Perbup Penyulingan Daun Cengkih Bakal Dikaji Ulang
Dinas Ketahanan Pangan Hortikultura dan Perkebunan Provinsi Bali meminta Peraturan Bupati (Perbup) tentang Penyulingan Daun Cengkih di Buleleng yang diterbitkan tahun 2012, dikaji ulang.
SINGARAJA, NusaBali
Hal tersebut menyusul penurunan hasil panen cengkih dan kesejahteraan petani cengkih akibat dari merosotnya harga jual. Menurut Kabid Perkebunan, Dinas Ketahanan Pangan Hortikultura dan Perkebunan Provinsi Bali, Lanang Aryawan, yang ditemui saat pemantauan kebun cengkih di Desa Selat, Sukasada, belum lama ini mengatakan penyulingan daun cengkih pun disebut merupakan salah satu olahan pertanian cengkih yang sangat menjanjikan.
Rusak dan matinya pohon cengkih yang selama ini menyerang petani cengkih di Buleleng bukanlah semata-mata karena pengambilan daun cengkih yang sudah gugur. Tetapi inti permasalahannya, petani sering kali hanya mengambil hasil panen buah cengkih, tanpa melakukan pemeliharaan tanaman cengkih. Seperti pemupukan, perabasan hama, menjaga kelembabab kebun sehingga jamur akar Putih (JAP) berkembang dan merajalela.
“Persoalan dalam konteks pengambilan daun cengkih, harus dipahami. Inti dan esensi masalahnya apa, ini sebagai informasi, bagi pengambil kebijakan. Sesungguhnya amat sangat disayangkan itu (Perbup) terbit, dan kami harap ini bisa dikaji kembali, ” kata dia
Menurutnya pengambilan daun cengkih yang sudah gugur tidak masalah. Asalkan petani kembali mengembalikan unsur organik yang diperlukan jamur trichoderma yang ada di setiap tanaman cengkih yang biasanya disuplai dengan daun cengkih yang telah gugur. Asalkan petani ingat menggantinya dengan pupuk organik dan trichoderma dengan kisaran pemeliharaan per pohon Rp 3.000 untuk memerangi JAP.
Pengolahan penyulingan cengkih, menurutnya sangat menjanjikan. Dalam satu botol minyak hasil penyulingan cengkih, petani bisa mendapatkan penghasilan Rp 125-150 ribu. “Solusi penanganan tidak lebih dari Rp 5 ribu, sedangkan dalam penyulingan hasilnya Rp 125 ribu, kenapa berat mengeluarkan uang untuk kebaikan tanaman cengkihnya. Ini yang terus kami sosialisasikan, dan buka demplot penanganan JAP dengan Trichoderma,” imbuh dia.
Sementara itu Kepala Dinas Pertanian Buleleng, Nyoman Genep, yang juga dikonfirmasi di tempat terpisah, tidak menampik jika pengolahan penyulingan daun cengkih cukup menjanjikan dan dapat menambah penghasilan petani cengkih. Hanya saja sejauh ini, petani cengkih di Buleleng rata-rata mengabaikan pemeliharaan taman cengkihnya. Serangan JAP pun baru diketahui setelah tanaman cengkih meranggas dan sudah dalam kondisi parah.
“Petani sering lupa, mengembalikan dan menambahkan trichoderma untuk melawan JAP Hanya mengambil berproduksi tanpa menjaga sanitasi, kesehatan kebun dan menghilangkan gulma di musim hujan,” kata dia. Masalah pemeliharaan tanaman cengkih disebutnya juga sering kali terjadi, karena petani hanya sebagai penyakap. Sedangkan pemilik lahan yang jarang ke kebun dan tidak tahu teknik bertani menjadi faktor pendukung minimnya pemeliharaan kesehatan tanaman cengkih.
Ia pun menyatakan Perbup penyulingan daun cengkih itu disebutnya sebagai imbauan untuk dapat mengendalikan petani dan mengingatkannya selalu menjadi kebun cengkihnya. Perbup pun disebutnya bisa dikaji ulang, jika kesadaran petani untuk memelihara kesinambungan lahan cengkihnya sudah bagus.
