Perbup Penyulingan Cengkih Segera Dikaji
Permohonan pengkajian ulang Peraturan Bupati (Perbup) dan Surat Edaran (SE) penyulingan cengkih oleh Dinas Ketahanan Pangan Hortikultura dan Perkebunan Provinsi Bali belum lama ini akhirnya dijawab Bupati Buleleng Putu Agus Suradnyana.
SINGARAJA, NusaBali
Ia pun meminta kepada Dinas terkait untuk menyiapkan kajian teknis demi kebaikan bersama. Kajian itu pun disebut Bupati Agus akan dipakai dasar untuk mengambil kebijakan yang tepat. Pihaknya pun menyanggupi akan mengkaji ulang dan mempertimbangkan untuk mencabut aturan hukum itu, apabila ada kajian teknis yang diberikan oleh pemerintah provinsi. “Asal ada pendekatan teknis saya akan pertimbangkan. Jangan hanya pendekatan ekonomi tanpa suistainable,” katanya.
Menurutnya Perbup dan SE terkait penyulingan daun cengkih itu dikeluarkan olehnya bukan tanpa alasan. Salah satunya karena alasan dampak lingkungan, baik dari kerusakan tanaman cengkih maupun polusi udara yang ditimbulkan dari proses penyulingan. Pihaknya pun mengaku akan mempertimbangkan pencabutan Perbup dan SE itu jika Dinas Pertanian Hortikultura dan Perkebunan memberikan kajian teknis yang tetap menjaga kondisi lingkungan. Termasuk cara lain menyelesaikan persoalan penyulingan daun cengkih.
Sementara itu sebelumnya diberitakan Kabid Perkebunan Dinas Ketahanan Pangan, Hortikultura dan Perkebunan, Lanang Aryawan, meminta Bupati Buleleng yang mengeluarkan Perbup dan SE penyulingan cengkih melakukan pengkajian ulang. Sebab proses penyulingan daun cengkih selama ini dinilai sebagai nilai plus bagi petani cengkih untuk mendapatkan penghasilan.
Dampak pada kesehatan tenaman cengkih yang dapat menurun akibat pengambilan daun cengkih yang sudah kering itu pun disebut dapat ditangani dengan menggantinya dengan pupuk organik dan trichoderma. Hal tersebut yang membuat kesehatan dan produktifitas tanaman cengkih dapat terjaga kestabilannya.
Pengembalian unsur organik pada tanaman cengkih dengan pengganti pupuk organik dan trichoderma pun disebutnya saat tidak memerlukan biaya yang tinggi jika dibandingkan dengan hasil panen petani cengkih. Hanya Rp 3.500 per pohonnya. Penurunan kesehatan itu terjadi karena unsur organiknya diambil tanpa ditambal lagi, sehingga Jamur Akar Putih (JAP) dengan mudah menyerang tanaman cengkih.
Pihaknya pun sudah membuka demplot penanganan JAP dengan pupuk organik dan trichoderma. Demplot penanganan JAP pada lahan petani cnegkih ini pun diharapkan menjadi contoh dan gambaran langsung bagi petani lain untuk menjaga kestabilan tanaman penghasil uangnnya dan menjadi sarana informasi dalam proses pengambilan keputusan oleh pemangku kebijakan. *k23
Ia pun meminta kepada Dinas terkait untuk menyiapkan kajian teknis demi kebaikan bersama. Kajian itu pun disebut Bupati Agus akan dipakai dasar untuk mengambil kebijakan yang tepat. Pihaknya pun menyanggupi akan mengkaji ulang dan mempertimbangkan untuk mencabut aturan hukum itu, apabila ada kajian teknis yang diberikan oleh pemerintah provinsi. “Asal ada pendekatan teknis saya akan pertimbangkan. Jangan hanya pendekatan ekonomi tanpa suistainable,” katanya.
Menurutnya Perbup dan SE terkait penyulingan daun cengkih itu dikeluarkan olehnya bukan tanpa alasan. Salah satunya karena alasan dampak lingkungan, baik dari kerusakan tanaman cengkih maupun polusi udara yang ditimbulkan dari proses penyulingan. Pihaknya pun mengaku akan mempertimbangkan pencabutan Perbup dan SE itu jika Dinas Pertanian Hortikultura dan Perkebunan memberikan kajian teknis yang tetap menjaga kondisi lingkungan. Termasuk cara lain menyelesaikan persoalan penyulingan daun cengkih.
Sementara itu sebelumnya diberitakan Kabid Perkebunan Dinas Ketahanan Pangan, Hortikultura dan Perkebunan, Lanang Aryawan, meminta Bupati Buleleng yang mengeluarkan Perbup dan SE penyulingan cengkih melakukan pengkajian ulang. Sebab proses penyulingan daun cengkih selama ini dinilai sebagai nilai plus bagi petani cengkih untuk mendapatkan penghasilan.
Dampak pada kesehatan tenaman cengkih yang dapat menurun akibat pengambilan daun cengkih yang sudah kering itu pun disebut dapat ditangani dengan menggantinya dengan pupuk organik dan trichoderma. Hal tersebut yang membuat kesehatan dan produktifitas tanaman cengkih dapat terjaga kestabilannya.
Pengembalian unsur organik pada tanaman cengkih dengan pengganti pupuk organik dan trichoderma pun disebutnya saat tidak memerlukan biaya yang tinggi jika dibandingkan dengan hasil panen petani cengkih. Hanya Rp 3.500 per pohonnya. Penurunan kesehatan itu terjadi karena unsur organiknya diambil tanpa ditambal lagi, sehingga Jamur Akar Putih (JAP) dengan mudah menyerang tanaman cengkih.
Pihaknya pun sudah membuka demplot penanganan JAP dengan pupuk organik dan trichoderma. Demplot penanganan JAP pada lahan petani cnegkih ini pun diharapkan menjadi contoh dan gambaran langsung bagi petani lain untuk menjaga kestabilan tanaman penghasil uangnnya dan menjadi sarana informasi dalam proses pengambilan keputusan oleh pemangku kebijakan. *k23
Komentar