Tunjukkan Pakem Joged yang Benar
Keempat penari joged All Star yakni Linda Puspawati dari Buleleng, AA Ayu Laksmi (Karangasem), Wiwik Widiastuti (Tabanan), dan Mery Yanti dari Badung.
Joged Bumbung All Star
DENPASAR, NusaBali
Potret joged bumbung yang diera global akrab dengan nuansa adar (porno) memang membutuhkan perhatian khusus dari masyarakat Bali. Pasalnya, kesenian kerakyatan ini sudah termasuk dalam sembilan tari Bali yang diakui UNESCO sebagai warisan budaya dunia tak benda, justru ‘ternoda’ karena ulah segelintir oknum yang mengubah tarian joged yang adiluhung itu menjadi tontonan yang jaruh.
“Kita lihat video yang beredar tentang joged bumbung yang sekarang duh sedih sekali saya melihatnya, respon masyarakat mancanegara pun jadi negatif,” ungkap pembina joged seluruh Bali, Ni Made Wiratini, di akhir pementasan Joged Bumbung All Star di Kalangan Ayodya, Taman Budaya, Denpasar, Kamis (23/8) malam.
Persembahan Joged Bumbung All Star yang diprakarsai oleh Prof Dr I Wayan Dibia dan turut dibantu Ni Made Wiratini memiliki tujuan untuk menunjukkan pakem joged yang sebenarnya. Joged Bumbung All Star yang tampil dalam Bali Mandara Mahalango V tepatnya di Kalangan Ayodya Taman Budaya, Denpasar terdiri dari 4 (empat) penari joged terbaik yang dipilih melalui kompetisi joged bumbung dalam rangkaian Bali Mandara Mahalango 2 tahun yang lalu. Keempat penari joged itu yakni Linda Puspawati dari Kabupaten Buleleng, AA Ayu Laksmi dari Kabupaten Karangasem, Wiwik Widiastuti dari Kabupaten Tabanan, dan Mery Yanti dari Kabupaten Badung.
“Keempat penari ini dikatakan all star karena ini memang yang terbaik dan dia mengikuti struktur yang benar. Satyam, Siwam dan Sundaram adalah tiga dasar yang harus dipakai pegangan berkesenian, kalau tidak ya seperti sekarang ini, miris saya melihatnya,” tutur Wiratini, sedih.
Sebagai pembina joged seluruh Bali, Wiratini telah mengupayakan yang terbaik dalam menjaga joged bumbung. Sebelum penampilan empat penari joged bumbung dari Buleleng, Karangasem, Tabanan dan Badung, pementasan diawali tari Megirang garapan Prof Dr I Wayan Dibia. Bersama sang suami (Prof Dr I Wayan Dibia) dirinya telah mengupayakan yang terbaik untuk mengembalikan kesenian joged bumbung ke jalan dan pakem yang benar. Dimulai dengan memberikan saran dan pendapat di forum, menelisik sumber-sumber joged jaruh, dan membuat kegiatan yang mengaitkan dengan esensi joged bumbung yang sejati.
Munculnya joged jaruh di tengah masyarakat menurut pengamatan Wiratini dan sang suami disebabkan oleh adanya mata rantai antara si penari nakal dan yang memberi upah. “Pertama untuk penari kenapa dia mau, kedua penari mau pasti karena diupah dengan jumlah yang besar, dan inilah yang harusnya diputus,” terang Wiratini tegas.
Dirinya pun mengaku sudah berusaha membuat parerem (aturan-red) apabila yang terbukti melakukan dan melaksanakan joged porno pelakunya harus ditangkap. Namun, hingga saat ini pihak berwenang pun tak terlalu menggubris kelakar tegas Wiratini. “Apanya yang porno,” ujar Wiratini menirukan nada bicara mereka yang tak perduli.
Sebagai pecinta seni dirinya hanya dapat mengupayakan apa yang dapat diperjuangkan. “Yang jelas saya tidak akan berhenti, sebab kalau bukan kita sebagai orang Bali siapa lagi yang akan menyelamatkan joged,” tutupnya.
