Golkar Bantah Non PDIP Hambat Short Cut
Sugawa Korry sebut proyek short cut di Jalur Utama Denpasar-Singaraja via Bedugul diprogram saat era Pastika-Sudikerta
Mendagri Ingatkan Pemanfaatan Bansos/Hibah secara Transparan
DENPASAR, NusaBali
Masalah anggaran bansos/hibah dalam RAPBD Indok Bali 2019 yang dirasionalisasi menjadi Rp 250 milar dari semula Rp 374 milar, karean dialihkan untuk percepatan pembangunan infrastruktur short cut di Jalur Utama Denpasar-Singaraja via Bedugul, terus bergulir. Golkar bantah kesan bahwa fraksi-fraksi non PDIP di DPRD Bali menolak short cut.
Penegasan ini disampaikan Sekretaris DPD I Golkar Bali, Nyoman Sugawa Korry, dalam jumpa pers di Sekretariat DPD I Golkar Bali, Jalan Surapati 9 Denpasar, Rabu (29/8) siang. Sugawa Korry menyebutkan, rencana pembangunan short cut sudah diprogramkan di era Gubernur-Wakil Gubernur Made Mangku Pastika-Ketit Sudikerta 2013-2018, dengan didukung fraksi-fraksi DPRD Bali termasuk Fraksi Golkar.
Menurut Sugawa Korry, kini ada kesan yang diopinikan secara politik bahwa fraksi-fraksi di luar PDIP menolak short cut yang diwacanakan dibangun di era Gubernur-Wakil Gubernur Bali 2018-2023 terpilih Wayan Koster-Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati. “Bisa dibuka dokumen perencanaan dan pembahasannya di Komisi III DPRD Bali. Short cut itu merupakan program yang sudah dirancang era Gubernur Pastika-Wakil Gubernur Sudikerta yang didukung oleh kita di DPRD Bali,” ujar Sugawa Korry.
“Jadi, short cut bukan program baru sebenarnya. Kami menyayangkan ada pihak yang mengopinikan bahwa fraksi-fraksi di luar PDIP berupaya menghambat pembangunan short cut. Ngapaain kita menghambat? Justru kita mendukung ketika direncanakan tahun 2016 lalu oleh pusat dan Pemprov Bali,” lanjut Sugawa Korry yang kemarin didampingi Wakil Ketua Bappilu DPD I Golkar Bali Dewa Made Suamba Negara dan Plt Ketua DPD II Golkar Buleleng, I Made Adi Jaya.
Sugawa Korry menyebutkan, Golkar perlu angkat bicara supaya publik paham bahwa ada upaya yang mengopinikan bansos/hibah seolah-olah uangnya anggota Dewan dan dikesankan tuntutan anggota Dewan. Padahal, dana bansos/hibah itu hanya difasilitasi oleh anggota Dewan sebagai bentuk tindaklanjuti aspirasi dari masyarakat.
“Kita seolah-olah ngotot dan keberatan dana bansos/hibah ditiadakan. Padahal, kan bansos/hibah itu adalah anggaran eksekutif yang juga dituangkan dalam KUA/PPAS difasilitasi oleh Dewan. Mekanisme pencairanya di eksekutif, uangnya masuk ke rekening masyarakat. Bukan masuk ke kantong anggota Dewan,” jelas Wakil Ketua DPRD Bali dari Fraksi Golkar ini.
Menurut Sugawa Korry, mengatakan proses penetapan KUA/PPAS (Kebijakan Umum Anggaran/Prioritas Platform Anggaran Sementara) itu melalui mekanisme panjang. APBD itu kucinya KUA/PPAS. Menteri Dalam Negeri (Mendagri) telah keluarkan surat edaran bahwa segenap jajaran di daerah harus mendukung visi misi Gubernur-Wakil Gubernur terpilih dalam penyusunan program di masa transisi.
Ketika draft RAPBD Bali Induk 2019 masuk, kata Sugawa Korry, Badan Anggaran (Banggar) DPRD Bali membahasnya bersama Tim Anggaran Daerah Provinsi Bali. Saat itu juga ada ditanyakan apa usulan Gubernur terpilih? Sebagaimana diatur dalam UU Nomor 23 Tahun 2014, pemerintahan daerah itu adalah Gubernur dan DPRD Provinsi.
“Sesuai UU 23/2014 itu, Gubernur harus menghormati fungsi DPRD yakni budgeting, legislasi, dan pengawasan. Jadi, bukan serta merta keinginan eksekutif disetujui legislatif atau sebaliknya. Inilah pentingnya pembahasan transparans, mengacu dengan RPJMD (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah),” papar politisi Golkar asal Desa Banyuatis, Kecamatan Banjar, Buleleng ini.
Ditambahkannya, ada Surat Edaran Mendagri yang menginstruksikan agar program priroritas Gubernur terpilih didukung. “Fraksi-fraksi DPRD Bali sudah mengerti Surat Edaran Mendagri, tidak perlu menunggu RAPBD 2019 ditetapkan. Soal short cut kami sangat setuju, karena ini diprogramkan sejak lama. Dalam UU 23/2014 juga jelas bahwa bansos/hibah bisa difasilitasi Dewan. Ada aspirasi politik, usulan pembangunan termasuk bansos/hibah bisa difasilitasi. Eksekusinya ya di eksekutif,” katanya.
