'Sentil' Pemimpin Baru, Ingatkan Tepati Janji
Pesan tersebut sontak mendapat riuh tepuk tangan penonton yang memenuhi tribun Panggung Ardha Candra.
Pesan dari Garapan ‘Gugurnya Parikesit’ Pada Penutupan PKB
DENPASAR, NusaBali
Tidak terasa Pesta Kesenian Bali (PKB) ke-40 tahun 2018 telah berakhir. Ajang akbar tahunan itu secara resmi ditutup oleh Gubernur Bali Made Mangku Pastika dengan pencabutan kayonan api di Panggung Terbuka Ardha Candra, Taman Budaya-Art Center, Denpasar, Sabtu (21/7) malam. Penutupan PKB diiringi pula dengan garapan Sendratari ‘Gugurnya Parikesit’ dari SMKN 3 Sukawati, Gianyar. Menariknya, garapan tersebut sempat ‘menyentil’ pemimpin baru yang terpilih agar ingat untuk menepati janjinya.
Sendratari kolosal ‘Gugurnya Parikesit’ mengisahkan tentang matinya Parikesit karena kesalahan yang menghina seorang pertapa. Dalam lakon itu mengisahkan perjalanan hidup dan mati manusia sangat ditentukan oleh takdirnya sendiri. Rsi Srenggi dengan begitu geram marah melihat ayahnya, Bhagawan Samiti yang sedang melakukan Mono Brata di hutan, dikalungkan bangkai ular oleh Prabu Parikesit. Maka, saat itu juga dia mengutuk Sang Prabu agar dalam waktu tujuh hari tewas dipatuk oleh Ular Naga Taksaka. Dari saat itu, berbagai usaha diupayakan seluruh rakyat agar sang raja bisa diselamatkan, tetapi takdir berkata lain. Pada hari ke-7 Prabu Parikesit akhirnya terbunuh oleh Ular Naga Taksaka.
Di sela-sela alur cerita, muncullah petuah sang Bhagawan kepada Parikesit tentang ajaran kepemimpinan. Ini rupanya cukup ‘menyentil’ sang pemimpin yang baru lahir dari pesta demokrasi kemarin. Melalui pentas itu, pemimpin yang baru diingatkan kembali agar menepati janji yang telah diucapkannya. Kebetulan, malam penutupan PKB itu juga dihadiri oleh Wakil Gubernur Bali terpilih, Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati (Cok Ace).
“Cokor I Dewa, elingang teken janji. Ne mangkin sampun dados pemimpin anyar. Janjin Cokor I Dewa ne mangda katepatin. Mangda jakti-jakti. Duaning i rakyat sampun memilih Cokor I Dewa, pang ten Cokor I Dewa kabaos pemimpin bohong, utawi seneng ngumbar janji. (Prabu, ingatlah dengan janji. Sekarang prabu sudah jadi pemimpin baru. Janji Prabu itu agar ditepati. Agar pasti. Karena rakyat sudah memilih prabu, agar tidak disebut pemimpin bohong, atau suka mengumbar janji,” Begitulah kira-kira isi ‘sentilan’ itu.
Pesan tersebut sontak mendapat riuh tepuk tangan penonton yang memenuhi tribun Panggung Ardha Candra. Malam itu, jumlah penonton bahkan tidak seperti biasanya. Tidak jarang, pengunjung PKB harus rela berdiri karena tidak kebagian tempat. Malam penutupan PKB kala itu memang lebih ramai dari kunjungan biasanya. Tidak saja di tribun, di stand makanan dan pameran kerajinan juga berjubel pengunjung.
Gubernur Bali, Made Mangku Pastika, dalam sambutannya mengatakan, PKB dinilai telah mampu menjadi wahana komunikasi antar seniman serta memperkuat landasan dan mempertahankan eksistensi budaya Bali dari gempuran berbagai penetrasi budaya asing yang tidak sesuai dengan nilai-nilai Satyam Siwam Sundaram. PKB bukan lagi sekedar mempresentasikan hasil kesenian semata. Lebih dari itu, PKB menjadi ruang apresiasi terhadap ragam kebudayaan daerah yang adiluhung sebagai cerminan masih lestarinya warisan budaya dimiliki.
“Perkembangan dan perubahan dalam kehidupan dan kebudayaan yang ditandai dengan derasnya gempuran arus modernisasi berdampak signifikan sejumlah kesenian tradisional Bali. Tidak sedikit dari kesenian tradisional yang terancam punah karena sudah jarang dipentaskan. Upaya rekonstruksi sebagai salah satu agenda penting guna menghidupkan dan merevitalisasi kesenian yang terancam punah,” ujarnya.
