RI akan Setop 900 Barang Impor
Diputuskan bulan depan, Pemerintah akan genjot ekspor
JAKARTA, NusaBali
Pemerintah bakal menyetop barang konsumsi, bahan baku, dan barang modal yang selama ini impor. Langkah ini diambil demi menyelamatkan transaksi berjalan yang masih defisit sekitar 3 persen. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, ada sekitar 900 barang impor yang tengah dikaji. Jumlah ini bertambah dari sebelumnya 500 barang impor.
"Kita akan review 900 barang impor," kata Sri Mulyani di Kementerian Koordinator Perekonomian, Jakarta, Jumat (24/8) seperti dilansir detik. Menurut Sri Mulyani, hasil evaluasi akan selesai September 2018. Begitu hasil evaluasi selesai, akan ketahuan barang-barang apa saja yang impornya bakal dikendalikan. Sementara saat ini masih dievaluasi untuk mengetahui apakah barang-barang tersebut tersedia di dalam negeri.
Selain itu pemerintah perlu memperhitungkan dampak penyetopan barang impor itu. Menteri Perdagangan, Enggartiasto Lukita, mengatakan kebijakan tersebut akan diterapkan melalui skema tarif, salah satunya pajak penghasilan (PPh) impor. "Meng-clear-kan mengenai pembatasan impor, ini semata-mata hanya berbicara mengenai pengenaan tarif untuk barang konsumsi dan produksi jadi yang notabene sudah diproduksi dalam negeri," jelas pria yang akrab disapa Enggar itu.
Selain menyetop barang impor, pemerintah memanfaatkan kesempatan ini untuk menggenjot ekspor. Kebijakan itu diperkirakan akan membebani para pelaku usaha, khususnya Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Sebab pemerintah juga akan menyetop beberapa proyek infrastruktur besar yang menggunakan bahan baku impor, para BUMN besar juga diminta untuk mengurangi impor.
Menurut Analis Artha Sekuritas Frederik Rasali, pemerintah harus cepat memutuskan apa-apa saja komoditas yang akan disetop impornya secara detil. Sebab para perusahaan membutuhkan waktu untuk mencari substitusi komoditas yang disetop itu.
"Kondisinya kalau impor ini dibatasi segera, kita harus mencari substitusinya yang mana membutuhkan waktu untuk mengetahui apakah substitusi dalam negeri ini qualified," terangnya, Jumat (24/8).
Jika pemerintah tidak cepat maka akan berpotensi terhadap penundaan produksi ataupun proyek infrastruktur yang dijalankan. Hal itu tentu berdampak buruk bagi proyek-proyek yang menggunakan pendanaan pinjaman, sebab perusahaan tetap harus membayar beban bunga.
"Proyek infrastruktur bisa saja off the schedule, sedangkan beban bunga akan terus jalan. Hal ini akan menjadi mismatch cashflow antara turnkey proyek infrastruktur dan pembayaran bunga, hal ini kurang baik tentunya," tambahnya.
Menurut Vice President Research Artha Sekuritas Frederik Rasali, kebijakan itu tidak sepenuhnya memberikan dampak negatif terhadap pelaku usaha. Ada beberapa sektor yang mungkin lebih baik dengan kebijakan itu. Pertama, sektor infrastruktur. Sebab menurutnya dengan dibatasi bahan baku proyek infrastruktur, perusahaan bisa menggunakan bahan baku lokal yang lebih murah, tanpa harus ada ongkos untuk impor.
"Emiten karya dan infrastruktur seperti tol tentunya ada sentimen positif karena dengan menggunakan substitusi bisa saja ongkos lebih rendah," terangnya, Jumat (24/8).
Selain itu perusahaan-perusahan produsen baja dinilai juga akan meraup untung jika baja masuk dalam komoditas yang dibatasi impornya. Dalam hal emiten pasar modal, menurut Frederik yang akan diuntungkan adalah PT Krakatau Steel Tbk (KRAS). *
"Kita akan review 900 barang impor," kata Sri Mulyani di Kementerian Koordinator Perekonomian, Jakarta, Jumat (24/8) seperti dilansir detik. Menurut Sri Mulyani, hasil evaluasi akan selesai September 2018. Begitu hasil evaluasi selesai, akan ketahuan barang-barang apa saja yang impornya bakal dikendalikan. Sementara saat ini masih dievaluasi untuk mengetahui apakah barang-barang tersebut tersedia di dalam negeri.
Selain itu pemerintah perlu memperhitungkan dampak penyetopan barang impor itu. Menteri Perdagangan, Enggartiasto Lukita, mengatakan kebijakan tersebut akan diterapkan melalui skema tarif, salah satunya pajak penghasilan (PPh) impor. "Meng-clear-kan mengenai pembatasan impor, ini semata-mata hanya berbicara mengenai pengenaan tarif untuk barang konsumsi dan produksi jadi yang notabene sudah diproduksi dalam negeri," jelas pria yang akrab disapa Enggar itu.
Selain menyetop barang impor, pemerintah memanfaatkan kesempatan ini untuk menggenjot ekspor. Kebijakan itu diperkirakan akan membebani para pelaku usaha, khususnya Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Sebab pemerintah juga akan menyetop beberapa proyek infrastruktur besar yang menggunakan bahan baku impor, para BUMN besar juga diminta untuk mengurangi impor.
Menurut Analis Artha Sekuritas Frederik Rasali, pemerintah harus cepat memutuskan apa-apa saja komoditas yang akan disetop impornya secara detil. Sebab para perusahaan membutuhkan waktu untuk mencari substitusi komoditas yang disetop itu.
"Kondisinya kalau impor ini dibatasi segera, kita harus mencari substitusinya yang mana membutuhkan waktu untuk mengetahui apakah substitusi dalam negeri ini qualified," terangnya, Jumat (24/8).
Jika pemerintah tidak cepat maka akan berpotensi terhadap penundaan produksi ataupun proyek infrastruktur yang dijalankan. Hal itu tentu berdampak buruk bagi proyek-proyek yang menggunakan pendanaan pinjaman, sebab perusahaan tetap harus membayar beban bunga.
"Proyek infrastruktur bisa saja off the schedule, sedangkan beban bunga akan terus jalan. Hal ini akan menjadi mismatch cashflow antara turnkey proyek infrastruktur dan pembayaran bunga, hal ini kurang baik tentunya," tambahnya.
Menurut Vice President Research Artha Sekuritas Frederik Rasali, kebijakan itu tidak sepenuhnya memberikan dampak negatif terhadap pelaku usaha. Ada beberapa sektor yang mungkin lebih baik dengan kebijakan itu. Pertama, sektor infrastruktur. Sebab menurutnya dengan dibatasi bahan baku proyek infrastruktur, perusahaan bisa menggunakan bahan baku lokal yang lebih murah, tanpa harus ada ongkos untuk impor.
"Emiten karya dan infrastruktur seperti tol tentunya ada sentimen positif karena dengan menggunakan substitusi bisa saja ongkos lebih rendah," terangnya, Jumat (24/8).
Selain itu perusahaan-perusahan produsen baja dinilai juga akan meraup untung jika baja masuk dalam komoditas yang dibatasi impornya. Dalam hal emiten pasar modal, menurut Frederik yang akan diuntungkan adalah PT Krakatau Steel Tbk (KRAS). *
1
Komentar