Pesankan 'Janji Tetaplah Janji'
Prof I Wayan Dibia, selaku pengamat seni Bali Mandara Mahalango menilai garapan ini terlalu banyak menghibur.
Barong Kunti Seraya di Bali Mandara Mahalango
DENPASAR, NusaBali
Kegiatan seni Bali Mandara Mahalango V tahun 2018 di Kalangan Ayodya Taman Budaya, Denpasar kembali diisi dengan garapan seni yang bertajuk ‘Barong Kunti Seraya’. Kisah mengenai janji Dewi Kunti yang tak kunjung ditepati ini dibawakan oleh Sanggar Tari Rare Angon yang bernaung dalam Banjar Tanggayuda, Desa Bongkasa, Kabupaten Badung. “Dewi Kunti yang tidak menepati janji Dewi Durga, sehingga Dewi Durga pun murka dan menghancurkan Kerajaan Astina,” tutur Kordinator Sanggar Tari Rare Angon, Nyoman Muliana, saat ditemui disela-sela pementasan, Senin (6/8) malam di Taman Budaya, Denpasar.
Muliana yang berposisi sebagai ketua sanggar sekaligus pemain mapang barong dalam garapannya ini pun menambahkan nantinya, anak dari Dewi Madri yang bernama Sadewa dikorbankan untuk meredam amarah Dewi Durga. “Tapi karena kebaikan dan kesaktian yang dimiliki Sadewa ia pun dapat menyelamatkan dirinya dan kejahatan pun dapat dimusnahkan,” tambah Muliana.
‘Barong Kunti Seraya’ ini pun memberi makna bahwa janji tetaplah sebuah janji yang mesti dibayar. “Kita punya janji atau utang harus diingat dan harus cepat dilunasi,” ujar Kordinator Sanggar Tari Rare Angon, Nyoman Muliana mengutarakan pesan garapannya.
Kesehariannya, Nyoman Muliana dan Sanggar Tari Rare Angon tampil di Stage Uma Dewi yang beralamat di Jalan Waribang. Menurut penuturan Muliana, baik dirinya maupun sanggarnya telah terbiasa membawakan lakon layaknya garapan ini. “Garapan ini sudah biasa kita tampilkan, tapi untuk di sanggar kami tidak hanya berpatokan dengan garapan ini,” terang Muliana.
Sebab, Sanggar Tari Rare Angon yang telah berdiri sejak tahun 2000 turut memberikan pengajaran mengenai topeng wali, wayang, barong, dan rangda. Dari kesehariannya yang tampil di Stage Uma Dewi, dirinya memperoleh Rp 50 ribu belum termasuk saweran dari turis yang menyaksikkannya. Selama 18 tahun berdiri, Muliana tak sepeser pun memungut biaya latihan di sanggarnya yang keanggotaannya telah mencapai kisaran 80 orang.
Melihat garapan Barong Kunti Seraya dari Sanggar Tari Rare Angon, Prof I Wayan Dibia (pengamat seni Bali Mandara Mahalango) menuturkan garapan ini terlalu banyak menghibur. “Terlalu banyak lucu-lucu sehingga kesan dramatik dari lakon ini jadi hilang,” ujar Dibia.
Prof Dibia pun menambahkan garapan ini termasuk lakon serius. “Ini kan lakon Sudhamala, lakon dikorbankannya Sahadewa, ini lakon yang serius jangan dibuat begini,” tegasnya.
Prof Dibia pun menambahkan garapan ini diselamatkan oleh tarian mapang barong yang luar biasa. “Sayang sekali tarian mapang barong yang bagus, ketika masuk lakon jadi keluar konteks,” keluh Dibia. Sebagai pengamat seni, Dibia pun mengharapkan agar kesenian seperti ini bisa mendapatkan pembinaan agar garapan menjadi jelas dan tidak keluar pada esensi yang sebenarnya. *ind
DENPASAR, NusaBali
Kegiatan seni Bali Mandara Mahalango V tahun 2018 di Kalangan Ayodya Taman Budaya, Denpasar kembali diisi dengan garapan seni yang bertajuk ‘Barong Kunti Seraya’. Kisah mengenai janji Dewi Kunti yang tak kunjung ditepati ini dibawakan oleh Sanggar Tari Rare Angon yang bernaung dalam Banjar Tanggayuda, Desa Bongkasa, Kabupaten Badung. “Dewi Kunti yang tidak menepati janji Dewi Durga, sehingga Dewi Durga pun murka dan menghancurkan Kerajaan Astina,” tutur Kordinator Sanggar Tari Rare Angon, Nyoman Muliana, saat ditemui disela-sela pementasan, Senin (6/8) malam di Taman Budaya, Denpasar.
Muliana yang berposisi sebagai ketua sanggar sekaligus pemain mapang barong dalam garapannya ini pun menambahkan nantinya, anak dari Dewi Madri yang bernama Sadewa dikorbankan untuk meredam amarah Dewi Durga. “Tapi karena kebaikan dan kesaktian yang dimiliki Sadewa ia pun dapat menyelamatkan dirinya dan kejahatan pun dapat dimusnahkan,” tambah Muliana.
‘Barong Kunti Seraya’ ini pun memberi makna bahwa janji tetaplah sebuah janji yang mesti dibayar. “Kita punya janji atau utang harus diingat dan harus cepat dilunasi,” ujar Kordinator Sanggar Tari Rare Angon, Nyoman Muliana mengutarakan pesan garapannya.
Kesehariannya, Nyoman Muliana dan Sanggar Tari Rare Angon tampil di Stage Uma Dewi yang beralamat di Jalan Waribang. Menurut penuturan Muliana, baik dirinya maupun sanggarnya telah terbiasa membawakan lakon layaknya garapan ini. “Garapan ini sudah biasa kita tampilkan, tapi untuk di sanggar kami tidak hanya berpatokan dengan garapan ini,” terang Muliana.
Sebab, Sanggar Tari Rare Angon yang telah berdiri sejak tahun 2000 turut memberikan pengajaran mengenai topeng wali, wayang, barong, dan rangda. Dari kesehariannya yang tampil di Stage Uma Dewi, dirinya memperoleh Rp 50 ribu belum termasuk saweran dari turis yang menyaksikkannya. Selama 18 tahun berdiri, Muliana tak sepeser pun memungut biaya latihan di sanggarnya yang keanggotaannya telah mencapai kisaran 80 orang.
Melihat garapan Barong Kunti Seraya dari Sanggar Tari Rare Angon, Prof I Wayan Dibia (pengamat seni Bali Mandara Mahalango) menuturkan garapan ini terlalu banyak menghibur. “Terlalu banyak lucu-lucu sehingga kesan dramatik dari lakon ini jadi hilang,” ujar Dibia.
Prof Dibia pun menambahkan garapan ini termasuk lakon serius. “Ini kan lakon Sudhamala, lakon dikorbankannya Sahadewa, ini lakon yang serius jangan dibuat begini,” tegasnya.
Prof Dibia pun menambahkan garapan ini diselamatkan oleh tarian mapang barong yang luar biasa. “Sayang sekali tarian mapang barong yang bagus, ketika masuk lakon jadi keluar konteks,” keluh Dibia. Sebagai pengamat seni, Dibia pun mengharapkan agar kesenian seperti ini bisa mendapatkan pembinaan agar garapan menjadi jelas dan tidak keluar pada esensi yang sebenarnya. *ind
Komentar