Menjelang akhir kepemimpinannya, Gubernur Pastika menilai secara keseluruhan pelaksanaan PKB ke-40 ini telah berjalan dengan baik dan lancar. Kalau pun ada beberapa kekurangan seperti soal parkir, keamanan akan menjadi catatan untuk perbaikan PKB ke depannya untuk ditingkatkan. “Terlepas dari kekurangannya, semua acara berjalan lancar. Ini berkat kerjasama semua pihak dan partisipsi aktif krama Bali,” katanya. *ind
DENPASAR, NusaBali
Tidak terasa Pesta Kesenian Bali (PKB) ke-40 tahun 2018 telah berakhir. Ajang akbar tahunan itu secara resmi ditutup oleh Gubernur Bali Made Mangku Pastika dengan pencabutan kayonan api di Panggung Terbuka Ardha Candra, Taman Budaya-Art Center, Denpasar, Sabtu (21/7) malam. Penutupan PKB diiringi pula dengan garapan Sendratari ‘Gugurnya Parikesit’ dari SMKN 3 Sukawati, Gianyar. Menariknya, garapan tersebut sempat ‘menyentil’ pemimpin baru yang terpilih agar ingat untuk menepati janjinya.
Sendratari kolosal ‘Gugurnya Parikesit’ mengisahkan tentang matinya Parikesit karena kesalahan yang menghina seorang pertapa. Dalam lakon itu mengisahkan perjalanan hidup dan mati manusia sangat ditentukan oleh takdirnya sendiri. Rsi Srenggi dengan begitu geram marah melihat ayahnya, Bhagawan Samiti yang sedang melakukan Mono Brata di hutan, dikalungkan bangkai ular oleh Prabu Parikesit. Maka, saat itu juga dia mengutuk Sang Prabu agar dalam waktu tujuh hari tewas dipatuk oleh Ular Naga Taksaka. Dari saat itu, berbagai usaha diupayakan seluruh rakyat agar sang raja bisa diselamatkan, tetapi takdir berkata lain. Pada hari ke-7 Prabu Parikesit akhirnya terbunuh oleh Ular Naga Taksaka.
Di sela-sela alur cerita, muncullah petuah sang Bhagawan kepada Parikesit tentang ajaran kepemimpinan. Ini rupanya cukup ‘menyentil’ sang pemimpin yang baru lahir dari pesta demokrasi kemarin. Melalui pentas itu, pemimpin yang baru diingatkan kembali agar menepati janji yang telah diucapkannya. Kebetulan, malam penutupan PKB itu juga dihadiri oleh Wakil Gubernur Bali terpilih, Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati (Cok Ace).
“Cokor I Dewa, elingang teken janji. Ne mangkin sampun dados pemimpin anyar. Janjin Cokor I Dewa ne mangda katepatin. Mangda jakti-jakti. Duaning i rakyat sampun memilih Cokor I Dewa, pang ten Cokor I Dewa kabaos pemimpin bohong, utawi seneng ngumbar janji. (Prabu, ingatlah dengan janji. Sekarang prabu sudah jadi pemimpin baru. Janji Prabu itu agar ditepati. Agar pasti. Karena rakyat sudah memilih prabu, agar tidak disebut pemimpin bohong, atau suka mengumbar janji,” Begitulah kira-kira isi ‘sentilan’ itu.
Pesan tersebut sontak mendapat riuh tepuk tangan penonton yang memenuhi tribun Panggung Ardha Candra. Malam itu, jumlah penonton bahkan tidak seperti biasanya. Tidak jarang, pengunjung PKB harus rela berdiri karena tidak kebagian tempat. Malam penutupan PKB kala itu memang lebih ramai dari kunjungan biasanya. Tidak saja di tribun, di stand makanan dan pameran kerajinan juga berjubel pengunjung.
Gubernur Bali, Made Mangku Pastika, dalam sambutannya mengatakan, PKB dinilai telah mampu menjadi wahana komunikasi antar seniman serta memperkuat landasan dan mempertahankan eksistensi budaya Bali dari gempuran berbagai penetrasi budaya asing yang tidak sesuai dengan nilai-nilai Satyam Siwam Sundaram. PKB bukan lagi sekedar mempresentasikan hasil kesenian semata. Lebih dari itu, PKB menjadi ruang apresiasi terhadap ragam kebudayaan daerah yang adiluhung sebagai cerminan masih lestarinya warisan budaya dimiliki.
“Perkembangan dan perubahan dalam kehidupan dan kebudayaan yang ditandai dengan derasnya gempuran arus modernisasi berdampak signifikan sejumlah kesenian tradisional Bali. Tidak sedikit dari kesenian tradisional yang terancam punah karena sudah jarang dipentaskan. Upaya rekonstruksi sebagai salah satu agenda penting guna menghidupkan dan merevitalisasi kesenian yang terancam punah,” ujarnya.
Menjelang akhir kepemimpinannya, Gubernur Pastika menilai secara keseluruhan pelaksanaan PKB ke-40 ini telah berjalan dengan baik dan lancar. Kalau pun ada beberapa kekurangan seperti soal parkir, keamanan akan menjadi catatan untuk perbaikan PKB ke depannya untuk ditingkatkan. “Terlepas dari kekurangannya, semua acara berjalan lancar. Ini berkat kerjasama semua pihak dan partisipsi aktif krama Bali,” katanya. *ind
1
Komentar