Imigrasi Dituding Sewenang-wenang
Gugatan pra peradilan warga negara asing (WNA) Nigeria, Charles George Albert, 35, bergulir.
Sidang Gugatan Pra Peradilan Warga Nigeria
SINGARAJA, NusaBali
Melalui kuasa hukumnya sidang pra peradilan pertama dengan pembacaan gugatan berlangsung di ruang sidang Cakra, Pengadilan Negeri Singaraja, Jumat (27/7) pagi. Dalam sidang yang dipimpin Hakim Ketua Ni Made Dwi Sukrani, kuasa hukum Albert menuding Imigrasi berlaku sewenang-wenang dalam proses penetapan tersangka dan menuntut pembatalan penetapan tersangka.
Ketua Tim Kuasa Hukum I Wayan Mudita ditemui usai persidangan menjelaskan pihaknya menggugat Kantor Imigrasi Kelas II Singaraja untuk membatalkan penangkapan, penyitaan, penahanan, perpanjanganan penahanan dan penetapan tersangka kepada kliennya. Dalam penanganan kasus pelanggaran yang dilakukan kliennya disebut tidak sesuai dengan ketentuan dan payung hukum keimigrasian Nomor 6 Tahun 2011 dan Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2013. Pihaknya pun menuding pihak imigrasi melakukan kesewenang-wenangan melakukan penganiayaan Hak Asasi Manusia (HAM).
Dalam penahanan dan penetapan tersangka kliennya Albert, Mudita mengaku mendapatkan sejumlah kejanggalan. Seperti kecacatan administrasi penahanan yang terbit dua tanggal dengan nomor yang sama, yakni tanggal 8 dan 17 Mei. Surat penahanan tanggal 8 disebut Mudita dipakai acuan untuk Surat Peringatan Perpanjangan Penahanan (springhan). Sedangkan surat penahanan tertanggal 17 Mei dipakai acuan untuk penitipan Albert di LP Kelas IIB Singaraja.
“Secara Formal, ini sudah cacat administrasi, bahkan di berita acara penyerahan tahanan ada tertulis pukul 17.00 WIB, administrasi dan penegakan hukumnya yang tidak lazim oleh pejabat negeri sipil,” kata dia. Timnya juga mempermasalahkan masalah penahanan dan penetapan tersangka Albert, yang disebut melakukan pelanggaran tindak pidana keimigrasian.
Pernyataan Imigrasi yang melakukan detensi pada Albert pun dipermasalahkan. Menurutnya jika dinyatakan didetensi maka Albert melakukan pelanggaran administrasi bukan pelanggaran pidana keimigrasian yang hukumannya harus dideportasi. “Ini tidak sesuai payung hukum yang digunakan. Detensi diberlakukan untuk orang asing yang melangar administrasi, produk hukum harus dideportasi, kalau tidak pidana keimigrasian dibawa ke persidangan seperti sekarang. Dan juga ditetapkan sebagai tersangka, tetapi ditaruh di ruang detensi kami rasa ada kesewenang-wenangan, ketedikaadlian dan penganiayaan HAM di rumah HAM,” tegas dia.
Sementara itu Kepala Seksi Pengawasan dan Penindakan Keimigrasian (Wasdakim) Kantor Imigrasi Singaraja, Thomas Aries Munandar, memilih tak berkomentar banyak. Dengan penundaan sidang hingga Senin (30/7) mendatang oleh Hakim Ketua ia mengaku akan menyiapkan seluruh jawaban dari gugatan yang dilakukan kuasa hukum Albert.
“Senin kami siapkan jawabannya, sesuai dengan penjadwalan kembali Yang Mulia hakim,” kata dia. Pihaknya pun tidak mempermasalahkan pra peradilan yang dipilih kuasa hukum Albert. Hal tersebut pun menurut Thomas tidak akan mempengaruhi proses penyerahan berkas perkara ke kejaksaan. Proses pra peradilan dan pemanggilan tetap berjalan bersamaan.
Sebelumnya diberitakan WNA asal Nigeria Charles George Albert, 35, ditetapkan sebagai tersangka atas penggunaan dokumen kependudukan palsu. Saat itu ia mengajukan permohonan paspor dengan menggunakan KTP atas nama Komang Eli Agus Hermanto, warga Desa Cempaga Kecamatan Banjar, Buleleng.