“Saat ini kami terus upayakan pelatihan pembuatan dan pengaplikasian pupuk organic dan trichoderma untuk menyadarkan petani. Demplot penangananya pun sudah dilakukan Dinas Provinsi secara bertahap. Tahun ini ada 150 hektar dari 7 ribu hektar lahan cengkih di Buleleng,” kata dia. *k23
Hal tersebut menyusul penurunan hasil panen cengkih dan kesejahteraan petani cengkih akibat dari merosotnya harga jual. Menurut Kabid Perkebunan, Dinas Ketahanan Pangan Hortikultura dan Perkebunan Provinsi Bali, Lanang Aryawan, yang ditemui saat pemantauan kebun cengkih di Desa Selat, Sukasada, belum lama ini mengatakan penyulingan daun cengkih pun disebut merupakan salah satu olahan pertanian cengkih yang sangat menjanjikan.
Rusak dan matinya pohon cengkih yang selama ini menyerang petani cengkih di Buleleng bukanlah semata-mata karena pengambilan daun cengkih yang sudah gugur. Tetapi inti permasalahannya, petani sering kali hanya mengambil hasil panen buah cengkih, tanpa melakukan pemeliharaan tanaman cengkih. Seperti pemupukan, perabasan hama, menjaga kelembabab kebun sehingga jamur akar Putih (JAP) berkembang dan merajalela.
“Persoalan dalam konteks pengambilan daun cengkih, harus dipahami. Inti dan esensi masalahnya apa, ini sebagai informasi, bagi pengambil kebijakan. Sesungguhnya amat sangat disayangkan itu (Perbup) terbit, dan kami harap ini bisa dikaji kembali, ” kata dia
Menurutnya pengambilan daun cengkih yang sudah gugur tidak masalah. Asalkan petani kembali mengembalikan unsur organik yang diperlukan jamur trichoderma yang ada di setiap tanaman cengkih yang biasanya disuplai dengan daun cengkih yang telah gugur. Asalkan petani ingat menggantinya dengan pupuk organik dan trichoderma dengan kisaran pemeliharaan per pohon Rp 3.000 untuk memerangi JAP.
Pengolahan penyulingan cengkih, menurutnya sangat menjanjikan. Dalam satu botol minyak hasil penyulingan cengkih, petani bisa mendapatkan penghasilan Rp 125-150 ribu. “Solusi penanganan tidak lebih dari Rp 5 ribu, sedangkan dalam penyulingan hasilnya Rp 125 ribu, kenapa berat mengeluarkan uang untuk kebaikan tanaman cengkihnya. Ini yang terus kami sosialisasikan, dan buka demplot penanganan JAP dengan Trichoderma,” imbuh dia.
Sementara itu Kepala Dinas Pertanian Buleleng, Nyoman Genep, yang juga dikonfirmasi di tempat terpisah, tidak menampik jika pengolahan penyulingan daun cengkih cukup menjanjikan dan dapat menambah penghasilan petani cengkih. Hanya saja sejauh ini, petani cengkih di Buleleng rata-rata mengabaikan pemeliharaan taman cengkihnya. Serangan JAP pun baru diketahui setelah tanaman cengkih meranggas dan sudah dalam kondisi parah.
“Petani sering lupa, mengembalikan dan menambahkan trichoderma untuk melawan JAP Hanya mengambil berproduksi tanpa menjaga sanitasi, kesehatan kebun dan menghilangkan gulma di musim hujan,” kata dia. Masalah pemeliharaan tanaman cengkih disebutnya juga sering kali terjadi, karena petani hanya sebagai penyakap. Sedangkan pemilik lahan yang jarang ke kebun dan tidak tahu teknik bertani menjadi faktor pendukung minimnya pemeliharaan kesehatan tanaman cengkih.
Ia pun menyatakan Perbup penyulingan daun cengkih itu disebutnya sebagai imbauan untuk dapat mengendalikan petani dan mengingatkannya selalu menjadi kebun cengkihnya. Perbup pun disebutnya bisa dikaji ulang, jika kesadaran petani untuk memelihara kesinambungan lahan cengkihnya sudah bagus.
“Saat ini kami terus upayakan pelatihan pembuatan dan pengaplikasian pupuk organic dan trichoderma untuk menyadarkan petani. Demplot penangananya pun sudah dilakukan Dinas Provinsi secara bertahap. Tahun ini ada 150 hektar dari 7 ribu hektar lahan cengkih di Buleleng,” kata dia. *k23
1
Komentar