LSM Jari Simpul: Aparat Hukum Harus Bertindak
Soal Dugaan Fee Proyek Revitalisasi Pasar
SINGARAJA, NusaBali
Dugaan adanya pungutan pada proyek revitalisasi enam pasar tradisional sebagai fee kepada tim pengawal pengaman pembangunan pemerintah daerah (TP4D) Kabupaten Buleleng, membuat gerah LSM Orwil Bali Jari Simpul Buleleng. Pentolan LSM Orwil Bali Jari Simpul Buleleng, Wayan Purnamek meminta agar aparat penegak hukum bisa membongkar praktik dugaan tersebut. “Ini ibarat pagar makan tanaman. Diberikan kewenangan agar tidak terjadi penyimpangan, justru malah bikin penyimpangan, kalau seperti itu,” kata Purnamek yang duduk di Badan Pengawas Orwil Bali Jari Simpul Buleleng, Kamis (6/9) siang.
Dikatakan, TP4D itu semestinya mengayomi para pelaksana proyek di lapangan, agar tidak terjadi penyimpangan. Sehingga lanjut Purnamek, sangat disayangkan jika ada tindakan pungutan dalam proyek revitalisasi enam pasar, sebagai fee TP4D. “Aparat penegak hukum harus bergerak ini, bongkar praktik-praktik pungutan seperti itu. Dan para kontraktor yang tergabung dalam asosiasi juga harus berani mengungkap praktik-praktik seperti itu,” tegasnya.
Menurut Purnamek, revitalisasi pasar tradisional itu untuk kepentingan masyarakat kecil. Sehingga jika terjadi praktik-praktik pungutan seperti dugaan ada fee ke TP4D, sangat merugikan masyarakat kecil. “Ini yang dibangun bukan mall. Ini untuk kepentingan masyarakat kecil. Jangan sampai ada aksi-aksi yang melibatkan masyarakat banyak seperti 5-10 tahun lalu,” ujarnya.
Sebelumnya rekanan bernama Ketut Yasa, dari CV Arya Dewata, pemenang tender untuk pasar di Desa/Kecamatan Busungbiu mengungkapkan, ada dugaan praktek pungutan yang disinyalir untuk TP4D. Karena saat melengkapi syarat adminitrasi kontrak pekerjaan di Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Dagprin), dirinya disodori daftar pungutan. Disebutkan, dalam daftar tercantum nilai proyek sebesar Rp 1,3 miliar, di sampingnya ada angka Rp 100 juta, kemudian proyek dengan nilai Rp 100 juta ada angka Rp 75, juta, dan proyek dengan dana Rp 650 juta, ada angka Rp 50 juta. “Saya ditunjukkan daftar itu, setelah saya baca, kok ada angka-angka nilai uang disamping nilai proyek. Karena aneh, saya tanyakan ke PPK-nya (Pejabat Pembuat Komitmen), agar jelas maksudnya,” ungkap Yasa, yang tinggal di Kelurahan Banyuning, Kecamatan Buleleng.
Masih kata Yasa, dari penjelasan PPK, daftar pencantuman angka-angka nilai uang tersebut harus disampaikan kepada setiap rekanan, sesuai dengan surat dari atasannya yakni Kepala Dinas Dagprin. “Keterangan dari PPK, diprintahkan oleh atasannya atas surat TP4D, dan PPK menyebut kalau angka-angka dalam daftar proyek itu, agar proyek saat dikerjakan tidak dimasalahkan oleh TP4D,” kata Yasa.
Lebih lanjut Yasa mengaku, menolak ada pemotongan sesuai angka besaran uang yang tertera dalam daftar tersebut. Baginya, tindakan itu bisa terindikasi korupsi. “Ini tidak benar dan kental dengan indikasi korupsi. Kami minta dibuka dan kalau tidak kita lawan. Pengawasan oleh TP4D juga terlalu berlebihan, padahal kita bekerja sudah ada lembaga resmi yang mengawasi seperti Konsultan Pengawas, Inspektorat, BPKP dan BPK,” bebernya.
