nusabali

MUTIARA WEDA : Bebas atau Ditentukan?

  • www.nusabali.com-mutiara-weda-bebas-atau-ditentukan

Umur, pekerjaan, kekayaan, pengetahuan, dan kematian, kelima hal ini sudah ditentukan sewaktu kita masih dalam kandungan.

Ayuh karma ca vittam ca, vidya nitanam eva ca,
Pancaitani hi srjante garbhastasyeva dehinah.
(Canakyua NIti Sastra IV.1)

SATU hal yang membuat kita tenang saat membaca teks suci adalah ketika di dalamnya mengandung pelipur lara. Ketika penderitaan yang terjadi pada kita tidak dibebankan tanggungjawabnya kepada kita, maka kita akan sedikit bahagia, sebab kita merasa tidak lagi menanggung dosa atas ketidakmampuan kita mengatasi masalah tersebut. Terkadang penderitaan kita datang dari dua sisi dari satu permasalahan. Saat kita miskin, saat tidak mampu mengumpulkan kekayaan dan menghidupi keluarga secara layak, kita dibuat menderita. Penderitaan tersebut disebabkan oleh kemiskinan yang melanda. Tetapi, penderitaan itu terkadang bertambah berat ketika kita merasa berdosa atas kemiskinan itu. Pertama oleh kemiskinan itu, kedua oleh dosa sebagai penyebab kemiskinan itu. Demikianlah kita menghadapi beban yang sedemikian kompleks.

Setelah membaca teks di atas, rasanya beban dosa itu menjadi hilang. Yang tersisa hanya derita kemiskinannya saja, sebab bukan kita yang menjadi penyebab kemiskinan itu, melainkan kelahiran. Jika kita tidak kaya, jika kita tidak mendapat pekerjaan yang layak, jika kita tidak memiliki pengetahuan dan yang lainnya, itu bukanlah kesalahan kita, melainkan memang sudah ditentukan dari kelahiran, sehingga kita tidak perlu merasa sedih atas hal itu. Jika kita lahir miskin, lahir bodoh, dan lahir tanpa kerja yang pasti, artinya itu memang sudah bagian dari kehidupan kita yang harus kita terima dengan lapang dada. Kita tidak perlu menyalahkan atas kegagalan kita. Biarlah kegagalan adalah bagian dari hidup kita yang harus kita syukuri dan nikmati. Kalau pun kita menyesalinya, perubahan tidak akan mungkin terjadi sebab kelahiran telah membuatnya demikian.

Atas dasar ini, kita merasa sedikit tenang. Kemiskinan bukanlah disebabkan oleh diri kita sendiri ketika hidup, melainkan sudah menjadi suratan kelahiran. Setiap upaya yang kita lakukan akan gagal jika belum saatnya kita mengalami perubahan. Hidup kita akan mengalami perubahan jika kelahiran yang mengindikasikan demikian. Dimana pun kita berada dan apa pun yang kita kerjakan, jika memang kelahiran membuat kita mengalami perubahan hidup, semua itu akan terjadi. Tidak ada siapa pun yang mampu menghalanginya. Tidak ada siapa pun yang mampu membuat orang menderita baik oleh orang lain maupun dirinya sendiri. Kalau pun kelihatan sepertinya ada orang lain yang menyebabkan kita menderita, sesungguhnya bukan orang itu, dia hanya menjadi agen atau alat yang bertugas agar kita menderita. Penyebabnya adalah kelahiran kita yang memutuskan kita untuk menderita.

Jika demikian halnya, apakah usaha yang kita lakukan sepanjang hidup akan sia-sia? Jika kita interpretasi teks di atas secara sederhana, sepertinya memang demikian. Apapun usaha kita jika kita tidak digariskan untuk maju, dipastikan usaha tersebut akan gagal. Jika demikian, bagaimana dengan hukum karma? Lalu apa pentingnya free will yang mengatakan bahwa kita bebas menentukan diri kita apa jadinya ke depan. Mengapa? Menurut ide free will, apa yang terjadi di depan tergantung dengan apa yang kita lakukan sekarang. Jika kita malas, tentu kita akan gagal ke depannya, demikian juga jika kita kerja keras, tentu kita akan sukses ke depannya. Bukankah konsep ini bertentangan dengan cara berpikir seperti ini?

Tentu bertentangan dan bahkan sangat bertentangan. Hukum karmapala mengajarkan kepada kita bahwa apapun yang kita tanam maka itulah yang kita petik. Tetapi jika memang telah dikodratkan oleh kelahiran, lalu dimana letak hukum karmapala tersebut? Bagaimana mungkin kerja keras akan menghasilkan kegagalan? Disinilah ajaran, terkadang sepenuhnya kontradiktif dan menjadikan diri kita bingung. Dengan kebingungan itu kita sering berspekulasi atas semua itu. Kita menginterpretasi keduanya dan mencoba mendamaikannya agar kelihatan tidak bertentangan. Namun bagaimana pun caranya, kedua cara pandang tersebut akan tetap berbeda karena mengambil titik poin yang berbeda. Disini lah uniknya ajaran. Keindahannya terkadang tidak terletak pada isinya, melainkan terletak pada bagaimana kita bisa berkontemplasi pada ajaran-ajaran itu. *

I Gede Suwantana
Direktur Indra Udayana Institute of Vedanta      

Komentar