Ketidaksesuaian nama dengan wajah di identitas membuat petugas imigrasi curiga. Tersangka Charles pun mengaku mengalami tuli bisu untuk mengelabuhi petugas. Namun seletelah diselidiki, Imigrasi menemukan sejumlah pelanggaran, tidak hanya pemalsuan identitas, tetapi juga pelanggaran izin tinggal di Bali yang sudah berakhir pada September 2017 lalu.*k23
SINGARAJA, NusaBali
Melalui kuasa hukumnya sidang pra peradilan pertama dengan pembacaan gugatan berlangsung di ruang sidang Cakra, Pengadilan Negeri Singaraja, Jumat (27/7) pagi. Dalam sidang yang dipimpin Hakim Ketua Ni Made Dwi Sukrani, kuasa hukum Albert menuding Imigrasi berlaku sewenang-wenang dalam proses penetapan tersangka dan menuntut pembatalan penetapan tersangka.
Ketua Tim Kuasa Hukum I Wayan Mudita ditemui usai persidangan menjelaskan pihaknya menggugat Kantor Imigrasi Kelas II Singaraja untuk membatalkan penangkapan, penyitaan, penahanan, perpanjanganan penahanan dan penetapan tersangka kepada kliennya. Dalam penanganan kasus pelanggaran yang dilakukan kliennya disebut tidak sesuai dengan ketentuan dan payung hukum keimigrasian Nomor 6 Tahun 2011 dan Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2013. Pihaknya pun menuding pihak imigrasi melakukan kesewenang-wenangan melakukan penganiayaan Hak Asasi Manusia (HAM).
Dalam penahanan dan penetapan tersangka kliennya Albert, Mudita mengaku mendapatkan sejumlah kejanggalan. Seperti kecacatan administrasi penahanan yang terbit dua tanggal dengan nomor yang sama, yakni tanggal 8 dan 17 Mei. Surat penahanan tanggal 8 disebut Mudita dipakai acuan untuk Surat Peringatan Perpanjangan Penahanan (springhan). Sedangkan surat penahanan tertanggal 17 Mei dipakai acuan untuk penitipan Albert di LP Kelas IIB Singaraja.
“Secara Formal, ini sudah cacat administrasi, bahkan di berita acara penyerahan tahanan ada tertulis pukul 17.00 WIB, administrasi dan penegakan hukumnya yang tidak lazim oleh pejabat negeri sipil,” kata dia. Timnya juga mempermasalahkan masalah penahanan dan penetapan tersangka Albert, yang disebut melakukan pelanggaran tindak pidana keimigrasian.
Pernyataan Imigrasi yang melakukan detensi pada Albert pun dipermasalahkan. Menurutnya jika dinyatakan didetensi maka Albert melakukan pelanggaran administrasi bukan pelanggaran pidana keimigrasian yang hukumannya harus dideportasi. “Ini tidak sesuai payung hukum yang digunakan. Detensi diberlakukan untuk orang asing yang melangar administrasi, produk hukum harus dideportasi, kalau tidak pidana keimigrasian dibawa ke persidangan seperti sekarang. Dan juga ditetapkan sebagai tersangka, tetapi ditaruh di ruang detensi kami rasa ada kesewenang-wenangan, ketedikaadlian dan penganiayaan HAM di rumah HAM,” tegas dia.
Sementara itu Kepala Seksi Pengawasan dan Penindakan Keimigrasian (Wasdakim) Kantor Imigrasi Singaraja, Thomas Aries Munandar, memilih tak berkomentar banyak. Dengan penundaan sidang hingga Senin (30/7) mendatang oleh Hakim Ketua ia mengaku akan menyiapkan seluruh jawaban dari gugatan yang dilakukan kuasa hukum Albert.
“Senin kami siapkan jawabannya, sesuai dengan penjadwalan kembali Yang Mulia hakim,” kata dia. Pihaknya pun tidak mempermasalahkan pra peradilan yang dipilih kuasa hukum Albert. Hal tersebut pun menurut Thomas tidak akan mempengaruhi proses penyerahan berkas perkara ke kejaksaan. Proses pra peradilan dan pemanggilan tetap berjalan bersamaan.
Sebelumnya diberitakan WNA asal Nigeria Charles George Albert, 35, ditetapkan sebagai tersangka atas penggunaan dokumen kependudukan palsu. Saat itu ia mengajukan permohonan paspor dengan menggunakan KTP atas nama Komang Eli Agus Hermanto, warga Desa Cempaga Kecamatan Banjar, Buleleng.
Ketidaksesuaian nama dengan wajah di identitas membuat petugas imigrasi curiga. Tersangka Charles pun mengaku mengalami tuli bisu untuk mengelabuhi petugas. Namun seletelah diselidiki, Imigrasi menemukan sejumlah pelanggaran, tidak hanya pemalsuan identitas, tetapi juga pelanggaran izin tinggal di Bali yang sudah berakhir pada September 2017 lalu.*k23
Komentar