Kopi Jadi Pengganti Tanaman Semusim di Wanagiri
10 hektare lahan semusim di kawasan Desa Wanagiri dan sekitarnya, Kecamatan Sukasada, Buleleng, akan diganti dengan kopi Arabica.
SINGARAJA, NusaBali
Dinas Pertanian Buleleng sudah menyiapkan 2.000 bibit tanaman kopi Arabica. Bibit ini akan diberikan kepada petani secara cuma-cuma. Kasi Pembenihan dan Perlindungan Perkebunan, Dinas Pertanian Buleleng I Gusti Agung Made Adnyana, Rabu (1/8), menjelaskan bantuan bibit tanaman kopi untuk petani Wanagiri dan sekitarnya merupakan salah satu upaya Pemkab Buleleng mengembalikan lahan pertanian yang dijadikan lahan semusim oleh petani. Hal itu pun lima tahun belakangan menyebabkan labilnya tanah di daerah pegunungan yang sangat berpotensi bencana longsor dan banjir bandang. “Terus kami lakukan pendekatan kepada petani untuk dapat mengembalikan mengembangkan tanaman kopi. Selain untuk memperkuat tanah di daerah puncak, juga prospek yang sangat bagus juga untuk petani,” kata dia.
Kata Adnyana, saat ini harga kopi hasil petani Kabupaten Buleleng merupakan salah satu komoditas unggulan dengan harga yang sangat stabil. Berbeda dengan komoditas cengkih dan tembakau. Sejauh ini di Buleleng dikembangkan dua varietas kopi yakni kopi robusta pada lahan seluas 7.000 hektare dan kopi Arabica 2,8 hektare tersebar pada delapan kecamatan di Buleleng.
Adnyana menjelaskan pengembangan tanaman kopi di Buleleng memang sangat menjanjikan. Khusus untuk kopi robusta dikembangkan di ketinggian 200-800 meter dari permukaan laut. Sedangkan kopi Arabica yang memiliki nilai jual lebih mahal, biasanya dikembangkan di ketinggian 800 meter keatas. 1 kg kopi Arabica dalam bentuk gilingan kasar (kopi beras) saat ini laku dengan harga Rp 100.000. Hasil panennya pun sangat menggiurkan jika satu hektare lahan kopi dapat menghasilkan 450 kg kopi beras. Sedangkan varietas kopi robusta dengan hasil panen 600 kg kopi beras per hektarenya laku dengan harga Rp 40.000/kg.
Tentang hambatan dan potensi gagal panen yang dihadapi petani kopi, menurut Adnyana, sangat minim. Petani selama ini hanya menghadapi serangan hama penggerek buah yang sangat mudah diatasi. Hanya saja upaya pengembalian tanaman kopi di daerah Wanagiri dan sekitarnya memerlukan pemahaman mendalam bagi petani. Mereka yang terbiasa dengan hasil panen bunga pecah seribu setiap hari harus bersabar untuk menunggu tanaman kopinya berbuah. Namun Dinas Pertanian juga tidak melarang mereka tetap menanam tanaman bunga pecah seribu sebagai tanaman semusim di sela-sela tanaman kopi. “Kalau misalnya tetap ada tanaman sela, harus diperhatikan unsur kesuburan tanah, karena biasanya tanaman bunga semusim ini sangat boros dengan unsur hara,” ungkap dia. *k23
Dinas Pertanian Buleleng sudah menyiapkan 2.000 bibit tanaman kopi Arabica. Bibit ini akan diberikan kepada petani secara cuma-cuma. Kasi Pembenihan dan Perlindungan Perkebunan, Dinas Pertanian Buleleng I Gusti Agung Made Adnyana, Rabu (1/8), menjelaskan bantuan bibit tanaman kopi untuk petani Wanagiri dan sekitarnya merupakan salah satu upaya Pemkab Buleleng mengembalikan lahan pertanian yang dijadikan lahan semusim oleh petani. Hal itu pun lima tahun belakangan menyebabkan labilnya tanah di daerah pegunungan yang sangat berpotensi bencana longsor dan banjir bandang. “Terus kami lakukan pendekatan kepada petani untuk dapat mengembalikan mengembangkan tanaman kopi. Selain untuk memperkuat tanah di daerah puncak, juga prospek yang sangat bagus juga untuk petani,” kata dia.
Kata Adnyana, saat ini harga kopi hasil petani Kabupaten Buleleng merupakan salah satu komoditas unggulan dengan harga yang sangat stabil. Berbeda dengan komoditas cengkih dan tembakau. Sejauh ini di Buleleng dikembangkan dua varietas kopi yakni kopi robusta pada lahan seluas 7.000 hektare dan kopi Arabica 2,8 hektare tersebar pada delapan kecamatan di Buleleng.
Adnyana menjelaskan pengembangan tanaman kopi di Buleleng memang sangat menjanjikan. Khusus untuk kopi robusta dikembangkan di ketinggian 200-800 meter dari permukaan laut. Sedangkan kopi Arabica yang memiliki nilai jual lebih mahal, biasanya dikembangkan di ketinggian 800 meter keatas. 1 kg kopi Arabica dalam bentuk gilingan kasar (kopi beras) saat ini laku dengan harga Rp 100.000. Hasil panennya pun sangat menggiurkan jika satu hektare lahan kopi dapat menghasilkan 450 kg kopi beras. Sedangkan varietas kopi robusta dengan hasil panen 600 kg kopi beras per hektarenya laku dengan harga Rp 40.000/kg.
Tentang hambatan dan potensi gagal panen yang dihadapi petani kopi, menurut Adnyana, sangat minim. Petani selama ini hanya menghadapi serangan hama penggerek buah yang sangat mudah diatasi. Hanya saja upaya pengembalian tanaman kopi di daerah Wanagiri dan sekitarnya memerlukan pemahaman mendalam bagi petani. Mereka yang terbiasa dengan hasil panen bunga pecah seribu setiap hari harus bersabar untuk menunggu tanaman kopinya berbuah. Namun Dinas Pertanian juga tidak melarang mereka tetap menanam tanaman bunga pecah seribu sebagai tanaman semusim di sela-sela tanaman kopi. “Kalau misalnya tetap ada tanaman sela, harus diperhatikan unsur kesuburan tanah, karena biasanya tanaman bunga semusim ini sangat boros dengan unsur hara,” ungkap dia. *k23
1
Komentar