Ditanya apa boleh eksekutif tidak memberikan Dewan memfasilitasi bansos/hibah, menurut Sugawa Korry, bansos/hibah itu disetujui oleh eksekutif kalau memenuhi norma, standar, prosedur, dan kriteria. DPRD Bali berwenang memfasilitasi, berhak memverifikasi bersama OPD terkait di Pemprov Bali terkait aspirasi bantuan bansos/hibah. Kemudian, uangnya dicairkan langsung oleh masyarakat melalui OPD.
Soal dana bansos/hibah menjadi senjata bagi para incumbent DPRD Bali untuk tarung Pileg 2019, sehingga anggota Dewan ngotot supaya dapat memfasilitasinya, menurut Sugawa Korry, itu sah-sah saja. “Gubernur terpilih (Wayan Koster) dulu ketika jadi anggota DPR RI, kan juga banyak membantu masyarakat dengan dana APBN dan membawa program wantilan ke Bali. Ya sama, posisi kita seperti itu. Kalau bisa memperjuangkan bansos/hibah, bukan salah, sepanjang dananya me-mang diterima masyarakat,” tandas mantan Ketua DPD II Golkar Buleleng ini.
Sementara itu, Mendagri Tjahjo Kumolo wanti-wanti soal masalah anggaran di daerah, termasuk bansos/hibah. Menurut Tjahjo, saat ini ada kebijakan baru dari Kemendagri bahwa dana bansos/hibah memang dibolehkan disalurkan kepada masyarakat. “Boleh, sepanjang dana itu disalurkan transparan, tidak dipotong-potong. Jangan sampai masyarakat harusnya dapat 100, tapi dipotong 60,” ujar Tjahjo dalam pidatonya ketika melantik Hamdani sebagai Penjabat Gubernur Bali di Gedung Wiswa Sabha Utama Kantor Gubernuran, Niti Mandala Denpasar, Rabu sore.
Tjahjo juga mengingatkan adanya kerawanan-kerawanan kasus korupsi yang mendera pejabat di daerah, melalui perencanaan anggaran. Meskipun di Bali sekarang aman-aman saja dan tidak ada kong kalikong dalam pembahasan anggaran, namun ada daerah lainnya yang memaksakan kehendak sehingga ditangkap KPK. “Makanya, bansos/hibah itu harus digunakan sebaik mungkin, jangan fiktif, jangan dipotong,” tegas mantan Sekjen DPP PDIP ini. *nat
DENPASAR, NusaBali
Masalah anggaran bansos/hibah dalam RAPBD Indok Bali 2019 yang dirasionalisasi menjadi Rp 250 milar dari semula Rp 374 milar, karean dialihkan untuk percepatan pembangunan infrastruktur short cut di Jalur Utama Denpasar-Singaraja via Bedugul, terus bergulir. Golkar bantah kesan bahwa fraksi-fraksi non PDIP di DPRD Bali menolak short cut.
Penegasan ini disampaikan Sekretaris DPD I Golkar Bali, Nyoman Sugawa Korry, dalam jumpa pers di Sekretariat DPD I Golkar Bali, Jalan Surapati 9 Denpasar, Rabu (29/8) siang. Sugawa Korry menyebutkan, rencana pembangunan short cut sudah diprogramkan di era Gubernur-Wakil Gubernur Made Mangku Pastika-Ketit Sudikerta 2013-2018, dengan didukung fraksi-fraksi DPRD Bali termasuk Fraksi Golkar.
Menurut Sugawa Korry, kini ada kesan yang diopinikan secara politik bahwa fraksi-fraksi di luar PDIP menolak short cut yang diwacanakan dibangun di era Gubernur-Wakil Gubernur Bali 2018-2023 terpilih Wayan Koster-Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati. “Bisa dibuka dokumen perencanaan dan pembahasannya di Komisi III DPRD Bali. Short cut itu merupakan program yang sudah dirancang era Gubernur Pastika-Wakil Gubernur Sudikerta yang didukung oleh kita di DPRD Bali,” ujar Sugawa Korry.
“Jadi, short cut bukan program baru sebenarnya. Kami menyayangkan ada pihak yang mengopinikan bahwa fraksi-fraksi di luar PDIP berupaya menghambat pembangunan short cut. Ngapaain kita menghambat? Justru kita mendukung ketika direncanakan tahun 2016 lalu oleh pusat dan Pemprov Bali,” lanjut Sugawa Korry yang kemarin didampingi Wakil Ketua Bappilu DPD I Golkar Bali Dewa Made Suamba Negara dan Plt Ketua DPD II Golkar Buleleng, I Made Adi Jaya.
Sugawa Korry menyebutkan, Golkar perlu angkat bicara supaya publik paham bahwa ada upaya yang mengopinikan bansos/hibah seolah-olah uangnya anggota Dewan dan dikesankan tuntutan anggota Dewan. Padahal, dana bansos/hibah itu hanya difasilitasi oleh anggota Dewan sebagai bentuk tindaklanjuti aspirasi dari masyarakat.