Salah satu penari joged bumbung, Wiwik Widiastuti menuturkan dirinya pun turut miris dengan keadaan tari joged bumbung yang sekarang. “Saya sangat tidak habis pikir, joged tidak bisa terus dipandang negatif dan kehadiran kami semoga dapat menepis itu semua,” tegas penari jegeg asal Tabanan ini.*ind
DENPASAR, NusaBali
Potret joged bumbung yang diera global akrab dengan nuansa adar (porno) memang membutuhkan perhatian khusus dari masyarakat Bali. Pasalnya, kesenian kerakyatan ini sudah termasuk dalam sembilan tari Bali yang diakui UNESCO sebagai warisan budaya dunia tak benda, justru ‘ternoda’ karena ulah segelintir oknum yang mengubah tarian joged yang adiluhung itu menjadi tontonan yang jaruh.
“Kita lihat video yang beredar tentang joged bumbung yang sekarang duh sedih sekali saya melihatnya, respon masyarakat mancanegara pun jadi negatif,” ungkap pembina joged seluruh Bali, Ni Made Wiratini, di akhir pementasan Joged Bumbung All Star di Kalangan Ayodya, Taman Budaya, Denpasar, Kamis (23/8) malam.
Persembahan Joged Bumbung All Star yang diprakarsai oleh Prof Dr I Wayan Dibia dan turut dibantu Ni Made Wiratini memiliki tujuan untuk menunjukkan pakem joged yang sebenarnya. Joged Bumbung All Star yang tampil dalam Bali Mandara Mahalango V tepatnya di Kalangan Ayodya Taman Budaya, Denpasar terdiri dari 4 (empat) penari joged terbaik yang dipilih melalui kompetisi joged bumbung dalam rangkaian Bali Mandara Mahalango 2 tahun yang lalu. Keempat penari joged itu yakni Linda Puspawati dari Kabupaten Buleleng, AA Ayu Laksmi dari Kabupaten Karangasem, Wiwik Widiastuti dari Kabupaten Tabanan, dan Mery Yanti dari Kabupaten Badung.
“Keempat penari ini dikatakan all star karena ini memang yang terbaik dan dia mengikuti struktur yang benar. Satyam, Siwam dan Sundaram adalah tiga dasar yang harus dipakai pegangan berkesenian, kalau tidak ya seperti sekarang ini, miris saya melihatnya,” tutur Wiratini, sedih.
Sebagai pembina joged seluruh Bali, Wiratini telah mengupayakan yang terbaik dalam menjaga joged bumbung. Sebelum penampilan empat penari joged bumbung dari Buleleng, Karangasem, Tabanan dan Badung, pementasan diawali tari Megirang garapan Prof Dr I Wayan Dibia. Bersama sang suami (Prof Dr I Wayan Dibia) dirinya telah mengupayakan yang terbaik untuk mengembalikan kesenian joged bumbung ke jalan dan pakem yang benar. Dimulai dengan memberikan saran dan pendapat di forum, menelisik sumber-sumber joged jaruh, dan membuat kegiatan yang mengaitkan dengan esensi joged bumbung yang sejati.
Munculnya joged jaruh di tengah masyarakat menurut pengamatan Wiratini dan sang suami disebabkan oleh adanya mata rantai antara si penari nakal dan yang memberi upah. “Pertama untuk penari kenapa dia mau, kedua penari mau pasti karena diupah dengan jumlah yang besar, dan inilah yang harusnya diputus,” terang Wiratini tegas.
Dirinya pun mengaku sudah berusaha membuat parerem (aturan-red) apabila yang terbukti melakukan dan melaksanakan joged porno pelakunya harus ditangkap. Namun, hingga saat ini pihak berwenang pun tak terlalu menggubris kelakar tegas Wiratini. “Apanya yang porno,” ujar Wiratini menirukan nada bicara mereka yang tak perduli.
Sebagai pecinta seni dirinya hanya dapat mengupayakan apa yang dapat diperjuangkan. “Yang jelas saya tidak akan berhenti, sebab kalau bukan kita sebagai orang Bali siapa lagi yang akan menyelamatkan joged,” tutupnya.
Salah satu penari joged bumbung, Wiwik Widiastuti menuturkan dirinya pun turut miris dengan keadaan tari joged bumbung yang sekarang. “Saya sangat tidak habis pikir, joged tidak bisa terus dipandang negatif dan kehadiran kami semoga dapat menepis itu semua,” tegas penari jegeg asal Tabanan ini.*ind
1
Komentar