Bali Alami Black Out, Komisi I Teriak Minta Siapkan Bali Crossing
Listrik di seluruh Bali alami black out (pemadaman serentak), Rabu (5/8) siang mulai pukul 12.26 Wita.
DENPASAR, NusaBali
Black out selama 2 jam ini terjadi akibat gangguan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Pacitan (Jawa Timur) dan PLTU Paiton (Jawa Timur). DPRD Bali teriak pun minta Pemprov dan PLN siapkan Bali Crossing, untuk mengantisipasi ancaman listrik ke depan.
Gara-gara gangguan PLTU Pacitan, pasokan listrik dari Jawa ke Bali melalui kabel bawah laut sebesar 340 MW hilang seketika. Pasokan listrik yang hilang ini mencapai 25 persen dari total 1.288,7 pasokan listrik untuk Bali. Karenanya, terjadilan pemadaman serentak. Listrik di Bali kemarin baru bisa menyala secara bertahap mulai pukul 13.26 Wita. Listrik baru benar-benar pulih sekitar 4 jam pasca black out.
Manajer PLN Distribusi Bali, Eko Mulyo HW, mengatakan black out kemarin berawal dari gangguan PLTU Pacitan yang bebannya saat itu mencapai 315 MW. Gangguan tersebut berimbas ke PLTU Paiton, yang merupakan penghubung suplai listrik ke Bali melalui kabel laut. Namun, penyebab pasti gangguan tersebut belum diketahui dan masih dalam tahap investigasi.
"Beban puncak di Bali sekitar pukul 11.00 Wita mencapai 680 MW. Setelah itu terjadi black out karena PLTU Pacitan dan PLTU Paiton mengalami gangguan. Karena 25 persen listrik di Bali dipasok dari Jawa, maka gangguan tersebut berimbas ke Bali," ujar Eko Mulyo didampingi Manajer Komunikasi, Hukum, dan Administrasi PLN Distribusi Bali, Ferial Maricar, saat jumpa pers di Kantor PLN Distribusi Bali, Denpasar, Rabu siang.
Untuk mengembalikan tegangan di Bali, kata Eko Mulyo, pihaknya harus melakukan proses bertahap. Tahapan yang paling utama adalah menghidupkan kembali pembangkit listrik di Bali, salah satunya PLTU Celukan Bawang, Desa Celukan Bawan, Kecamatan Gerokgak, Buleleng---yang menghasilkan listrik 380 MW. Sayangnya, jika tidak diberi suplai terlebih dulu, PLTU Celukan Bawang tidak bisa mengalirkan tegangan.
Dalam kondisi seperti itu, kata Eko, PLN menyuplai kembali listrik dari Jawa melalui Gardu Induk Gilimanuk (Kecamatan Melaya, Jembrana). Tahapan itu dilakukan PLN untuk mengembalikan seluruh tegangan di Bali. Karenanya, hingga menjelang sore kemarin listrik di Bali baru bisa menyala 75 persen. Berapa titik yang belum bisa menyala karena proses pengaliran adalah wilayah Bali Timur.
Sementara, Manajer Komunikasi-Hukum-Administrasi PLN Distribusi Bali, Ferial Maricar, mengatakan hingga sore pukul 15.40 Wita, pemulihan listrik di wilayah-wilayah yang dipasok dari Gardu Induk (GI) Gilimanuk, GI Pesanggaran (Denpasar Selatan), GI Celukan Bawang (Buleleng), GI Pemaron (Buleleng), GI Pemecutan Kelod (Denpasar Barat), GI Kapal (Badung), dan GI Bandara Internasional Ngurah Rai Tuban (Kuta) sudah normal 100 persen. "Kecuali di bebe-rapa titik yang mengalami gangguan jaringan Bali Timur seperti Karangasem, Bangli, Klungkung masih kita upayakan," jelas Ferial.
Sekadar dicatat, listrik di Bali yang totalnya mencapai 1.288,7 MW dipasok dari 5 sumber. Selain dari kabale laut Jawa-Bali sebesar 340 MW, empat sumber lainnya masing-masing PLTU Celukan Bawang (380 MW), PLTDG Gilimanuk (130 MW), PLTDG Pamaron (80 MW), dan PLTDG Pesanggaran (358,7 MW). Jika terjadi gangguan pasokan listrik dari Jawa, maka black out tidak terhindarkan. Kebutuhan listrik di Bali saat beban puncak (malam) mencapai 869 MW.
