Warga Serangan Protes Penutupan Pantai
Pihak BTID membantah adanya penutupan, namun akses masuk warga dikhususkan karena dilakukan penataan jelang perhelatan World Bank dan International Monetary Fund (IMF)
DENPASAR, NusaBali
Warga Kelurahan Serangan, Denpasar Selatan, khususnya para nelayan, protes adanya penutupan akses masuk di sebelah timur Pantai Melasti Serangan oleh PT Bali Turtle Island Development (BTID). Penutupan tersebut dilakukan dengan alasan untuk menata kawasan tersebut sebagai tanggung jawab persiapan menjelang pertemuan tahunan International Monetary Fund (IMF)-World Bank atau disebut IMF-World Bank pada Oktober 2018.
Hal tersebut terungkap dalam pertemuan warga Serangan bersama PT BTID yang dijembatani oleh Asisten I Setda Kota Denpasar I Made Toya di Kantor Camat Denpasar Selatan, Jumat (3/8). Dalam pertemuan tersebut juga dihadirkan Kapolsek Denpasar Selatan, Bendesa Serangan, Camat Denpasar Selatan, Dinas PUPR, dan Ketua DPD Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Provinsi Bali.
Dalam pertemuan yang berlangsung sejak 09.30 Wita tersebut, warga Serangan yang diwakili bendesa adat dan tokoh masyarakat memprotes keras adanya penutupan akses masuk pantai. Sebab, pantai tersebut merupakan sektor mata pencaharian warga yang bekerja sebagai nelayan. Pelarangan dengan alasan penataan tersebut untuk menjaga keamanan, ketertiban, dan kebersihan wilayah, terkait pelaksanaan WB-IMF.
Dengan penutupan tersebut imbas yang ditimbulkan yakni pemotongan mata pencaharian mereka sehari-hari. Nelayan yang sebelumnya biasa masuk bebas, kini akses menuju pantai dilarang dan dijaga ketat.
Dalam pertemuan tersebut, Deputi GM Licencing dan Litigasi Anak Agung Buana yang diberikan berbicara pertama mengungkapkan, menjelang perhelatan WB-IMF pihaknya diminta supaya menyiapkan atau menjaga keamanan dan menata di kawasan Serangan. Dengan instruksi tersebut, pihaknya melaksanakan penyetopan drum di Pantai Lagun C dan penurunan turis-turis difokuskan lewat satu pintu termasuk masyarakat yang akan melaksanakan sembahyang.
Pihaknya mengelak adanya pelarangan akses masuk warga. Selama ini, kata dia, pihaknya tetap memberikan akses aktifitas warga namun dikhususkan. "Kami hanya melakukan tugas dan perintah agar melakukan penataan di kawasan tersebut. Apalagi drum-drum tersebut terlihat mengganggu di Pantai Lagun C. Menjelang WB-IMF itu harus dibereskan karena waktunya singkat. Selain itu, kotoran sapi juga sangat mengotori kawasan tersebut," ungkapnya.
Kata Agung Buana, pihaknya memang sengaja melakukan penjagaan di kawasan Serangan untuk kelancaran proses penataan baik dari infrastruktur serta kebersihannya. Sebab, selama ini sampah di kawasan Serangan cukup banyak karena pembuangan dari warga dan kotoran sapi yang mengotori kawasan tersebut. "Kami perlu membersihkan kawasan Serangan juga dari sampah dan kotoran sapi. Karena kami tidak memungkinkan mengangkat kotorannya saja sedangkan sapinya masih, kan sama saja akan kembali kotor," jelasnya.
Mendengar penjelasan tersebut, Bendesa Adat Serangan Made Sudana dibarengi warga membantah keterangan pihak PT BTID yang sudah memberikan akses. Menurut Sudana, sejak dilakukannya penataan persiapan WB-IMF tersebut, warga tidak diberikan masuk di kawasan pantai dengan alasan penataan. Selama ini, penataan tersebut, kata Sudana tidak pernah berkoordinasi dengan bendesa, lurah, dan warga Serangan.
Apalagi kata Sudana, dalam MoU sudah jelas mengatakan, jika PT BTID melakukan aktifitas harus berkoordinasi dengan warga dan bendesa serta lurah yang membawahi kawasan tersebut. "Kami tidak melarang bahkan mendukung dengan adanya penataan tersebut. Tapi tolong berikan kami solusi akses jalan masuk. Kami dari dulu mendukung kegiatan PT BTID untuk mengembangkan kawasan tersebut tapi koordinasi dulu dong," ujarnya.