Sementara itu Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Singaraja M Fahrur Rozy selaku pimpinan TP4D yang dikonfirmasi Rabu (5/9), membantah keras isu tersebut. Dikatakan, TP4D tidak penah membuat, atau membicarakan terkait angka-angka pada daftar proyek apalagi memungut fee. “TP4D tidak ada membicarakan apalagi membuat angka-angka itu. Apalagi menyebut fee. Setiap turun (TP4D,red), kami sampaikan sama pimpinan instansi agar tidak menyebut uang, dan tim ditugaskan mendampingi agar proyek tidak tersangkut hukum,” tepisnya. *k19
Dikatakan, TP4D itu semestinya mengayomi para pelaksana proyek di lapangan, agar tidak terjadi penyimpangan. Sehingga lanjut Purnamek, sangat disayangkan jika ada tindakan pungutan dalam proyek revitalisasi enam pasar, sebagai fee TP4D. “Aparat penegak hukum harus bergerak ini, bongkar praktik-praktik pungutan seperti itu. Dan para kontraktor yang tergabung dalam asosiasi juga harus berani mengungkap praktik-praktik seperti itu,” tegasnya.
Menurut Purnamek, revitalisasi pasar tradisional itu untuk kepentingan masyarakat kecil. Sehingga jika terjadi praktik-praktik pungutan seperti dugaan ada fee ke TP4D, sangat merugikan masyarakat kecil. “Ini yang dibangun bukan mall. Ini untuk kepentingan masyarakat kecil. Jangan sampai ada aksi-aksi yang melibatkan masyarakat banyak seperti 5-10 tahun lalu,” ujarnya.
Sebelumnya rekanan bernama Ketut Yasa, dari CV Arya Dewata, pemenang tender untuk pasar di Desa/Kecamatan Busungbiu mengungkapkan, ada dugaan praktek pungutan yang disinyalir untuk TP4D. Karena saat melengkapi syarat adminitrasi kontrak pekerjaan di Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Dagprin), dirinya disodori daftar pungutan. Disebutkan, dalam daftar tercantum nilai proyek sebesar Rp 1,3 miliar, di sampingnya ada angka Rp 100 juta, kemudian proyek dengan nilai Rp 100 juta ada angka Rp 75, juta, dan proyek dengan dana Rp 650 juta, ada angka Rp 50 juta. “Saya ditunjukkan daftar itu, setelah saya baca, kok ada angka-angka nilai uang disamping nilai proyek. Karena aneh, saya tanyakan ke PPK-nya (Pejabat Pembuat Komitmen), agar jelas maksudnya,” ungkap Yasa, yang tinggal di Kelurahan Banyuning, Kecamatan Buleleng.
Masih kata Yasa, dari penjelasan PPK, daftar pencantuman angka-angka nilai uang tersebut harus disampaikan kepada setiap rekanan, sesuai dengan surat dari atasannya yakni Kepala Dinas Dagprin. “Keterangan dari PPK, diprintahkan oleh atasannya atas surat TP4D, dan PPK menyebut kalau angka-angka dalam daftar proyek itu, agar proyek saat dikerjakan tidak dimasalahkan oleh TP4D,” kata Yasa.
Lebih lanjut Yasa mengaku, menolak ada pemotongan sesuai angka besaran uang yang tertera dalam daftar tersebut. Baginya, tindakan itu bisa terindikasi korupsi. “Ini tidak benar dan kental dengan indikasi korupsi. Kami minta dibuka dan kalau tidak kita lawan. Pengawasan oleh TP4D juga terlalu berlebihan, padahal kita bekerja sudah ada lembaga resmi yang mengawasi seperti Konsultan Pengawas, Inspektorat, BPKP dan BPK,” bebernya.
Sementara itu Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Singaraja M Fahrur Rozy selaku pimpinan TP4D yang dikonfirmasi Rabu (5/9), membantah keras isu tersebut. Dikatakan, TP4D tidak penah membuat, atau membicarakan terkait angka-angka pada daftar proyek apalagi memungut fee. “TP4D tidak ada membicarakan apalagi membuat angka-angka itu. Apalagi menyebut fee. Setiap turun (TP4D,red), kami sampaikan sama pimpinan instansi agar tidak menyebut uang, dan tim ditugaskan mendampingi agar proyek tidak tersangkut hukum,” tepisnya. *k19
Komentar