Sementara itu, pemadaman listrik yang berlangsung sekitar 2 jam kemarin membuat gerah DPRD Bali. Komisi III DPRD Bali (yang membidangi pembangunan dan listrik) pun mendorong Pemprov Bali dan PLN segera memiliki listrik secara mandiri yang ramah lingkungan. Solusi lainnya, siapkan Bali Crossing (membangun jaringan listrik Jawa-Bali) dengan tower melalui Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SU-TET.
Ketua Komisi III DPRD Bali, I Nengah Tamba, mengingatkan kalau listrik terus-terusan byar pet, itu menandakan Bali perlu revitalisasi masalah kelistikan. “Dulu sudah saya sampaikan kepada PLN dan Pemprov Bali dalam beberapa kali rapat membahas listrik, siapkan Bali Crossing,” ujar Nengah Tamba secara terpisah di Gedung DPRD Bali, Niti Mandala Denpasar, Rabu kemarin.
Tamba menyebutkan, jika Bali Crossing masuk Bali, tidak perlu ada pendirian Gardu Induk. Sebab, dengan Bali Crossing, Bali menerima listrik bersih, tanpa pencemaran lagi. “Jika ada Bali Crossing, listrik Bali aman. Tapi kan selalu kita pro dan kontra. Padahal, untuk membangun Bali Crossing itu sudah ada dalam Perda RTRW Provinsi Bali yang disusun sekarang. Cuma, masih saja ada pro kontra,” ujar politisi Demokrat asal Desa Kaliakah, Kecamatan Negara, Jembrana ini.
Tamba juga mendorong Pemprov Bali ddi bawah Gubernur Wayan Koster supaya menyiapkan langkah terkait masalah kelistrikan ini. Menurut Tamba, Bali perlu memiliki back up Power Generation untuk jangka waktu lama. “Makanya tetap harus ada Pembangkit Listrik Tenaga Gas, Pembangkit Listrik Tenaga Uap, atau pembangkit listrik energi ramah lingkungan lainnya. Bali ini bukan pulau biasa, melainkan pulau pariwisata yang banyak ada rumah sakit internasional dan banyak hotel yang harus menjaga citra pelayanan,” jelas Tamba.
Tamba pun mengingatkan komponen masyarakat Bali, tokoh, dan stakeholder yang selama ini terkait dengan masalah kelistrikan sudah harus berupaya, tidak lagi kaku terhadap pembangunan kelistrikan di Bali. “Coba saja kalau malam pejamkan mata barang sejam atau gelap tanpa listrik. Rasakan itu, bingung sudah. Jadi, jangan saklek-saklek,” pintanya.
Sedangkan Wakil Ketua Komisi III DPRD Bali, Ketut Kariyasa Adnyana, mengatakan masalah listrik di Bali sebenarnya bukan hanya urusan cadangan 1-2 tahun. Bali sudah harus memikirkan cadangan listrik sampai 50 tahun ke depan, dengan energi terbarukan. “Saya sejak dulu meminta supaya ada upaya dari pihak PLN mengupayakan cadangan listrik ramah lingkungan dan terbarukan, dengan teknologi modern,” tandas politisi PDIP asal Desa/Kecamatan Busungbiu, Buleleng ini.
Kariyasa menyebutkan, selama ini banyak pihak yang sudah menawarkan pembangunan pembangkit listrik yang ramah lingkungan di Bali, sebagaimana diterapkan negara-negara maju. Namun, karena karena masalah kultur, etika, dan estetika, selalu terjadi pro dan kontra. “Ini juga menjadikan hal sulit bagi kita dalam pembangunan energi listrik di Bali,” katanya.
