Pasar Tradisional dan Modern Didorong Bermitra
Pasar tradisional diisyaratkan tak hanya bisa pasrah menyusul merambahnya toko atau pasar modern, hingga ke pelosok desa.
DENPASAR, NusaBali
Sebaliknya pasar tradisional, mesti berbenah baik menyangkut permodalan, manajemen, produk dan harga, sebagaimana yang diterapkan pasar modern. Di pihak lain, pemerintah diharap mengambil langkah bijak mengatur keberadaan pasar modern dan mendorong kemitraan saling menguntungkan antara pasar tradisional dan pasar modern.
Hal tersebut terungkap dalam Seminar Ekonomi dan Mini Market Berjaringan Nasional di Hotel Fame, Sunset Road Kuta, Jumat (10/8). “Dari segi hukum bisnis, terus era global dan digital, tidak ada yang salah dengan perkembangan pasar modern berjejaring,” ujar Ketua Kadin Bali Anak Agung Ngurah Alit Wiraputra. Karena lanjutnya, semua orang dimana pun bisa berusaha.
Namun demikian, kata Alit Wiraputra, sapaan Anak Agung Ngurah Alit Wiraputra, mesti ada perlindungan terhadap warung maupun toko milik masyarakat,terutama di pedesaan. Misalnya izin pasar modern diperketat, cukup hanya sampai di kecamatan saja. “Segera buatkan Perda atau Perbup,” ujarnya dalam seminar yang dilaksanakan LKBN Antara, Kadin Bali dan Bank Indonesia.
Sebaliknya toko modern yang tidak mematuhi izin harus ditertibkan. Kata Alit Wiraputra, dia berharap, pengambil kebijakan di daerah, dapat mengarahkan kemitraan saling menguntungkan antara pasar modern dan pasar tradisional. Terhadap pasar tradisional atau pengelola toko tradisional, kata Alit Wiraputra tidak salah menerapkan sisi-sisi positif pasar modern. Mulai dari pelayanan, kenyamanan dan ketersediaan produk dan harga. “Pembeli tentu akan datang jika produk lengkap dan harga bersaing,” dorongnya.
Sementar aitu owner Coco Mart Nengah Natyanta, mengamini pasar maupun pasar tradisional harus bangkit dan bisa bersaing. “Pasar tradisional harus bisa dibuat jadi modern,” ujarnya. Modern yang dimaksud Natyanta, berubah menjadi lebih baik sesuai dengan perkembangan teknologi, pemanfaatan IT, tim pengembangan dan yang lainnya. “ Jika tak dibenani dan berubah, akan ketinggalan tersaingi ritel skala nasional,” ujar pebisnis ritel asal Karangasem ini.
Sementara Asosiasi Pelaku Usaha Ritel Indonesia (Aprindo) Bali menggeber data dan fakta soal perkembangan dan peran bisnis ritel dalam pertumbuhan perekonomian, baik nasional dan daerah. Sekretaris Aprindo Made Abdi Negara, memaparkan bagaimana usaha ritel berimbas terhadap pertumbuhan lapangan kerja. Dia mencontohkan soal lapangan kerja. Dalam sebulan, usaha ritel di Bali menyediakan sekitar 300 lowongan kerja. Pendapatannya, juga sudah mengacu UMR. Namun demikian, karena berbagai alasan, tidak semua lowongan tersebut dimanfaatkan tenaga kerja lokal. " Sehingga teman- teman ritel juga mesti mendatangkan tenaga dari luar," ungkapnya.
Sebelumnya Abdi Negara juga menjelaskan klasifikasi antara mini market, supermarket sesuai undang- undang. Dia juga menyinggung keberadaan toko kelontong yang didesain relatif sama dengan minimarket, namun diduga tak jelas perizinan. Ditengarai jumlahnya banyak dan sangat berpotensi menggerogoti segmen pasar tradisional. “Ini yang mesti juga mesti jadi perhatian,” ujarnya. Selain ancaman ke depan nanti, muncul toko-toko otonom berbabasis aplikasi (tanpa pegawai, tanpa kasir dan lainnya) sebagaimana yang telah menggejala di luar. *k17
Hal tersebut terungkap dalam Seminar Ekonomi dan Mini Market Berjaringan Nasional di Hotel Fame, Sunset Road Kuta, Jumat (10/8). “Dari segi hukum bisnis, terus era global dan digital, tidak ada yang salah dengan perkembangan pasar modern berjejaring,” ujar Ketua Kadin Bali Anak Agung Ngurah Alit Wiraputra. Karena lanjutnya, semua orang dimana pun bisa berusaha.
Namun demikian, kata Alit Wiraputra, sapaan Anak Agung Ngurah Alit Wiraputra, mesti ada perlindungan terhadap warung maupun toko milik masyarakat,terutama di pedesaan. Misalnya izin pasar modern diperketat, cukup hanya sampai di kecamatan saja. “Segera buatkan Perda atau Perbup,” ujarnya dalam seminar yang dilaksanakan LKBN Antara, Kadin Bali dan Bank Indonesia.
Sebaliknya toko modern yang tidak mematuhi izin harus ditertibkan. Kata Alit Wiraputra, dia berharap, pengambil kebijakan di daerah, dapat mengarahkan kemitraan saling menguntungkan antara pasar modern dan pasar tradisional. Terhadap pasar tradisional atau pengelola toko tradisional, kata Alit Wiraputra tidak salah menerapkan sisi-sisi positif pasar modern. Mulai dari pelayanan, kenyamanan dan ketersediaan produk dan harga. “Pembeli tentu akan datang jika produk lengkap dan harga bersaing,” dorongnya.
Sementar aitu owner Coco Mart Nengah Natyanta, mengamini pasar maupun pasar tradisional harus bangkit dan bisa bersaing. “Pasar tradisional harus bisa dibuat jadi modern,” ujarnya. Modern yang dimaksud Natyanta, berubah menjadi lebih baik sesuai dengan perkembangan teknologi, pemanfaatan IT, tim pengembangan dan yang lainnya. “ Jika tak dibenani dan berubah, akan ketinggalan tersaingi ritel skala nasional,” ujar pebisnis ritel asal Karangasem ini.
Sementara Asosiasi Pelaku Usaha Ritel Indonesia (Aprindo) Bali menggeber data dan fakta soal perkembangan dan peran bisnis ritel dalam pertumbuhan perekonomian, baik nasional dan daerah. Sekretaris Aprindo Made Abdi Negara, memaparkan bagaimana usaha ritel berimbas terhadap pertumbuhan lapangan kerja. Dia mencontohkan soal lapangan kerja. Dalam sebulan, usaha ritel di Bali menyediakan sekitar 300 lowongan kerja. Pendapatannya, juga sudah mengacu UMR. Namun demikian, karena berbagai alasan, tidak semua lowongan tersebut dimanfaatkan tenaga kerja lokal. " Sehingga teman- teman ritel juga mesti mendatangkan tenaga dari luar," ungkapnya.
Sebelumnya Abdi Negara juga menjelaskan klasifikasi antara mini market, supermarket sesuai undang- undang. Dia juga menyinggung keberadaan toko kelontong yang didesain relatif sama dengan minimarket, namun diduga tak jelas perizinan. Ditengarai jumlahnya banyak dan sangat berpotensi menggerogoti segmen pasar tradisional. “Ini yang mesti juga mesti jadi perhatian,” ujarnya. Selain ancaman ke depan nanti, muncul toko-toko otonom berbabasis aplikasi (tanpa pegawai, tanpa kasir dan lainnya) sebagaimana yang telah menggejala di luar. *k17
1
Komentar