Sempat Telepon Istri Agar Jaga Ibundanya
Dari 8 korban tewas dalam musibah jatuhnya pesawat Dimonim Air PK-HVQ di Gunung Menuk, Pegunungan Bintang, Kabupaten Oksibil, Papua, Sabtu (11/8), satu di antaranya putra Bali.
Kematian Tragis Co Pilot Wayan Sugiarta
DENPASAR, NusaBali
Dia adalah I Wayan Sugiarta, 44, Co Pilot pesawat Dimonim Air PK-HVQ. Sesaat sebelum tewas, korban Wayan Sugiarta sempat teleponan dengan istri, Ni Komang Sri Maheni, 37, seraya berpesan agar menjaga ibundanya.
Selama ini, korban Wayan Sugiarta tinggal bersama istrinya, Ni Komang Sri Marheni, di Jalan Raya Gedong Sari II Nomor 4 Mumbul, Kelurahan Benoa, Kecamatan Kuta Selatan, Badung. Mereka hanya tinggal berdua di sana, karena belum kunjung dikaruniai momongan setelah lama menikah. Sedangkan keluarga besar almarhum tinggal di kampung halamannya yakni Banjar Pande Besi, Desa Budakeling, Kecamatan Bebandem, Karangasem.
Saat musibah maut terjadi, korban Wayan Sugiarta yang lulusan Taman Pilot Playing School, Jakarta Timur terbang mendampingi Pilot Kapten Lessie. Pesawat Dimonim Air PK-HVQ yang diterbangkannya take off dari Bandarara Tanah Merah Kabupaten Boven Digoel, Provinsi Papua, menuju Bandara Oksibil di Pegunungan Bintang. Ternyata, dalam perjalanan, pesawat ini hilang kontak di ketinggian 7.000 kaki, Sabtu siang pukul 14.00 WIT. Akhirnya, pesawat Dimonim Air PK-HVQ ditemukan jatuh di Gunung Menuk, Pegunungan Bintang, Kabupaten Oksibil. Dari 9 orang dalam pesawat termasuk 7 penumpang, hanya satu orang yang ditemukan selamat. Sedangkan korban tewas termasuk Ci Polot Wayan Sugiarta dan Pilot Kapten Lessie.
Menurut bibi korban Wayan Sugiarta, yakni Ni Wayan Suparmi, berita duka kematian sang keponakan di Papua baru diterima pihak keluarganya di Desa Budakeling, Sabtu malam pukul 19.00 Wita. “Kami semua terkejut menerima kabar duka ini,” ungkap Wayan Suparmi saat ditemui NusaBali di rumah duka kawasan Banjar Pande Besi, Desa Bu-dakeling, Senin (13/8).
Menurut Suparmi, pihak keluarga shock dengan berita duka ini. Bahkan, ibunda korban, Ni Kadek Nyampuh, 62, sampai harus dilarikan ke rumah sakit. Hingga Senin kemarin, perempuan berusia 62 tahun yang memiliki riwayat sakit jantung tersebut masih dirawat di RS Prima Medika Denpasar dengan ditunggui menantunya, Komang Sri Maheni (istri korban Sugiarta).
Ditemui NusaBali di RS Prima medika Denpasar, Senin kemarin, istri almarhum yakni Komang Sri Maheni mengatakan, suaminya sudah sejak lama menjadi pilot. Almarhum merupakan lulusan Juanda Flying School, Surabaya tahun 1995. Bahkan, almarhum sempat pula mengenyam pendidikan di Welington, Selandia Baru.
Lulus dari Juanda Flying School, almarhum Sugiarta lanjut meniti karier di bidang penerbangan hingga menjadi pilot tahun 2007. “Dia bukan Co Plot. Dulu saya ikut sama suami di Pekanbaru, Riau, tugas keliling. Terus sejak tahun 2011, saya tinggal di rumah,” cerita Sri Marheni.
Sesaat sebelum kejadian maut, kata Sri Maheni, almarhum suaminya sempat berkomun-ikasi lewat video call dengan dirinya. Dalam percakapan itu, almarhum sempat me-ngatakan rindu rumah dan titip pesan untuk menjaga ibundanya, Kaden Nyampuh. “Dia cuma bilang kangen dan sempat pesan buat menjaga ibu. Kepikiran, itu video terakhir dan dia bilang gitu,” ujar perempuan berusia 37 tahun ini sambil menangis.
Sedangkan ibunda korban, Kadek Nyampuh, mengaku sempat berkomunikasi per telepon dengan almarhum Sugiarta sebelum tewas. Kadek Nyampuh menangkap suara putranya terasa berbeda. Namun, saat itu putranya hanya mengatakan sedang kelelahan. “Paginya dapat nelepon, saya tanya kenapa suaranya gitu? Dia bilang cuma kecapean. Sudah berapa kali terbang. Saya bilang istirahat dulu. Habis itu, dia juga cerita kalau di sana banyak nyamuk. Saya kan nggak ngerti gimana di sana. Saya ingatkan pakai obat nyamuk,” kenang Kadek Nyampuh di ruang perawatan RS Prima Medika Denpasar kemarin.
