nusabali

Sopir Baru Pertama Tugas Angkut Gas dari Banyuwangi

  • www.nusabali.com-sopir-baru-pertama-tugas-angkut-gas-dari-banyuwangi

Tidak Ada Firasat, Sempat Pesan Giat Belajar ke Anak

DENPASAR, NusaBali
Kecelakaan truk Pertamina yang nyemplung di jurang di di Jembatan Yeh Nu Penyalin, Kawasan Banjar Penyalin Desa Samsam, Kerambitan, Tabanan pada Jumat (27/7) pukul 03.20 Wita membuat duka mendalam bagi keluarga korban. Apalagi diketahui, sopir truk I Nyoman Sudiana ternyata baru pertama melintas di jalur maut tersebut.

Saat disambangi NusaBali di rumah duka yang terletak di Banjar Dukuh Mertajati, Sidakarya, Denpasar Selatan pada Jumat sore kemarin, adik kandung korban, I Ketut Sudarsana, 47, menerangkan bahwa pihaknya mendapatkan informasi kecelakaan yang menyebabkan anak ke tiga dari empat bersaudara tersebut meregang nyawa dari rekan kerjanya di Pertamina cabang Gatot Subroto Timur.

Informasi itu baru masuk di keluarga besar sekitar pukul 10.30 Wita pagi. Meski demikian, tidak ada kejelasan terkait kronologis pasti musibah kecelakaan yang merengut nyawa sang kakak. Kemudian, pihak pertamina menjemput sang istri bernama Ni Nyoman Bersi, 49, untuk bersama-sama menuju RSUD Tabanan untuk memeriksa kondisinya. Barulah setelah tiba di RSUD Tabanan, dikabarkan bahwa sang kakak tewas dalam musibah kecelakaan truk yang dikemudikannya nyemplung kedalam jembatan Yeh Nu Penyalin. “Informasi awalnya memang sangat simpang siur. Keluarga besar tidak nyakin dengan informasi itu. Tapi, pas ada petugas dari Pertamina yang datang untuk memberitahu dan membawa keluarga kesana (RSUD Tabanan) untuk memeriksa. Saat itulah, semuanya shock bahkan sampai memukul pintu rumah,” tuturnya saat ditemui disela-sela diskusi kepulangan jenazah ke RS Sanglah.

Diakuinya, ketidakpercayaan terhadap informasi yang diterima pihak keluarga besar karena sejatinya rute yang dilalui oleh sang kakak yang memiliki empat orang anak masing-masing Ni Kadek Oktapiani Sudianingsih, 23, Ni Komang Yuliantari Sudianingsih, 19, Ni Ketut Sentiari Sudianingsih, 12 dan I Putu Agus Kertiyasa, 9, ini mengambil gas di Karangasem.

Namun, nyatanya dilapangan, ia ditugaskan ke Banyuwangi, Jawa Timur untuk mengangkut gas bersama rekannya,  yang juga tewas dalam musibah kecelakaan tersebut. “Kakak saya ini sudah kerja belasan tahun di Pertamina. Dia khususnya ngambil dari Depo Karangasem menuju Depo di Gatsu Timur. Tapi, kenyataannya dia menuju Banyuwangi. Alasannya karena gelombang tinggi, makanya stok kosong di Karangasem dan dialihkan ke Banyuwangi dan baru kali ini dia kesana,” aku Sudarsana yang matanya masih dalam keadaan bengkak serta tangan kanan luka akibat memukul pintu saat mendengar kabar musibah itu.

Meski kehilangan yang mendalam atas kepergian sang kakak, Sudarsana mengaku bahwa pihak keluarga harus ikhlas. Pihak keluarga besar juga akan membawa jenazah ke RSUP Sanglah untuk kemudian dititipkan di kamar jenazah. Untuk proses pemakaman akan dilakukan pada Senin (30/7) mendatang di Setra Sidakarya.

Menurut dia, jenazah sang kakak melalui proses pemakaman karena meninggal dalam kecelakaan. Terkait upacara di lokasi, pihaknya juga masih mencari orang pintar untuk memberi petunjuk prihal pembersihan tersebut. “Karena meninggal dengan seperti ini (kecelakaan), nanti akan di makamkan. Tunggu tiga tahun setelah itu baru diaben,” ungkapnya.

Ditempat yang sama, tiga orang anak korban masing-masing Ni Kadek Oktapiani Sudianingsih, Ni Ketut Sentiari Sudianingsih dan I Putu Agus Kertiyasa masih dalam keadaan shock, sementara putri keduanya Ni Komang Yuliantari Sudianingsih tidak terlihat di rumah duka. Bahkan ketiganya tak henti-hentinya menangis atas kepergian ayah mereka. Ditanyai prihal adanya firasat sebelum kejadian, putri pertamanya Ni Kadek Oktapiani yang sudah bekerja ini mengaku sama sekali tidak ada firasat buruk apapun. Terakhir ketemu sang ayah pada Rabu (25/7) lalu. Dimana, sang ayah beraktivitas seperti biasa di rumah dan mengantar putri bungsu Ni Ketut Sentiari Sudianingsih ke SMP Negri 11, Serangan menggunakan sepeda motor. “Sama sekali ngak ada (firasat). Semuanya normal, adik saya kedua kuliah, ketiga SMP dan terakhir masih SD. Tidak ada tanda-tanda yang menjanggal. Ya, layaknya kehidupan keluarga normal,” ujarnya seray amengusap air mata.

Meski sang kakak tidak memiliki firasat apa-apa, lain cerita dengan putri bungsu korban Ni Ketut Sentiari Sudianingsi. Diakuinya, saat mengantarnya ke Sekolah pada Rabu pagi, dalam perjalanan ayah selalu memberikan motivasi kepadanya agar giat belajar untuk meraih prestasi yang membanggakan keluarga besarnya. Hal itu diiyakan oleh pelajar kelas I SMP tersebut dan tidak menyangka bahwa itulah pesan terakhir sang ayah kepadanya. Setelah itu, sang ayah berangkat kerja hingga dikabarkan meregang nyawa dalam musibah kecelakaan tunggal. “Saya ngak nyangka juga itu pesan terakhirnya. Waktu itu saya mengiyakan semua pesan itu. Kalau untuk firasat buruk memang tidak ada,” ceritanya.

Ditempat terpisah, Klian Banjar Dukuh Mertajati, Sidakarya, Denpasar Selatan Made Sukerta, 43, mengaku terkejut dengan informasi di media sosial prihal musibah kecelakaan yang dialami oleh salah satu warganya. Menurut dia, informasi yang berseliweran di media sosial tidak serta merta membuat kerabat dan warga mudah percaya. Pasalnya, di Banjar belum ada informasi resmi atas kejadian itu. Kalaupun kecelakaan tersebut benar adanya, Made Sukerta mengaku kehilangan salah satu warga yang kerap terlibat aktif untuk ngayah di Banjar. Setiap kegiatan di Banjar dalam bentuk apapun, korban selalu hadir. “Kalau korban ini kehidupan sosial di masyarakatnya sangat baik. Kita sangat terkejut saat mendapat informasi di media sosial. Tentu kita dari Banjar sangat kehilangan sosok yang sangat rajin dalam setiap kegiatan,” tuturnya. *dar

Komentar