10 WNI Disandera Teroris di Filipina
Sebanyak 10 WNI awak Kapal Pandu Bharma 12 disandera kelompok teroris Abu Sayyap di Filipina, setelah kapalnya dibajak sejak Sabru (26/3) lalu.
Kelompok Abu Sayyap Minta Tebusan Rp 14,3 Miliar
JAKARTA, NusaBali
Kelompok Abu Sayyap minta tebusan Rp 14,3 Miliar. Pasukan elite Kopassus pun siapkan operasi pembebasan 10 WNI yang disandera.
Kapal Pandu Brahma 12 yang dinakhodai Peter Tonsen Barahama, asal Batu Aji, Batam, Kepulauan Riau, yang dibajak kelompok teroris Abu Sayyap mengangkut muatan batubara milik perusahaan tambang dari Kalimantan Selatan. Menurut Kapolri Jenderal Badrodin Haiti, peristiwa itu diawali saat Tug Boat Brahma 12 dan Kapal Tongkang Anand 12 membawa 7.000 ton batubara dari Sungai Puting di Kalimantan Selatan menuju Batangas, Filipina Selatan. Kedua kapal itu diawaki 10 WNI.
Karena membawa ribuan ton batu bara, kecepatan kapal hanya 4 knot. Tiba-tiba, kapal itu dicegat oleh orang tak dikenal yang bersenjata. Kapal berikut 10 awak dan muatannya pun dibawa ke Filipina. Tidak hanya menyandera 10 WNI, kelompok militan juga menuntut pemerintah Indonesia membayar tebusan sebesar 50 juta Peso atau sekitar Rp 14,3 miliar.
Kapolri memastikan pelaku penyanderaan itu adalah kelompok teroris di Filipina, Abu Sayyaf. Kapolri juga memastikan 10 WNI yang ditawan kelompok Abu Sayyaf saat ini berada di Filipina. Saat ini, pemerintah Indonesia melalui Kementerian Luar NegerI (Kemenlu), TNI, dan Polri, tengah berkoordinasi dengan pemerintah Filipina agar dapat menemukan dan membebaskan 10 WNI yang disandera. "Kami masih menunggu hasil kordinasi, yang penting kita jangan gegabah," ujar Kapolri di Jakarta, Selasa (28/3).
Ada pun 10 WNI awak kapal yang dibajak dan disandera teroris Abu Sayyap masing-masing Peter Tonsen Barahama (asal Batu Aji, Batam, Kepulauan Riau), Julian Philip (asal Tondang Utara, Minahasa), Alvian Elvis Peti (asal Priok, Jakarta Utara), Mahmud (asal Banjarmasin, Kalimantan Selatan), Surian Syah (asal Kendari, Sulawesi Tenggara), Surianto (asal Gilireng Wajo, Sulawesi Selatan), Wawan Saputra (asal Malili Palopo, Sulawesi Barat), Bayu Oktavianto (asal Delanggu, Klaten, Jawa Tengah), Rinaldi (asal Makassar, Sulawesi Selatan), dan Wendi Raknadian (asal Padang, Sumatra Barat).
Hingga Selasa kemarin, 10 WNI yang disandera kelompok terotris Abu Sayyap belum dibebaskan. Menurut Kepala Badan Intelijen Negara (BIN), Sutiyoso, pihaknya telah berkomunikasi secara intens dengan otoritas Filipina terkait pembajakan kapal yang diawaki 10 WNI ini. Sutiyoso mengatakan, kapal yang dibajak kini sudah dalam keadaan kosong dan ditinggal begitu saja di lepas pantai Kepulauan Sulu, Filipina.
Sedangkan 10 awak kapal dari WNI dan seluruh muatan batubaranya dibawa penyandera ke tempat persembunyian mereka di salah satu pulau di sekitar Kepulauan Sulu. ”Mereka (kelompok Abu Sayyap) minta tebusan 50 juta Peso (sekitar Rp 14,3 miliar) untuk pembebasan 10 sandera itu,” ujar Sutiyoso dikutip kompas.com, Selasa kemarin. “Kami terus berkoordinasi dengan pihak keamanan Filipina untuk menentukan langkah lebih lanjut,” imbuhnya.
