Kerajinan Gedek Banjar Tegal di Ambang Kepunahan
Pengrajin gedek (anyaman bambu) di Banjar Tegal dan Denuma, Desa Kukuh, Kecamatan Marga, Tabanan, makin berkurang.
TABANAN, NusaBali
Pasalnya, permintaan pasar semakin hari semakin turun. Kerajinan turun temurun yang dirintis sejak tahun 1965 ini pun di ambang kepunahan. Sebagian besar kini beralih menjadi undagi sebagai tukang ukir. Sama halnya seperti kerajinan gedek menjadi primadona, cenik kelih tua bajang (semua umur) yang produktif menekuni kesenian ukiran kayu.
Kelian Dinas Banjar Tegal, I Nyoman Darmayasa mengatakan, pesanan gedek untuk plafon dan dinding mulai berkurang sejak tiga tahun terakhir. Biasanya yang membutuhkan gedek dalam jumlah banyak adalah proyek-proyek vila, hotel, maupun perumahan pribadi. Biasanya dipakai bedeng bangunan. Khusus gedek dari kulit bambu digunakan untuk plafon. “Dulu 100 persen di setiap pamesuan (rumah tangga) ada kerajinan gedek. Mereka yang menganyam bambu dari anak-anak hingga orang tua,” ungkap Darmayasa, Jumat (25/3).
Darmayasa menambahkan, pengrajin gedek di dua banjar bertetangga yakni Tegal dan Denuma bahkan sampai membentuk koperasi. Penjualan dan penyaluran gedek melalui koperasi. Mengenai bahan baku biasanya didatangkan dari kawasan Kecamatan Penebel Tabanan hingga dari Kabupaten Bangli. “Bahan baku sesungguhnya aman,” tandas Dokok, sapaan akrab Darmayasa. Dikatakan, kerajinan gedek sudah menjadi warisan turun temurun di kampungnya.
Meski bukan sebagai pekerjaan utama, namun hasil penjualan gedek terbukti mampu menyokong perekonomian krama. “Orangtua punya pekerjaan sampingan dan menghasilkan,” imbuh Dokok yang dikenal sebagai undagi (pembuat) pratima ini. Dia menegaskan, krama bukannya ingin meninggalkan warisan turun temurun berupa kerajinan gedek namun perlahan redup karena permintaan turun. Sebab saat ini yang membangun rumah kebanyakan menggunakan triplek dan kalsiboard untuk plafon.
Ditambahkan, pengrajin gedek di Banjar Tegal dan Denuma memproduksi dua jenis gedek. Terbuat dari kulit atau punggung bambu dan bagian dalam disebut gedek basang. Harga gedek kelas I yakni terbuat dari kulit atau punggung bambu ukuran 4x4 meter sebanyak 5 lembar seharga Rp 500 ribu. Sedangkan gedek kualitas II terbuat dari bagian dalam bambu ukuran 4x3 meter sebanyak 5 lembar seharga Rp 200 ribu.
Salah seorang pengrajin gedek, Ni Putu Padmi, 40, mengatakan sudah belajar buat gedek pada tahun 1988. Ketika itu ia masih duduk di kelas VI SD. Sepulang dari sekolah, usai makan dan ganti baju, ia dan teman-teman sebaya yang lain ikut menganyam bambu. Hingga sekarang ia masih bertahan sebagai pengrajin gedek. Sehari biasanya ia menyelesaikan 5 lembar gedeg, namun sekarang mulai mengurangi. Dalam sehari paling banyak menyelesaikan 3 lembar anyaman bambu. Dikatakan, ia dibantu suami untuk memotong dan membuatkan bahan anyaman. 7 cr61
1
Komentar