenian budaya Bali yang berdampak positif bagi anak.
Kemudian Sekaa Gong Lansia Wredha Sancayate kembali mendapat giliran menampilkan Tari Rarejangan Siwa Prastuti yang memiliki arti persembahan dengan perasaan suka cita yang mendalam. Tak lama setelah itu, diimbangi lagi dengan penampilan anak-anak Sekaa Gong Gargita Kumara dengan tarian Rare Satyaning Bumi, yang menceritakan anak-anak yang sedang bermain peran sebagai prajurit penjaga ibu pertiwi.
Kadis Kebudayaan Kota Denpasar, IGN Bagus Mataram didampingi Kordinator Kedua Sekaa, I Wayan Wijaya dan I Ketut Subrata mengatakan, pementasan kali ini merupakan satu-satunya yang menampilkan dua generasi dalam satu panggung, yakni lansia dan siswa TK. “Hanya kami di Denpasar yang menampilkan lansia dan siswa TK dalam satu panggung,” ujar Bagus Mataram.
Pementasan dua generasi ini agar kreatifitas lansia tetap bisa produktif, sekaligus ajang pengenalan seni budaya sejak dini bagi anak-anak. “Dengan menabuh dan menari, maka lansia akan semakin aktif beraktifitas, sedangkan anak-anak semakin mengenali seni sejak usia dini,” imbuhnya. Pihaknya berharap, ke depan Gong Kebyar Lansia dan Gong Kebyar Anak-anak Siswa TK tidak saja dari Denpasar, melainkan dapat diwadahi dalam sajian parade dengan menampilkan duta dari masing-masing kabupaten/kota di Bali.
Bagus Mataram bahkan berharap ke depannya ada parade Gong Kebyar untuk anak-anak TK dan Lansia. “Sehingga kedepanya pelestarian seni budaya dapat mendarah daging di berbagai kalangan masyarakat Bali,” tambahnya. Pementasan dilanjutkan dengan penampilan Tari Durga Jauk Manis penggambaran raksasa yang diiringi tetabuhan oleh Sekaa Gong Lansia Wredha Sancayate.
Sedangkan anak-anak membawakan penampilan Dolanan (Permainan Kolang-Kaling) yang menceritakan anak-anak tengah bermain permainan tradisional dan dibagi menjadi dua kelompok. Parade Baleganjur lintas generasi ini kemudian ditutup oleh penampilan Sekaa Gong Lansia Wredha Sancayate membawakan garapan Tabuh Gegitan Gita Sala yang tetinspirasi oleh ritual pemujaan yang dilakukan di Pura Maospahit, Denpasar di setiap enam bulan sekali. *ind
Pagelaran Gong Kebyar Mebarung antar generasi ini dibuka oleh penampilan Sekaa Gong Lansia Wredha Sancayate menampilkan garapan Tabuh Pat Lelambatan Semarandana yang mengandung arti romantisme keindahan dalam api asmara.
Secara selang seling, pertunjukan kemudian dilanjutkan dengan penampilan Sekaa Gong Anak-Anak Gargita Kumara, TK Kumara Sari dengan membawakan Tabuh Gita Kumara yang memiliki filosofi pengajaran kesenian budaya Bali yang berdampak positif bagi anak.
Kemudian Sekaa Gong Lansia Wredha Sancayate kembali mendapat giliran menampilkan Tari Rarejangan Siwa Prastuti yang memiliki arti persembahan dengan perasaan suka cita yang mendalam. Tak lama setelah itu, diimbangi lagi dengan penampilan anak-anak Sekaa Gong Gargita Kumara dengan tarian Rare Satyaning Bumi, yang menceritakan anak-anak yang sedang bermain peran sebagai prajurit penjaga ibu pertiwi.
Kadis Kebudayaan Kota Denpasar, IGN Bagus Mataram didampingi Kordinator Kedua Sekaa, I Wayan Wijaya dan I Ketut Subrata mengatakan, pementasan kali ini merupakan satu-satunya yang menampilkan dua generasi dalam satu panggung, yakni lansia dan siswa TK. “Hanya kami di Denpasar yang menampilkan lansia dan siswa TK dalam satu panggung,” ujar Bagus Mataram.
Pementasan dua generasi ini agar kreatifitas lansia tetap bisa produktif, sekaligus ajang pengenalan seni budaya sejak dini bagi anak-anak. “Dengan menabuh dan menari, maka lansia akan semakin aktif beraktifitas, sedangkan anak-anak semakin mengenali seni sejak usia dini,” imbuhnya. Pihaknya berharap, ke depan Gong Kebyar Lansia dan Gong Kebyar Anak-anak Siswa TK tidak saja dari Denpasar, melainkan dapat diwadahi dalam sajian parade dengan menampilkan duta dari masing-masing kabupaten/kota di Bali.
Bagus Mataram bahkan berharap ke depannya ada parade Gong Kebyar untuk anak-anak TK dan Lansia. “Sehingga kedepanya pelestarian seni budaya dapat mendarah daging di berbagai kalangan masyarakat Bali,” tambahnya. Pementasan dilanjutkan dengan penampilan Tari Durga Jauk Manis penggambaran raksasa yang diiringi tetabuhan oleh Sekaa Gong Lansia Wredha Sancayate.
Sedangkan anak-anak membawakan penampilan Dolanan (Permainan Kolang-Kaling) yang menceritakan anak-anak tengah bermain permainan tradisional dan dibagi menjadi dua kelompok. Parade Baleganjur lintas generasi ini kemudian ditutup oleh penampilan Sekaa Gong Lansia Wredha Sancayate membawakan garapan Tabuh Gegitan Gita Sala yang tetinspirasi oleh ritual pemujaan yang dilakukan di Pura Maospahit, Denpasar di setiap enam bulan sekali. *ind
1
Komentar