Warga lainnya Wayan Loka menambahkan, penataan kawasan dan pengembangan kawasan Serangan tidak pernah ditolak oleh warga, bahkan sangat didukung. Namun, Loka menginginkan pihak PT BTID tidak main belakang melakukan proses pengembangan dan transparan kepada masyarakat. Sebab, selain penataan yang tidak berkoordinasi dengan desa, PT BTID yang mengaku akan membangun di kawasan tersebut hingga saat ini belum tampak pengembangan yang dilakukan.
Padahal kata Loka, izin yang dipegang oleh PT BTID hampir habis pada 7 Agustus 2018 ini tanpa ada hasil pengembangan. "Kami tidak pernah melarang dengan pengembangan Serangan bahkan kami menunggu kapan realisasinya karena sampai saat ini tidak ada pembangunan sedikitpun yang kami lihat. Kami butuh untuk pengembangan ekonomi masyarakat,” ujarnya. Selain itu, imbuh Loka, pihak PT BTID jika ingin menata kawasan tersebut juga harus memperhatikan tempat spiritual, dimana jalan melasti yang rencananya akan diubah harus dipertahankan. "Jika PT BTID ingin melakukan penataan infrastruktur tolong perhatikan juga jalan yang dipakai untuk melasti agar tidak diubah. Sebab, jalan tersebut merupakan jalan spiritual untuk warga Serangan. Jangan sampai jalan yang sudah menjadi akses bertahun-tahun untuk kegiatan keagamaan dirombak dan diubah kembali," lanjutnya.
Mendengar keluhan tersebut, Asisten I Setda Kota Denpasar I Made Toya langsung menengahi permasalahan tersebut. Dimana, dalam permasalahan tersebut dikatakan ada mis-komunikasi. Pihak PT BTID harusnya berkoordinasi sebelum melakukan aktifitas tersebut dan meminta persetujuan dengan masyarakat.
Selain itu, akses menuju pantai terutama untuk masyarakat nelayan atau masyarakat umum dan jalan menuju tempat sembahyang agar tidak ditutup. Pihak PT BTID wajib selalu berkoordinasi dengan Lurah Serangan dan Jro Bendesa Serangan setiap akan melaksanakan kegiatan yang dilakukan di wilayah Serangan. Selain itu, semua pihak baik masyarakat maupun PT BTID bersama-sama menjaga kebersihan, ketentraman dan ketertiban. *mi
Hal tersebut terungkap dalam pertemuan warga Serangan bersama PT BTID yang dijembatani oleh Asisten I Setda Kota Denpasar I Made Toya di Kantor Camat Denpasar Selatan, Jumat (3/8). Dalam pertemuan tersebut juga dihadirkan Kapolsek Denpasar Selatan, Bendesa Serangan, Camat Denpasar Selatan, Dinas PUPR, dan Ketua DPD Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Provinsi Bali.
Dalam pertemuan yang berlangsung sejak 09.30 Wita tersebut, warga Serangan yang diwakili bendesa adat dan tokoh masyarakat memprotes keras adanya penutupan akses masuk pantai. Sebab, pantai tersebut merupakan sektor mata pencaharian warga yang bekerja sebagai nelayan. Pelarangan dengan alasan penataan tersebut untuk menjaga keamanan, ketertiban, dan kebersihan wilayah, terkait pelaksanaan WB-IMF.
Dengan penutupan tersebut imbas yang ditimbulkan yakni pemotongan mata pencaharian mereka sehari-hari. Nelayan yang sebelumnya biasa masuk bebas, kini akses menuju pantai dilarang dan dijaga ketat.
Dalam pertemuan tersebut, Deputi GM Licencing dan Litigasi Anak Agung Buana yang diberikan berbicara pertama mengungkapkan, menjelang perhelatan WB-IMF pihaknya diminta supaya menyiapkan atau menjaga keamanan dan menata di kawasan Serangan. Dengan instruksi tersebut, pihaknya melaksanakan penyetopan drum di Pantai Lagun C dan penurunan turis-turis difokuskan lewat satu pintu termasuk masyarakat yang akan melaksanakan sembahyang.
