Temukan Fosil Kerang dan Gerabah dari Peradaban 2.000 Tahun Lalu
Pada lokasi galian juga ditemukan beberapa lapisan sedimentasi. Diperkirakan lapisan sedimen itu merupakan abu vulkanik Gunung Tambora yang meletus pada 10 April 1815.
Balar Denpasar Lakukan Ekskavasi di Tanjung Ser, Desa Pemuteran
SINGARAJA, NusaBali
Balai Arkeologi (Balar) Denpasar yang tengah melakukan ekskavasi di Tanjung Ser, Desa Pemuteran, Kecamatan Gerokgak, Buleleng, berhasil mengumpulkan ratusan serpihan gerabah dan fosil kerang. Sejumlah pecahan gerabah dan benda lainnya yang ditemukan di kawasan tersebut, yang berat totalnya mencapai puluhan kilogram, disebut sebagai sisa aktivitas kehidupan di peralihan zaman pra sejarah ke zaman sejarah.
Proses ekskavasi (penggalian yang dilakukan di tempat yang mengandung benda purbakala, Red) di wilayah Buleleng Barat itu dilakukan sejak 26 Juli 2018, dan akan berlangsung hingga 10 Agustus mendatang. Hasil ekskavasi sementara ini masih didominasi pecahan tembikar atau gerabah, dengan berhagai hiasan dan bentuk yang terbuat dari tanah liat. Selain itu juga ditemukan sejumlah fosil kerang. Dari pengamatan awal, diperkirakan pecahan tembikar dan fosil kerang itu berasal dari peradaban 2.000 tahun lalu.
Kepala Balar Denpasar Gusti Ngurah Suarbhawa, mengatakan sejauh ini pihaknya masih melakukan penggalian. Selanjutnya temuan-temuan itu akan diuji karbon, untuk mengetahui secara pasti usia temuan fosil dan artefak tersebut.
“Jadi ekskavasi ini kami lakukan menindaklanjuti temuan permukaan sebelumnya di sekitar kawasan ini. Dari temuan sementara ada kesamaan dengan artefak dan situs Gilimanuk dan sekitar Pulaki. Sisa aktivitas kehidupan ini perkiraan sementara ada sekitar dua ribu tahun sebelumnya,” kata Suarbhawa saat ditemui di lokasi ekskavasi di Tanjung Ser, Desa Pemuteran, Kecamatan Gerokgak, Sabtu (4/8).
Selain itu pada lokasi galian juga ditemukan beberapa lapisan sedimentasi. Di antaranya lapisan yang berwarna terang. Tim memperkirakan lapisan sedimen itu merupakan sedimen abu vulkanik Gunung Tambora di Bima, Pulau Sumbawa, Nusa Tenggara Barat (NTB), yang meletus pada 10 April 1815. Dahsyatnya letusan itu tidak hanya mencapai pulau tetangga, tetapi juga mengubur tiga kerajaan di lereng gunung beserta penduduknya.
Kemudian lapisan di bawah warna terang, yang berwarna abu-abu, juga diperkirakan abu vulkanik letusan Gunung Samalas di kompleks Gunung Rinjani, Pulau Lombok, NTB. Meletusnya gunung ini sekitar tahun 1257 Masehi, mangakibatkan terbentuknya Danau Segara Anak, yang merupakan danau vulkanik berair panas terbesar di dunia.
Suarbhawa tidak menampik jika kawasan pesisir laut Bali Utara memiliki potensi temuan situs sejarah sangat besar. Seperti temuan sebelumnya melalui penelitian di kawasan Pura Pulaki dan Pura Pabean, Uma Anyar, Kalang Anyar, yang masih dalam satu kaitan. Situs lainnya juga ditemukan di Desa Kalibukbuk hingga Buleleng Timur yang disebut posisi sangat strategis. Pihaknya selanjutnya akan melihat perkembangan data yang ada. Penelitian di pesisir pantai Buleleng juga tidak menutup kemungkinan dilanjutkan ke bagian Timur, untuk mengungkap kesejarahan Bali secara umum.
Untuk memastikan usia benda-benda peninggalan sejarah itu, pihak Balar akan meneliti lebih dalam dengan melakukan uji karbon. Setelah diketahui hasilnya, barulah didiseminasikan (diinformasikan) kepada masyarakat. Dengan demikian, masyarakat mendapatkan hak dan informasi terkait peninggalan sejarah yang ada di wilayahnya. Selanjutnya pihak Balar juga akan membawa sejumlah sampel untuk disimpan, sedangkan sisanya akan dikembalikan ke tempat semula. *k23
Komentar