Menurut Kariyasa, sekarang harus ada solusi, karena ke depan kebutuhan listrik itu bukan lagi jangka pendek, namun sudah kebutuhan pokok. “Bayangkan jika tidak ada listrik dalam waktu tertentu. Jangankan dalam hitungan jam, dalam hitungan menit saja tak ada listrik, sudah bingung kita. Apalagi berjam-jam, jelas berdampak terhadap perputaran bisnis di Bali,” tegas Kariyasa yang maju tarung ke DPR RI Dapil Bali dalam Pileg 2019. *mi,nat
Gara-gara gangguan PLTU Pacitan, pasokan listrik dari Jawa ke Bali melalui kabel bawah laut sebesar 340 MW hilang seketika. Pasokan listrik yang hilang ini mencapai 25 persen dari total 1.288,7 pasokan listrik untuk Bali. Karenanya, terjadilan pemadaman serentak. Listrik di Bali kemarin baru bisa menyala secara bertahap mulai pukul 13.26 Wita. Listrik baru benar-benar pulih sekitar 4 jam pasca black out.
Manajer PLN Distribusi Bali, Eko Mulyo HW, mengatakan black out kemarin berawal dari gangguan PLTU Pacitan yang bebannya saat itu mencapai 315 MW. Gangguan tersebut berimbas ke PLTU Paiton, yang merupakan penghubung suplai listrik ke Bali melalui kabel laut. Namun, penyebab pasti gangguan tersebut belum diketahui dan masih dalam tahap investigasi.
"Beban puncak di Bali sekitar pukul 11.00 Wita mencapai 680 MW. Setelah itu terjadi black out karena PLTU Pacitan dan PLTU Paiton mengalami gangguan. Karena 25 persen listrik di Bali dipasok dari Jawa, maka gangguan tersebut berimbas ke Bali," ujar Eko Mulyo didampingi Manajer Komunikasi, Hukum, dan Administrasi PLN Distribusi Bali, Ferial Maricar, saat jumpa pers di Kantor PLN Distribusi Bali, Denpasar, Rabu siang.
Untuk mengembalikan tegangan di Bali, kata Eko Mulyo, pihaknya harus melakukan proses bertahap. Tahapan yang paling utama adalah menghidupkan kembali pembangkit listrik di Bali, salah satunya PLTU Celukan Bawang, Desa Celukan Bawan, Kecamatan Gerokgak, Buleleng---yang menghasilkan listrik 380 MW. Sayangnya, jika tidak diberi suplai terlebih dulu, PLTU Celukan Bawang tidak bisa mengalirkan tegangan.
Dalam kondisi seperti itu, kata Eko, PLN menyuplai kembali listrik dari Jawa melalui Gardu Induk Gilimanuk (Kecamatan Melaya, Jembrana). Tahapan itu dilakukan PLN untuk mengembalikan seluruh tegangan di Bali. Karenanya, hingga menjelang sore kemarin listrik di Bali baru bisa menyala 75 persen. Berapa titik yang belum bisa menyala karena proses pengaliran adalah wilayah Bali Timur.
Sementara, Manajer Komunikasi-Hukum-Administrasi PLN Distribusi Bali, Ferial Maricar, mengatakan hingga sore pukul 15.40 Wita, pemulihan listrik di wilayah-wilayah yang dipasok dari Gardu Induk (GI) Gilimanuk, GI Pesanggaran (Denpasar Selatan), GI Celukan Bawang (Buleleng), GI Pemaron (Buleleng), GI Pemecutan Kelod (Denpasar Barat), GI Kapal (Badung), dan GI Bandara Internasional Ngurah Rai Tuban (Kuta) sudah normal 100 persen. "Kecuali di bebe-rapa titik yang mengalami gangguan jaringan Bali Timur seperti Karangasem, Bangli, Klungkung masih kita upayakan," jelas Ferial.
Sekadar dicatat, listrik di Bali yang totalnya mencapai 1.288,7 MW dipasok dari 5 sumber. Selain dari kabale laut Jawa-Bali sebesar 340 MW, empat sumber lainnya masing-masing PLTU Celukan Bawang (380 MW), PLTDG Gilimanuk (130 MW), PLTDG Pamaron (80 MW), dan PLTDG Pesanggaran (358,7 MW). Jika terjadi gangguan pasokan listrik dari Jawa, maka black out tidak terhindarkan. Kebutuhan listrik di Bali saat beban puncak (malam) mencapai 869 MW.
