nusabali

Fragmentari Martalangu, Karya Eksplorasi Cerita Panji dalam Topeng

  • www.nusabali.com-fragmentari-martalangu-karya-eksplorasi-cerita-panji-dalam-topeng

Cerita Panji telah menjadi bagian dari Memory of The World dalam warisan dunia UNESCO.

DENPASAR, NusaBali
Inilah yang membuat Prof Dr I Made Bandem memacu dirinya untuk mengeksplorasi cerita Panji. Melalui garapan Fragmentari Martalangu, Prof Bandem ingin mengeksplorasi cerita Panji. Bali Mandara Mahalango yang sudah berlangsung kali kelima ini memberikan semangat penciptaan tersendiri bagi Prof Bandem. Pasalnya, ia yang mendapat giliran menggarap gelar seni teater tradisi membidik cerita Panji sebagai landasan garapannya. Menurut Prof Bandem, ini momen yang pas, karena garapan eksplorasi ini juga lahir saat Bali Mandara Mahalango.

“Hanya ingin membuat budaya Panji dalam topeng. Arja pakai Panji, Gambuh pakai Panji, dan sekarang saya bereksperimen bagaimana sih kalau cerita Panji masuk ke dalam topeng,” jelasnya di sela-sela pementasan di kalangan Ratna Kanda, Taman Budaya, Denpasar, Minggu (12/8) malam.

Selama proses pencarian karakter topeng dalam cerita Panji, Prof Bandem pun tak ingin gegabah menciptakan tapel atau topeng untuk garapan fragmentari yang bertajuk Martalangu. “Ini tidak pakai topeng dulu karena orang barat itu menganggap make up is topeng, jadi di sini kita ajak body painter dulu,” ujarnya. Namun, Prof Bandem tetap mencari bagaimana topeng yang sesuai untuk cerita Panji yang digarapnya. Topengnya sendiri digarap oleh seniman asal Singapadu Cokorda Raka Tisnu. Pementasan yang ditampilkan tak hanya Fragmentari Martalangu, sebelumnya terdapat dua garapan yakni Tabuh Jaya Semara dan Tari Tresna Asih.

Proses penciptaan fragmentari Majalangu memakan waktu 3 (tiga) bulan. Tak hanya Prof Bandem, garapan fragmentari ini juga melibatkan sosok sang istri, Suasthi Widjaja Bandem yang bernaung dalam Sanggar Seni Makaradhwaja, Singapadu, Gianyar. “Masih tahap mencari, makanya tadi itu saya sedikit kaget kok wajah sisyanya belum tenget,” ungkap Prof Bandem mengkritisi garapannya sendiri.

Menyadari garapan ini adalah sebuah eksplorasi, Prof Dr I Wayan Dibia selaku kurator Bali Mandara Mahalango V mengkritisi sekaligus memuji garapan karya Prof Made Bandem. “Ini sebuah sendratari, bagus ini eksplorasi hanya saja harmonisasinya perlu diperhatikan,” kata Prof Dibia.

Harmonisasi yang dimaksudnya, yakni keselarasan antara gamelan dengan gerakan para penari. Kapan penari bisa menjadi roh gamelan dan kapan gamelan bisa menjadi roh penari, itulah yang perlu diperhatikan. Selain itu, Prof Dibia pun menuturkan, bahwa sebuah garapan juga membutuhkan relevansi, yakni kesesuaian dengan kehidupan sehari-hari. “Ini semuanya kan seniman yang sudah punya jam terbang tinggi jadi sudah sangat bagus,” kata Prof Dibia sembari menyebut secara keseluruhan, baik gerakan penari maupun tabuh yang disajikan sudah baik. *ind

Komentar