Hadapi Musim Panen, Petani Manggis Tidak Khawatir Harga Anjlok
Memasuki puncak panen manggis pada Maret 2019 mendatang, petani di Kecamatan Pupuan, Kabupaten Tabanan optimistis harga manggis tidak jeblok seperti puncak panen tahun lalu.
TABANAN, NusaBali
Hal itu karena buah manggis bisa terserap oleh pasar. Terlebih lagi ekspor buah manggis ke China dari Bali tidak lagi melalui perantara pihak ketiga. Eksportir buah manggis di Desa Padangan, Kecamatan Pupuan, sekaligus Ketua Asosiasi Manggis Indonesia Jero Putu Tesan, mengatakan tahun ini produksi manggis di Bali cukup bagus karena cuaca sangat mendukung. Melihat kondisi itu akan membuat produksi manggis pada puncak panen yang diperkirakan Maret mendatang akan melimpah dibandingkan tahun sebelumnya. “Tetapi dengan melimpahnya buah manggis nanti, kami optimis harga tidak akan anjlok,” ungkapnya, Kamis (30/8).
Dia optimistis karena buah hasil panen manggis nantinya bisa terserap pasar. Terlebih untuk ekspor dari Bali ke China mulai 2018 tidak melalui perantara pihak ketiga. Jadi sekarang sudah bisa langsung. “Ini tentu angin segar buat kami, sehingga hasil panen yang melimpah sudah dipersiapkan untuk ekspor juga,” imbuh Jero Tesan.
Selain itu Jero Tesan juga menyebutkan pada masa panen sekarang buah manggis yang tidak melimpah dipatok harga Rp 25.000 per kilogram. Dan pada panen saat puncak panen nanti kemungkinan harga manggis akan berada di level Rp 15.000 per kg. Jika dibandingkan tahun lalu harga buah manggis saat musim panen Rp 5.000 per kg.
“Harga jual saat puncak musim panen memang turun, namun kondisi itu masih cukup baik bahkan lebih menguntungkan dibandingkan tahun lalu,” bebernya.
Ditambahkan Jero Tesan, kondisi itu lebih menggembirakan lagi karena hanya ekspor manggis dari Bali saja yang diperbolehkan oleh China untuk langsung masuk ke negara tersebut tanpa melalui pihak ketiga.
Tetapi perlakuan itu berbeda halnya dengan produksi manggis dari provinsi lain di Indonesia yang harus melalui pihak ketiga, yakni Thailand. “Ini sudah berlangsung sejak 16 Juli 2018 lalu. Thailand menyetop impor manggis dari Indonesia, sehingga daerah lain penghasil manggis di Indonesia ini kebingungan untuk melempar produknya ke pasar ekspor,” tegasnya.
Menurut Jero Tesan, penghentian impor oleh Thailand ini erat kaitannya dengan standar mutu yang diminta oleh buyer yang tidak bisa dipenuhi oleh eksportir manggis di luar Bali, yakni buah manggis harus mengantongi sertifikasi kebun hingga standar pengepakan yang melalui proses pembersihan dan packing house.
“Selama ini di Bali, sejumlah petani manggis sudah menerapkan standar tersebut, sehingga buyer membuka pintu ekspor,” kata Jero Tesan. *de
Hal itu karena buah manggis bisa terserap oleh pasar. Terlebih lagi ekspor buah manggis ke China dari Bali tidak lagi melalui perantara pihak ketiga. Eksportir buah manggis di Desa Padangan, Kecamatan Pupuan, sekaligus Ketua Asosiasi Manggis Indonesia Jero Putu Tesan, mengatakan tahun ini produksi manggis di Bali cukup bagus karena cuaca sangat mendukung. Melihat kondisi itu akan membuat produksi manggis pada puncak panen yang diperkirakan Maret mendatang akan melimpah dibandingkan tahun sebelumnya. “Tetapi dengan melimpahnya buah manggis nanti, kami optimis harga tidak akan anjlok,” ungkapnya, Kamis (30/8).
Dia optimistis karena buah hasil panen manggis nantinya bisa terserap pasar. Terlebih untuk ekspor dari Bali ke China mulai 2018 tidak melalui perantara pihak ketiga. Jadi sekarang sudah bisa langsung. “Ini tentu angin segar buat kami, sehingga hasil panen yang melimpah sudah dipersiapkan untuk ekspor juga,” imbuh Jero Tesan.
Selain itu Jero Tesan juga menyebutkan pada masa panen sekarang buah manggis yang tidak melimpah dipatok harga Rp 25.000 per kilogram. Dan pada panen saat puncak panen nanti kemungkinan harga manggis akan berada di level Rp 15.000 per kg. Jika dibandingkan tahun lalu harga buah manggis saat musim panen Rp 5.000 per kg.
“Harga jual saat puncak musim panen memang turun, namun kondisi itu masih cukup baik bahkan lebih menguntungkan dibandingkan tahun lalu,” bebernya.
Ditambahkan Jero Tesan, kondisi itu lebih menggembirakan lagi karena hanya ekspor manggis dari Bali saja yang diperbolehkan oleh China untuk langsung masuk ke negara tersebut tanpa melalui pihak ketiga.
Tetapi perlakuan itu berbeda halnya dengan produksi manggis dari provinsi lain di Indonesia yang harus melalui pihak ketiga, yakni Thailand. “Ini sudah berlangsung sejak 16 Juli 2018 lalu. Thailand menyetop impor manggis dari Indonesia, sehingga daerah lain penghasil manggis di Indonesia ini kebingungan untuk melempar produknya ke pasar ekspor,” tegasnya.
Menurut Jero Tesan, penghentian impor oleh Thailand ini erat kaitannya dengan standar mutu yang diminta oleh buyer yang tidak bisa dipenuhi oleh eksportir manggis di luar Bali, yakni buah manggis harus mengantongi sertifikasi kebun hingga standar pengepakan yang melalui proses pembersihan dan packing house.
“Selama ini di Bali, sejumlah petani manggis sudah menerapkan standar tersebut, sehingga buyer membuka pintu ekspor,” kata Jero Tesan. *de
Komentar