Sekelumit Catatan tentang ‘Pasar Kaget’ DenPasar 2018
Harga setiap barang di Pasar Kaget ini tidak lebih dari Rp 50.000, bahkan ada yang bisa diambil secara cuma-cuma alias gratis.
GIANYAR, NusaBali
Ada yang unik di Toko Samasama, Ubud, Minggu (5/8). Beberapa seniman tampak sedang menggelar lapak yang diisi dengan berbagai karya seni buatan tangan serta benda-benda seken milik para seniman. Mulai dari tas kanvas lukis, tatakan gelas dari karung goni, hiasan rajut, sepatu kulit, sendal, baju, celana, kartu pos, jasa sketsa wajah, aksesoris wanita, buku, hingga katalog-katalog seni yang bisa didapatkan secara gratis.
Dinamakan Pasar Kaget karena harga yang dipatok tidak lebih dari Rp 50.000 – bahkan ada yang gratis, dalam kata lain sangat terjangkau untuk ukuran benda-benda seni karya seniman yang mungkin saja jika dijual di pasaran luar akan cukup mahal. Selain itu, dijual juga barang bekas milik para seniman yang sudah tidak terpakai namun kualitasnya masih terjaga.
Pasar Kaget ini hanya diadakan dari pukul 10.00 hingga 13.00 WITA pada setiap hari diadakannya. Acara ini pun tidak semata-mata ada. Adalah CushCush Gallery yang menjadi motor penggerak dari event Pasar Kaget ini, dalam rangka menyongsong event DenPasar 2018 yang akan dilaksanakan Oktober nanti.
Menurut Sagung Alit Satyari, selaku Asisten Gallery di CushCush Gallery, Pasar Kaget kali ini merupakan urutan keempat dari total 5 kali Pasar Kaget yang telah direncanakan sebelumnya. Pertama kali diadakan Juni 2018, masing-masing tempatnya yaitu, Kulidan Kitchen & Space Gianyar, Taman Baca Kesiman, Rumah Sanur Creative Hub, Toko Samasama Ubud, dan yang terakhir di Umah Seminyak, pada 17 Agustus 2018 nanti.
CushCush Gallery menggandeng para seniman yang telah berkarya di event DenPasar 2017 lalu untuk turut memeriahkan Pasar Kaget ini. Ada sekitar 8 seniman yang membuka lapaknya dari total 17 seniman yang ikut dalam DenPasar 2017. Ada juga beberapa komunitas seni lain di luar DenPasar 2017 yang turut bergabung. Kata Sagung, ide ini berangkat dari tema DenPasar 2017 yang bertajuk ‘Bahasa Pasar’ yang mana para seniman memamerkan karyanya dalam bentuk seni lukis dan fotografi kontemporer yang di baliknya terdapat cerita perihal pasar-pasar tradisional yang mereka temui di Denpasar, bahwa di balik hiruk-pikuk macet kendaraan serta industri kota ini, Denpasar masih kota yang sarat akan nilai, yang salah satunya bisa ditemui di pasar tradisional. Pusat dari segala aktivitas dan informasi berada.
“Ide Pasar Kaget ini tercetus dari tema DenPasar 2017 yang mengangkat soal ‘Bahasa Pasar’, dan kenapa kita tidak bikin pasar beneran? Tapi harganya harus murah. Tujuannya sih, ingin membuat suasana hangat antara penjual dan pembeli yang bisa saling tawar menawar dan bertukar informasi seputar proses berkarya karena biasanya kan di pasar banyak terjadi percakapan-percakapan semacam itu.” Tutur Sagung ketika diwawancarai NusaBali di tempat dan waktu yang sama.
Sagung pun berharap agar Pasar Kaget ini dapat terus ada dan dapat diikuti oleh segenap komunitas DenPasar dan komunitas-komunitas seni lainnya, agar terjalin keakraban serta jaringan yang lebih luas bagi para pecinta seni dan juga bisnis yang bergerak di bidang seni.
Nadjma dan Vifick merupakan salah dua dari beberapa seniman yang menggelar karyanya di Pasar Kaget. Keduanya bergerak di bidang yang berbeda. Nadjma ialah seorang Interior Desainer yang tampil dengan lukisan Pasar Kumbasari di DenPasar 2017, namun kali ini ia hadir dengan berbagai benda dari proyek pribadinya bernama SemBurArt dalam bentuk tas berbahan kain kanvas dengan corak yang unik serta beberapa benda buatan tangan lain seperti seni grafis cetak dan benda daur ulang yang berbahan karung goni. Harganya bervariasi dari Rp 5.000 hingga Rp 45.000 per buahnya.
Lain soal Nadjma, lain lagi soal Vifick. Seniman asal Malang ini tampil dengan karyanya yang bertajuk ‘Sekreneng Pasar’ yang membahas perihal Pasar Kreneng serta berbagai sejarah yang ada di baliknya. Kreneng menurut budayawan Sugi Lanus yang sempat ditemuinya adalah sebuah kranjang dari anyaman bambu yang sering dipakai masyarakat dahulu untuk berbelanja di pasar.
Berangkat dari karyanya dahulu, kini Vifick hadir dengan proyek pribadinya berupa foto-foto sampah yang dibingkai dalam nuansa kartu pos yang dinamakan ‘Trash Artifacts’ atau artefak sampah. Harganya Rp 5.000 untuk dua buah kartu pos. Yang unik dari karya ini ialah caranya menyisipkan sindiran halus namun menusuk untuk sampah plastik yang kian meresahkan, bahwa jika beribu tahun lalu para nenek moyang meninggalkan artefak berupa benda-benda arkeologi yang bisa kita temui sekarang dengan berbagai filosofinya, maka menjadi sebuah tanda tanya besar tentang peradaban apa yang akan kita tinggalkan pada generasi kita selanjutnya. Apakah artefak itu adalah sampah plastik ini? *ph
1
Komentar