Sementara itu, pemadaman listrik yang berlangsung sekitar 2 jam kemarin membuat gerah DPRD Bali. Komisi III DPRD Bali (yang membidangi pembangunan dan listrik) pun mendorong Pemprov Bali dan PLN segera memiliki listrik secara mandiri yang ramah lingkungan. Solusi lainnya, siapkan Bali Crossing (membangun jaringan listrik Jawa-Bali) dengan tower melalui Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SU-TET.
Ketua Komisi III DPRD Bali, I Nengah Tamba, mengingatkan kalau listrik terus-terusan byar pet, itu menandakan Bali perlu revitalisasi masalah kelistikan. “Dulu sudah saya sampaikan kepada PLN dan Pemprov Bali dalam beberapa kali rapat membahas listrik, siapkan Bali Crossing,” ujar Nengah Tamba secara terpisah di Gedung DPRD Bali, Niti Mandala Denpasar, Rabu kemarin.
Tamba menyebutkan, jika Bali Crossing masuk Bali, tidak perlu ada pendirian Gardu Induk. Sebab, dengan Bali Crossing, Bali menerima listrik bersih, tanpa pencemaran lagi. “Jika ada Bali Crossing, listrik Bali aman. Tapi kan selalu kita pro dan kontra. Padahal, untuk membangun Bali Crossing itu sudah ada dalam Perda RTRW Provinsi Bali yang disusun sekarang. Cuma, masih saja ada pro kontra,” ujar politisi Demokrat asal Desa Kaliakah, Kecamatan Negara, Jembrana ini.
Tamba juga mendorong Pemprov Bali ddi bawah Gubernur Wayan Koster supaya menyiapkan langkah terkait masalah kelistrikan ini. Menurut Tamba, Bali perlu memiliki back up Power Generation untuk jangka waktu lama. “Makanya tetap harus ada Pembangkit Listrik Tenaga Gas, Pembangkit Listrik Tenaga Uap, atau pembangkit listrik energi ramah lingkungan lainnya. Bali ini bukan pulau biasa, melainkan pulau pariwisata yang banyak ada rumah sakit internasional dan banyak hotel yang harus menjaga citra pelayanan,” jelas Tamba.
Tamba pun mengingatkan komponen masyarakat Bali, tokoh, dan stakeholder yang selama ini terkait dengan masalah kelistrikan sudah harus berupaya, tidak lagi kaku terhadap pembangunan kelistrikan di Bali. “Coba saja kalau malam pejamkan mata barang sejam atau gelap tanpa listrik. Rasakan itu, bingung sudah. Jadi, jangan saklek-saklek,” pintanya.
Sedangkan Wakil Ketua Komisi III DPRD Bali, Ketut Kariyasa Adnyana, mengatakan masalah listrik di Bali sebenarnya bukan hanya urusan cadangan 1-2 tahun. Bali sudah harus memikirkan cadangan listrik sampai 50 tahun ke depan, dengan energi terbarukan. “Saya sejak dulu meminta supaya ada upaya dari pihak PLN mengupayakan cadangan listrik ramah lingkungan dan terbarukan, dengan teknologi modern,” tandas politisi PDIP asal Desa/Kecamatan Busungbiu, Buleleng ini.
Kariyasa menyebutkan, selama ini banyak pihak yang sudah menawarkan pembangunan pembangkit listrik yang ramah lingkungan di Bali, sebagaimana diterapkan negara-negara maju. Namun, karena karena masalah kultur, etika, dan estetika, selalu terjadi pro dan kontra. “Ini juga menjadikan hal sulit bagi kita dalam pembangunan energi listrik di Bali,” katanya.
Menurut Kariyasa, sekarang harus ada solusi, karena ke depan kebutuhan listrik itu bukan lagi jangka pendek, namun sudah kebutuhan pokok. “Bayangkan jika tidak ada listrik dalam waktu tertentu. Jangankan dalam hitungan jam, dalam hitungan menit saja tak ada listrik, sudah bingung kita. Apalagi berjam-jam, jelas berdampak terhadap perputaran bisnis di Bali,” tegas Kariyasa yang maju tarung ke DPR RI Dapil Bali dalam Pileg 2019. *mi,nat
1
Komentar