Perkenalkan Mesin Pemotong Rumput Tenaga Surya
Mata pisau pada mesin pemotong rumput bertenaga surya bisa diganti-ganti, sehingga bisa digunakan di sawah maupun halaman.
Agung Putra Dhyana, Inovator dari Desa Geluntung, Kecamatan Marga, Luncurkan Karya Terbaru
TABANAN, NusaBali
Agung Putra Dhyana, 47, yang akrab disapa Gung Kayon, kembali meluncurkan hasil karya inovasinya. Inovator dari Banjar Geluntung Kaja, Desa Geluntung, Keca¬matan Mar¬ga, Tabanan, yang selalu memanfaatkan tenaga surya itu, meluncurkan karyanya berupa mesin pemotong rumput serta kendaraan roda 2 dan kendaraan roda 3.
Inovasi baru itu diperkenalkan dalam acara Pencanangan Inisiatif GusTu EBT (Gugus Tugas Energi Baru Terbarukan) yang digelar di Balai Masyarakat Banjar Geluntung Kaja, Desa Geluntung, Sabtu (19/3). Acara tersebut dihadiri oleh Satgas Percepatan Pengembangan Energi Baru Terbarukan (P2EBT) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral RI Rezal Kusumaatmadja.
Pemotong rumput yang diperkenalkan dapat berfungsi ganda, dapat digunakan di sawah, dapat juga digunakan sebagai pemotong rumput di halaman. Sebab mata pisau tersebut dapat diganti-ganti.
Agung Putradhyana atau akrab dipanggil Gung Kayon, mengatakan, kegiatan tersebut diharapkan menjadi awal dari dikembangkannya revolusi energi melalui benda-benda aplikatif yang dapat mengurangi emisi gas buang dan suara.
Benda-benda aplikatif yang dimaksud antara lain Bali (bajak listrik) dan mesin perontok padi, dan kini ditambah lagi alat pemotong rumput tenaga surya.
Pembeli pertama pemotong rumput tenaga surya hasil karya Gung Kayon adalah I Dewa Gede Adi Wirawan, warga setempat. Sedangkan motor roda 3 yang menggunakan tenaga surya telah dipesan. Pemesannya adalah salah seorang lurah di Kota Denpasar.
Gung Kayon berharap, benda-benda inovatif hasil karyanya seperti mesin perontok padi, pembajak sawah, hingga pemotong rumput, ini ke depanya bisa dirasakan manfaatnya oleh masyarakat, dan bisa dikembangkan di desanya. “Diharapkan, petani yang ada di Tabanan bisa merasakan manfaat hasil karya seperti ini,” jelasnya.
Harapan jangka panjang, setelah karya inovasinya bisa dikembangkan di desa, dan dirasakan manfaatnya, bisa dibentuk gugus tugas melibatkan pemuda setempat. Gugus tugas tersbeut rencananya dibagi menjadi tiga. Gugus pertama bertugas belajar soal teknis, misalnya cara pemeliharaan alat. Gugus kedua bertugas memberikan informasi, dan gugus ketiga mengelola pendanaan. “Dalam hal ini, mahasiswa elektro dan teknik mesin juga kita libatkan untuk mempermudah pengembangan,” tutur Gung Kayon.
Sementara itu, Camat Marga I Made Murdika, mengatakan, Gung Kayon adalah sosok yang inovatif, dan wajib mendapatkan apresiasi terhadapnya. Apalagi hasil karyanya ramah lingkungan. “Ke depanya masyarakat harus mampu menciptakan sumber energi sendiri, supaya mengurangi beban PLN,” ujar Murdika.
Sebelumnya Gung Kayon telah menggunakan tenaga surya untuk pasokan energi listrik di kediamannya. Atap bangunan rumahnya terisi solar cell wafer (panel surya).
Bukan hanya bangunan induk di rumah Gung Kayon yang atapnya dipenuhi solar cell wafer (panel surya). Peralatan panel surya terse¬but juga menghiasi seluruh atap bangunan lainnya, mulai Bale Daja, Bale Dangin, Dapur, hingga Merajan (Pura Keluarga). Inovasi menyerap energi matahari men¬ja¬di pembangkit tenaga listrik tersebut sudah dilakukan Gung Kayon sejak tahun 1996 silam.
Gung Kayon mengaku terinspirasi menggunakan listrik tenaga surya untuk menciptakan energi yang ramah lingkungan. Selain itu, dia sekaligus ingin memperkenalkan kepada masyarakat energi baru terbarukan. Ji¬¬ka masyarakat mulai beralih ke panel surya untuk kebutuhan listrik, maka ke¬kh¬a¬watiran krisis energi listrik bisa terpatahkan.
Menurut Gung Kayon, sampai saat ini pihaknya masih berlangganan listrik PLN, meskipun sejatinya sudah siap beralih 100 persen ke listrik energi surya. Saat ini, listrik dari PLN itu hanya dipasang di bangunan Bale Daja, tempat ibu kandung¬nya, I Gusti Ayu Made Sulandri, kesehariannya beristirahat.
“Saya masih pasang listrik PLN untuk jaga perasaan ibu saja. Sebab, beliau mera¬sa nyaman dengan lis¬trik PLN,” ungkap Gung Kayon, Minggu (24/1/2016).
Namun, bangunan di luar Bale Daja, menurut Gung Kayon, semuanya telah me¬ng¬gunakan listrik sumber energi matahari. Dengan pemakaian listrik energi surya ini, Gung Kayon bisa berhemat. Dia hanya perlu Rp 20.000 per bulan untuk bayar rekening listrik PLN dengan daya 1.300 Watt.
Padahal, rumah tangga lainnya di Banjar Geluntung Kaja, Desa geluntung yang menggunakan daya 1.300 Watt, rata-rata bayar listrik hingga Rp 300.000 per bu¬lan. “Saya hanya cangcang (nyalakan terus menerus) listrik PLN di Bale Daja sa¬ja,” pa¬par lulusan Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Unud tahun 1998 ini.
Gung Kayon memaparkan, dengan listrik energi surya yang digunakan sejak 20 tahun terakhir, dirinya bisa beraktivitas seperti biasa. Mulai menghidupkan tele¬vi¬si, laptop, charge HP, lampu penerangan, hingga memasak juga menggunakan energi panel surya. Bahkan, dua unit sepeda motor milik Gung Kayon juga meng¬gunakan te¬naga surya. 7 cr61
Komentar