nusabali

5 Guru dari Bali Jawara Nasional

  • www.nusabali.com-5-guru-dari-bali-jawara-nasional


Dari 22 guru asal Bali yang dikirim ke ‘Pemilihan Guru & Tenaga Kependidikan Berprestasi dan Berdedikasi Tingkat Nasional Tahun 2018’, 5 orang di antaranya berhasil meraih predikat jawara.

Guru SDN 12 Dauh Puri Juara Berkat Program ‘Air Kejujuran’

DENPASAR, NusaBali
Salah satunya, I Ketut Budiarsa SPd, 31, Guru SDN 12 Dauh Puri, Denpasar yang meraih gelar Juara I Guru Berprestasi Tingkat SD Tahun 2018  berkat program inovasi ‘Air Kejujuran’.

Selain I Ketut Budiarsa, ada 5 guru asal Bali lainnya yang meraih predikat jawara untuk level berbeda dalam Pemilihan Guru & Tenaga Kependidikan Berprestasi dan Berdedikasi Tingkat Nasional Tahun 2018 bertema ‘Berkarya untuk Kemajuan Pendidikan dan Kebudayaan’ tersebut. Pertama, I Gede Arya Sudira SPd MPd, guru SMAN 1 Singaraja, Buleleng, yang meraih prdikat Juara I Kategori Guru SMA.

Kedua, Luh Eka Yanthi MPd, guru SMKN 3 Singaraja, Buleleng, yang meraih gelar Juara II Kategori Guru SMA/SMK Penyelenggara Pendidikan Inklusi. Ketiga, Nyoman Ayu Nining Suryani MPd, guru SLB Negeri 1 Badung, yang sabet Juara III Kategori Guru DLB/SMPLB. Keempat, Dewa Ayu Anom Pratiwi SPd AUD, guru TK Negeri Pembina Karangasem, yang sabet Juara III Kategori Guru TK. Mereka diundang ke Istana Merdeka Jakarta untuk hadiri upacara ‘Detik-detik Proklamasi Kemerdekaan RI’, 17 Agustus 2018.

Ketut Budiarsa mengakui kesuksesannya meraih predikat Juara I Kategori Guru SD Tingkat Nasional 2018 ini tidak terlepas dari makalahnya yang mengangkat inovasi tentang pendidikan karakter yang menjadi prioritas sebagai dasar pembangunan pendidikan. Makalah yang dibawakan Ketut Budiarsa berjudul ‘Air Kejujuran Jalan Membangun Karakter Siswa Sekolah Dasar’.

Menariknya, makalah yang dibawakan Ketut Budiarsa ini mengangkat tentang pembinaan kejujuran melalui penguatan pendidikan karakter (PPK). Dalam hal ini, pendidikan karakter difokuskan untuk membentuk sikap jujur siswa. Bentuk program ‘Air Kejujuran’ berupa sikap jujur siswa saat mengambil air dalam galon yang ada di Kelas VI SDN 12 Dauh Puri, Denpasar.

Menurut Budiarsa, siswa mengisi air dari galon di ruang kelas secara mandiri sesuai kebutuhan, menaruh uang pada kotak yang disediakan. Semua kegiatan dilakukan secara jujur dalam program yang digulirkan mulai Juli 2018. “Saya menaruh sebuah galon air di dalam kelas. Anak-anak mengambil minum di sana, lalu membayar sendiri, tanpa ada yang mengawasi. Jadi, kejujuran di sana yang dinilai,” jelas Budiarsa saat dihubungi NusaBali per telepon di Jakarta, Minggu (17/8).

Jika air dalam galon habis, Budiarsa kemudian mencocokkan uang yang terkumpul dengan perkiraan jumlah liter air galon. Kesepakatannya, setiap 1 botol air dengan rata-rata 600 ml, siswa memasukkan uang Rp 1.000 di dalam kotak yang telah disediakan. Begitu juga jika guru mengambil air dari galon, mereka wajib membayar sebagaimana halnya dilakukan siswa. Meski demikian, tidak ada intervensi anak-anak harus membeli air dalam galon di Kelas VI tersebut.