“Kita seolah-olah ngotot dan keberatan dana bansos/hibah ditiadakan. Padahal, kan bansos/hibah itu adalah anggaran eksekutif yang juga dituangkan dalam KUA/PPAS difasilitasi oleh Dewan. Mekanisme pencairanya di eksekutif, uangnya masuk ke rekening masyarakat. Bukan masuk ke kantong anggota Dewan,” jelas Wakil Ketua DPRD Bali dari Fraksi Golkar ini.
Menurut Sugawa Korry, mengatakan proses penetapan KUA/PPAS (Kebijakan Umum Anggaran/Prioritas Platform Anggaran Sementara) itu melalui mekanisme panjang. APBD itu kucinya KUA/PPAS. Menteri Dalam Negeri (Mendagri) telah keluarkan surat edaran bahwa segenap jajaran di daerah harus mendukung visi misi Gubernur-Wakil Gubernur terpilih dalam penyusunan program di masa transisi.
Ketika draft RAPBD Bali Induk 2019 masuk, kata Sugawa Korry, Badan Anggaran (Banggar) DPRD Bali membahasnya bersama Tim Anggaran Daerah Provinsi Bali. Saat itu juga ada ditanyakan apa usulan Gubernur terpilih? Sebagaimana diatur dalam UU Nomor 23 Tahun 2014, pemerintahan daerah itu adalah Gubernur dan DPRD Provinsi.
“Sesuai UU 23/2014 itu, Gubernur harus menghormati fungsi DPRD yakni budgeting, legislasi, dan pengawasan. Jadi, bukan serta merta keinginan eksekutif disetujui legislatif atau sebaliknya. Inilah pentingnya pembahasan transparans, mengacu dengan RPJMD (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah),” papar politisi Golkar asal Desa Banyuatis, Kecamatan Banjar, Buleleng ini.
Ditambahkannya, ada Surat Edaran Mendagri yang menginstruksikan agar program priroritas Gubernur terpilih didukung. “Fraksi-fraksi DPRD Bali sudah mengerti Surat Edaran Mendagri, tidak perlu menunggu RAPBD 2019 ditetapkan. Soal short cut kami sangat setuju, karena ini diprogramkan sejak lama. Dalam UU 23/2014 juga jelas bahwa bansos/hibah bisa difasilitasi Dewan. Ada aspirasi politik, usulan pembangunan termasuk bansos/hibah bisa difasilitasi. Eksekusinya ya di eksekutif,” katanya.
Ditanya apa boleh eksekutif tidak memberikan Dewan memfasilitasi bansos/hibah, menurut Sugawa Korry, bansos/hibah itu disetujui oleh eksekutif kalau memenuhi norma, standar, prosedur, dan kriteria. DPRD Bali berwenang memfasilitasi, berhak memverifikasi bersama OPD terkait di Pemprov Bali terkait aspirasi bantuan bansos/hibah. Kemudian, uangnya dicairkan langsung oleh masyarakat melalui OPD.
Soal dana bansos/hibah menjadi senjata bagi para incumbent DPRD Bali untuk tarung Pileg 2019, sehingga anggota Dewan ngotot supaya dapat memfasilitasinya, menurut Sugawa Korry, itu sah-sah saja. “Gubernur terpilih (Wayan Koster) dulu ketika jadi anggota DPR RI, kan juga banyak membantu masyarakat dengan dana APBN dan membawa program wantilan ke Bali. Ya sama, posisi kita seperti itu. Kalau bisa memperjuangkan bansos/hibah, bukan salah, sepanjang dananya me-mang diterima masyarakat,” tandas mantan Ketua DPD II Golkar Buleleng ini.
Sementara itu, Mendagri Tjahjo Kumolo wanti-wanti soal masalah anggaran di daerah, termasuk bansos/hibah. Menurut Tjahjo, saat ini ada kebijakan baru dari Kemendagri bahwa dana bansos/hibah memang dibolehkan disalurkan kepada masyarakat. “Boleh, sepanjang dana itu disalurkan transparan, tidak dipotong-potong. Jangan sampai masyarakat harusnya dapat 100, tapi dipotong 60,” ujar Tjahjo dalam pidatonya ketika melantik Hamdani sebagai Penjabat Gubernur Bali di Gedung Wiswa Sabha Utama Kantor Gubernuran, Niti Mandala Denpasar, Rabu sore.
Tjahjo juga mengingatkan adanya kerawanan-kerawanan kasus korupsi yang mendera pejabat di daerah, melalui perencanaan anggaran. Meskipun di Bali sekarang aman-aman saja dan tidak ada kong kalikong dalam pembahasan anggaran, namun ada daerah lainnya yang memaksakan kehendak sehingga ditangkap KPK. “Makanya, bansos/hibah itu harus digunakan sebaik mungkin, jangan fiktif, jangan dipotong,” tegas mantan Sekjen DPP PDIP ini. *nat
1
Komentar