Di sisi lain, Menlu Retno Marsudi mengatakan keselamatan 10 WNI yang disandera kepompok militan Abu Sayyap menjadi prioritas untuk diselamatkan. "Sekali lagi, prioritas kami adalah keselamatan 10 WNI yang masih disandera," ujar Menlu Retno Marsudi dalam konferensi pers yang dikutip detikcom di Jakarta, Selasa kemarin.
Retno mengatakan, pihaknya tengah berupaya melakukan penyelamatan atas 10 WNI yang disandera kelompok Abu Sayyaf. Retno pun sudah mengontak Menlu Filipina.
Sementara itu, TNI sudah siaga menyiapkan personel untuk bantu membebaskan 10 WNI yang disandera teroris Abu Sayyap. "Kalau kami persiapan personel. Disiapkan saja. Setiap waktu diminta, kami sudah siap," ungkap Kapen Kopassus, Letkol Inf Joko Tri Hadimantoyo, Selasa kemarin.
Hanya saja, Kopassus sendiri sejauh ini belum ada perintah untuk melakukan operasi. "Itu kan kewenangan pemerintah. Kalau Danjen, kami memang disuruh siap. Kalau ada peristiwa seperti itu, memang biasanya sudah ditunjuk orang-orangnya. Kami bersiap," kata Joko.
Pihak TNI AL juga mengaku siap jika diminta untuk terjun bebaskan 10 WNI yang disandera teroris di Filipina. "Sementara kami menunggu jalur diplomatik dulu. Tapi, yang jelas TNI khususnya TNI AL, kalau diminta bantu, sudah siap. Ada masalah atau tidak, TNI AL selalu menggelar patroli di wilyah yuridiksi," jelas Kadispenal, Kolonel Edi Sucipto.
TNI AL masih menunggu perintah dari Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo. Termasuk apakah Denjaka yang akan diturunkan jika memang diperlukan. "Itu kita serahkan kepada ahlinya, biar Panglima TNI yang menentukan, karena beliau yang memiliki otoritas. Yang pasti, beliau nggak akan salah pilih," ujar Edi.
Pihak kepolisian juga menyatakan siap membantu pembebasan 10 WNI yang disandera teroris di Filipina. Hanya saja, saat ini ada perintah langsung dari pemerintah soal rencana tersebut. "Saya belum tahu kebijakan pemerintah bagaimana. Tapi, kita pokoknya siap kalau suatu waktu diminta bantuan termasuk Tim Densus maupun Brimob," kata Kadiv Humas Mabes Polri, Irjen Anton Charliyan.
Anton menjelaskan, koordinasi antar instansi lembaga sedang dilakukan hingga kini. "Jadi, kita masih sedang koordinasi dengan pihak terkait, kemudian kita pun secara diplomatik interpol sedang koordinasi," ujarnya.
Sedangkan Sekretaris Kabinet, Pramono Anung, mengatakan pemerintah akan melakukan usaha pembebasan 10 WNI yang disandera kelompok teroris Abu Sayyaf di Filipina. Koordinasi juga tengah dilakukan untuk menangkap para pelaku penyanderaan.
"Pemerintah sedang gupayakan dan berkoordinasi terhadap penyanderaan yang dilakukan kepada 10 WNI yang diduga dilakukan oleh kelompok milisi tertentu di perairan Sulawesi Utara dan diduga berasal dari negara tetangga," kata Pramono di Jakarta, Selasa kemarin. Menurut Pramono, pemerintah akan segera memutuskan respons yang dilakukan terhadap kelompok Abu Sayyaf. Kemungkinan terbesar akan dilakukan penyerbuan dan penangkapan terhadap kelompok Abu Sayyaf.
Sementara, pihak Filipina menduga kuat anggota kelompok Abu Sayyaf yang sandera 10 WNI adalah Muktadil bersaudara, yakni Nickson Muktadil dan Brown Muktadil. Keduanya berada dalam kelompok Alhabsy Misaya di bawah Abu Sayyaf. Hal ini disampaikan Deputi Komandan Satuan Tugas Zambasulta (Zamboanga-Basilan-Sulu-Tawi-tawi), Mayjen Demy Tejares, mengutip laporan kelompok intelijen militer Filipina di Mindanao Barat, Selasa kemarin. 7
Komentar