“Dari hasil temuan saya terutama di Kelas VI, ternyata dari beberapa kali uji coba, hampir semua air galon habis dan uang yang terkumpul cocok. Dari sini kita bisa mengidentifikasi bahwa anak di Kelas VI ada nilai kejujurannya,” jelas Budiarsa yang sekaligus jadi Wali Kelas VI SDN 12 Dauh Puri.

Tidak hanya sebatas menanamkan nilai kejujuran. Ada pula budaya antikorupsi yang ditanamkan Budiarsa untuk siswanya. Jika air galon habis, namun uang tidak terkumpul, maka terlihat bagaimana nilai kejujurannya. “Ada juga manfaat lainnya, yaitu mengurangi penggunaan botol plastik sebagai bentuk peduli lingkungan. Sebab, dalam kegiatan ini siswa saya sarankan membawa botol siap isi ulang dari rumah. Dari sini, siswa juga membudayakan antre saat mengambil air minum,” kata guru kelahiran 19 November 1987 asal Desa Desa Adat Pau, Desa Tihingan, Kecamatan Banjarangkan, Klungkung ini.

Program ‘Air Kejujuran’ juga memiliki nilai ekonomis dan entrepreneurship. Konsepnya, Budiarsa membeli air galon di kantin sekolah dengan harga yang lebih mahal. Kemudian, jika anak-anak mengambil air dalam galon di kelas, mereka memasukkan uang Rp 1.000 ke kotak.

“Saya beli airnya di kantin dengan harga agak lebih mahal, kasihan juga kantinnya biar tidak rugi. Jadi, air galon yang harga biasanya Rp 18.000, saya beli seharga Rp 25.000. Logikanya, satu galon biasanya isi 19 liter air. Dengan botol berukuran rata-rata 600 ml, jadinya bisa mencapai 31 atau 32 botol. Maka, uang yang harus terkumpul ya segitu juga, Rp 31.000 atau Rp 32.000. Dengan uang segitu, beli air galon lagi Rp 25.000, sisanya menjadi kas kelas,” papar Budiarsa.

Ternyata, dewan juri dalam Pemilihan Guru & Tenaga Kependidikan Berprestasi dan Berdedikasi Tingkat Nasional Tahun 2018 tertarik dengan penelitian yang dibuat Budiarsa. Walhasil, Budiarsa dinobatkan sebagai Juara I Guru Berrestasi kategori SD. Budiarsa mengaku tidak menyangka akan meraih peringkat teratas, mengingat ‘medan’ kompetisi yang begitu ketat.

Budiarsa mengatakan, penilaian guru berprestasi meliputi empat kompetensi: pedagogik, profesional, kepribadian, dan sosial. Keempatnya dinilai lewat tes tulis, portofolio, dan presentasi. “Persaingan sangat ketat. Bahkan saat portofolio, hampir semua peserta membawa satu konter besar. Portofolio merupakan hasil prestasi selama 3 tahun,” kenang Budiarsa.

“Punya saya sederhana, tapi berisi. Saya isi pengalaman sebagai narasumber, juara beberapa kali karya tulis tingkat nasional, saya ikut-ikut kegiatan lomba, dan saya juga menerbitkan beberapa buku yang ber-ISBN, serta jurnal,” lanjut Sarjana Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) Undiksha Singaraja ini.

Adapun prestasi yang pernah diraih Budiarsa, antara lain, juara karya tulis tingkat nasional dalam Simposium Guru 2015 dan meraih 10 penyaji terbaik, Finalis Olimpiade Guru Nasional Tahun 2016, Finalis Inovasi Pembelajaran 2016, dan Peserta Seminar Nasional II Tahun 2017, serta masuk tiga besar Guru SD Berprestasi Tingkat Provinsi Bali Tahun 2018.

Terkait rencana ke depan, apakah program ‘Air Kejujuran’ akan diterapkan di semua kelas di SDN 12 Dauh Puri, menurut Budiarsa, masih perlu diuji coba. Sebab, hingga saat ini baru diterapkan di Kelas VI. “Diterapkan di Kelas VI, karena dari segi fisik dan pengertian, mereka lebih bisa diarahkan. Kami belum mencoba di kelas-kelas lain, apalagi Kelas I dan Kelas II, mereka kan masih kecil. Kalau ini berhasil setahun ke depan, kita lakukan evaluasi. Kalau memungkinkan, kita akan coba di kelas-kelas yang lain,” tegas Budiarsa. *ind

Komentar