Pihaknya mengelak adanya pelarangan akses masuk warga. Selama ini, kata dia, pihaknya tetap memberikan akses aktifitas warga namun dikhususkan. "Kami hanya melakukan tugas dan perintah agar melakukan penataan di kawasan tersebut. Apalagi drum-drum tersebut terlihat mengganggu di Pantai Lagun C. Menjelang WB-IMF itu harus dibereskan karena waktunya singkat. Selain itu, kotoran sapi juga sangat mengotori kawasan tersebut," ungkapnya.
Kata Agung Buana, pihaknya memang sengaja melakukan penjagaan di kawasan Serangan untuk kelancaran proses penataan baik dari infrastruktur serta kebersihannya. Sebab, selama ini sampah di kawasan Serangan cukup banyak karena pembuangan dari warga dan kotoran sapi yang mengotori kawasan tersebut. "Kami perlu membersihkan kawasan Serangan juga dari sampah dan kotoran sapi. Karena kami tidak memungkinkan mengangkat kotorannya saja sedangkan sapinya masih, kan sama saja akan kembali kotor," jelasnya.
Mendengar penjelasan tersebut, Bendesa Adat Serangan Made Sudana dibarengi warga membantah keterangan pihak PT BTID yang sudah memberikan akses. Menurut Sudana, sejak dilakukannya penataan persiapan WB-IMF tersebut, warga tidak diberikan masuk di kawasan pantai dengan alasan penataan. Selama ini, penataan tersebut, kata Sudana tidak pernah berkoordinasi dengan bendesa, lurah, dan warga Serangan.
Apalagi kata Sudana, dalam MoU sudah jelas mengatakan, jika PT BTID melakukan aktifitas harus berkoordinasi dengan warga dan bendesa serta lurah yang membawahi kawasan tersebut. "Kami tidak melarang bahkan mendukung dengan adanya penataan tersebut. Tapi tolong berikan kami solusi akses jalan masuk. Kami dari dulu mendukung kegiatan PT BTID untuk mengembangkan kawasan tersebut tapi koordinasi dulu dong," ujarnya.
Warga lainnya Wayan Loka menambahkan, penataan kawasan dan pengembangan kawasan Serangan tidak pernah ditolak oleh warga, bahkan sangat didukung. Namun, Loka menginginkan pihak PT BTID tidak main belakang melakukan proses pengembangan dan transparan kepada masyarakat. Sebab, selain penataan yang tidak berkoordinasi dengan desa, PT BTID yang mengaku akan membangun di kawasan tersebut hingga saat ini belum tampak pengembangan yang dilakukan.
Padahal kata Loka, izin yang dipegang oleh PT BTID hampir habis pada 7 Agustus 2018 ini tanpa ada hasil pengembangan. "Kami tidak pernah melarang dengan pengembangan Serangan bahkan kami menunggu kapan realisasinya karena sampai saat ini tidak ada pembangunan sedikitpun yang kami lihat. Kami butuh untuk pengembangan ekonomi masyarakat,” ujarnya. Selain itu, imbuh Loka, pihak PT BTID jika ingin menata kawasan tersebut juga harus memperhatikan tempat spiritual, dimana jalan melasti yang rencananya akan diubah harus dipertahankan. "Jika PT BTID ingin melakukan penataan infrastruktur tolong perhatikan juga jalan yang dipakai untuk melasti agar tidak diubah. Sebab, jalan tersebut merupakan jalan spiritual untuk warga Serangan. Jangan sampai jalan yang sudah menjadi akses bertahun-tahun untuk kegiatan keagamaan dirombak dan diubah kembali," lanjutnya.
Mendengar keluhan tersebut, Asisten I Setda Kota Denpasar I Made Toya langsung menengahi permasalahan tersebut. Dimana, dalam permasalahan tersebut dikatakan ada mis-komunikasi. Pihak PT BTID harusnya berkoordinasi sebelum melakukan aktifitas tersebut dan meminta persetujuan dengan masyarakat.
Selain itu, akses menuju pantai terutama untuk masyarakat nelayan atau masyarakat umum dan jalan menuju tempat sembahyang agar tidak ditutup. Pihak PT BTID wajib selalu berkoordinasi dengan Lurah Serangan dan Jro Bendesa Serangan setiap akan melaksanakan kegiatan yang dilakukan di wilayah Serangan. Selain itu, semua pihak baik masyarakat maupun PT BTID bersama-sama menjaga kebersihan, ketentraman dan ketertiban. *mi
Komentar