Nener dan Lobster ‘ Hilang’ dari Daftar Ekspor
Dua jenis komoditas perikanan yakni nener dan lobster sudah tidak memadai lagi sebagai penyumbang ekspor.
DENPASAR, NusaBali
Pertumbuhan negatif dari kedua komoditas tersebut jadi penyebabnya. Dalam lima tahun terakhir kedua komoditas yang masuk dalam kelompok komoditas hasil pertanian tersebut jeblok parah.
Data Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Bali dalam empat tahun terakhir 2013-2017, ekspor nener hanya tercatat pada 2016 senilai 37.420,59 dollar AS. Sedang sampai dengan Agustus 2018, ekspor nener Bali masih nihil.
Kepala Dinas Perikanan Provinsi Balli I Made Gunaje, menyatakan keberadaan ikan nener dipengaruhi sejumlah faktor. Diantaranya kondisi perairan, baik suhu maupun cuaca yang tidak mendukung. Misalnya angin kencang pada periode tertentu tidak mendukung ‘budidaya nener’.
“Habitat nener adalah air payau,” ungkap Gunaje. Selain di Buleleng, budidaya nener pernah dilakukan di Jembrana. Namun karena antara biaya produksi dan hasil produksi tidak impas, budidaya bandeng yang dilakukan Dinas Perikanan Provinsi dihentikan.
“Secara teknis juga sulit, karena lokasi pembandeng (tempat budidaya nener jadi bandeng) jauh dari pantai. Sulit mengalirkan air laut ( ke tambak),” ungkap Gunaje. Karenanya budidaya nener milik Pemprov tersebut ditutup.
Sedang untuk lobster, larangan penangkapan bayi lobster (di bawah 200 gram) menjadi salah satu penyebab merosotnya ekspor lobster dari Bali. Selain juga karena faktor cuaca di laut yang tidak mendukung.
“Lobster yang boleh ditangkap di atas 200 gram,” ujar Gunaje. Ketentuan itu, kata Gunaje tentu berpengaruh juga terhadap produksi/tangkapan lobster. Karena itu, masuk akal ekspor lobster tersebut menyusut. Dalam 4 tahun terakhir (2013-2017) nilai ekspor tertinggi pada 2014, yakni 2,5 juta dollar. Sesudah itu merosot terus. Terakhir pada 2017, nilai ekspor lobster hanya 439 ribu dollar. Jeblok 69 persen dibanding ekspor tahun 2016. Total dalam 4 tahun, minus (-11,4 persen). Kadiskan Made Gunaje, mengatakan penurunan ekspor tersebut belum tentu karena faktor produksi semata.
“Bisa jadi karena memang permintaan berkurang dari negara –negara yang menjadi tujuan ekspor,” katanya. Meski demikian, Pemerintah, termasuk stakeholder perikanan tentu menginginkan produksi tetap tinggi, pemasaran atau ekspor juga lancar. *K17
Data Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Bali dalam empat tahun terakhir 2013-2017, ekspor nener hanya tercatat pada 2016 senilai 37.420,59 dollar AS. Sedang sampai dengan Agustus 2018, ekspor nener Bali masih nihil.
Kepala Dinas Perikanan Provinsi Balli I Made Gunaje, menyatakan keberadaan ikan nener dipengaruhi sejumlah faktor. Diantaranya kondisi perairan, baik suhu maupun cuaca yang tidak mendukung. Misalnya angin kencang pada periode tertentu tidak mendukung ‘budidaya nener’.
“Habitat nener adalah air payau,” ungkap Gunaje. Selain di Buleleng, budidaya nener pernah dilakukan di Jembrana. Namun karena antara biaya produksi dan hasil produksi tidak impas, budidaya bandeng yang dilakukan Dinas Perikanan Provinsi dihentikan.
“Secara teknis juga sulit, karena lokasi pembandeng (tempat budidaya nener jadi bandeng) jauh dari pantai. Sulit mengalirkan air laut ( ke tambak),” ungkap Gunaje. Karenanya budidaya nener milik Pemprov tersebut ditutup.
Sedang untuk lobster, larangan penangkapan bayi lobster (di bawah 200 gram) menjadi salah satu penyebab merosotnya ekspor lobster dari Bali. Selain juga karena faktor cuaca di laut yang tidak mendukung.
“Lobster yang boleh ditangkap di atas 200 gram,” ujar Gunaje. Ketentuan itu, kata Gunaje tentu berpengaruh juga terhadap produksi/tangkapan lobster. Karena itu, masuk akal ekspor lobster tersebut menyusut. Dalam 4 tahun terakhir (2013-2017) nilai ekspor tertinggi pada 2014, yakni 2,5 juta dollar. Sesudah itu merosot terus. Terakhir pada 2017, nilai ekspor lobster hanya 439 ribu dollar. Jeblok 69 persen dibanding ekspor tahun 2016. Total dalam 4 tahun, minus (-11,4 persen). Kadiskan Made Gunaje, mengatakan penurunan ekspor tersebut belum tentu karena faktor produksi semata.
“Bisa jadi karena memang permintaan berkurang dari negara –negara yang menjadi tujuan ekspor,” katanya. Meski demikian, Pemerintah, termasuk stakeholder perikanan tentu menginginkan produksi tetap tinggi, pemasaran atau ekspor juga lancar. *K17
1
Komentar