Kadek Nyampuh sebenarnya sudah memiliki firasat buruk. Seminggu sebelum putranya tewas mengenaskan, Kadek Nyampuh merasa sangat ketakutan, seolah ada hal buruk akan terjadi pada keluarganya. Pikiran Nyampuh tertuju pada keadaan almarhum Sugiarta yang tengah merantau. Ternyata, sang anak mengalami musibah maut di Papua.
Nyampuh sendiri mengaku sempat melarang almarhum Sugiarta untuk bertugas di Papua. Sebab, dia khawatir melihat medan Papua yang begitu luas dan kemungkinan-kemungkinan buruk yang terjadi. Dia bahkan menyarankan putra sulungnya itu untuk mencari pekerjaan lain.
“Dulu saya sempat larang saat berangkat, saya minta dia cari pekerjaan lain. Saya tanya, ada kejadian pilot ditembak di sana (Papua, Red), kenapa kamu kok senang sekali ke sana? Dia bilang senang di sana karena alamnya masih jernih, dan orang di sana juga baik-baik. Selain itu, suasananya jauh dari keramaian,” kenang Nyampuh.
Sementara itu, jenazah koban Sugiarta dijadwalkan akan tiba di rumah duka di Banjar Pande Besi, Desa Budakeling, Selasa (14/8) ini. Namun, hingga Senin kemarin belum diputuskan, kapan jenazah almarhum Sugiartha akan diupacarai. Yang jelas, di Desa Pakraman Budakeling akan ada upacara pernikahan pada Sukra Wage Uye, Jumat (17/8). Sesuai tradisi yang berlaku karena ada upacara pernikahan, maka jenazah almarhum Sugiartha akan langsung ditidurkan.
"Buat sementara, berita meninggal ini belum diberitahukan kepada keluarga besar dan dadia. Nanti usai upacara pernikahan tuntas, barulah melaporkan ke kelian dadia dan diberitakan telah meninggal," papar bibi koban, Wayan Suparmi. "Nanti hari Selasa baru ada keputusan keluarga terkait kelanjutan upacara jenazah keponakan saya ini,” sambung paman korban, Jro Mangku Made Kerti.
Almarhum Sugiarta merupakan anak sulung dari tiga bersaudara keluarga pasangan I Made Kertiasa, 67, dan Ni Kadek Nyampuh, 62. Kendati tinggal di rantau, almarhum rajin pulang kampung jika ada upacara. Kurang dari sebulan sebelum tewas mengenaskan, almarhum Sugiartha sempat menggelar upacara pengabenan neneknya, Ni Ketut Pugleg Taman, di Banjar Pande Besi, Desa Budakeling pada Radite Umanis Merakih, Minggu, 15 Juli 2018 lalu. “Saat itu, keponakan saya ini beberapa lama di rumah untuk mengabenkan neneknya,” ungkap Suparmi.
Sementara, rumah tinggal almatrhum Wayan Sugiartha di kawasan Mumbul, Kecamatan Kuta Selatan, Badung tampak sepi, Senin kemarin. Pantauan NusaBali, pintu gerbang rumahnya terkunci rapat. Menurut tetangga sebelah rumahnya, I Made Jamin, pihaknya tak menyanggka almarhum Sugiartha yang dikenalnya cukup baik tewas dalam kecelakaan pesawat.
Made Jamin memaparkan, sebelum berangkat kerja hingga akhirnya tewas akibat kecelakaan pesawat, almarhum Sugiartha sempat menanam rumput di halaman rumahnya kawasan Jalan Gedong Sari II Nomor 4 Mumbul. “Ternyata, berangkat kerja usai tanam rumput, almarhum justru berpulang buat selamanya,” kenang Made Jamin kepada NusaBali di Mumbul, Senin kemarin.
Menurut Made Jamin, dirinya pertama kali mengetahui ada pesaweat jatuh di Papua dari anaknya yang saat itu sedang melihat tayangan televisi. Namun, saat itu dia belum tahu kalau yang menjadi korban adalah tetangganya sendiri, almarhum Sugiartha.
“Hari Sabtu sore, saya kaget ada dua orang mendatangi rumah almarhum. Saat itulah kami baru tahu bahwa yang turut menjadi korban kecelakaan peswat tersebut adalah almarhum. Padahal, dua minggu sebelumnya, saya sempat ngobrol panjang lebar denga almarhum. Saat itu dia menanam rumput di halamn rumahnya,” cerita Made Jamin. *ind,k16,po
Komentar