11 Provinsi, 4,87 Juta Jiwa Terdampak Kekeringan
Bencana kekeringan terus meluas dan melanda sepertiga wilayah di Indonesia.
JAKARTA, NusaBali
Meski kondisi musim kemarau berlangsung secara normal, musibah ini tetap dirasakan masyarakat, khususnya di daerah Pulau Jawa dan Nusa Tenggara sepanjang 2018. Dampak kemarau menyebabkan pasokan air berkurang, debit sungai menurun, tinggi muka air di danau dan waduk menyusut, sumur mengering sehingga masyarakat mengalami kekurangan air. Tak sedikit warga yang terpaksa harus membeli air bersih untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Petani yang sangat terdampak juga harus mengeluarkan biaya tambahan jauh lebih besar untuk kelangsungan lahan pertaniannya. Mereka harus merogok Rp800.000 biaya sewa pompa air dan membeli solar untuk mengaliri sawahnya. Sebagian memodifikasi pompa air dengan mengganti bahan bakar solar dengan gas 3 kg sehingga dapat menghemat Rp100.000 hingga Rp150.000.
Berdasarkan data yang dihimpun Posko Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), kekeringan melanda 11 provinsi, meliputi 111 kabupaten/kota, 888 kecamatan, dan 4.053 desa.
“Kekeringan telah menyebabkan 4,87 juta jiwa terdampak. Masyarakat mengalami kekurangan air bersih sehingga harus mencari air ke sumber-sumber air di tempat lain. Sebagian harus membeli air bersih dan menggantungkan pada bantuan droping,” kata Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho dalam keterangan tertulisnya, Kamis (6/9) seperti dilansir iNews.id.
Sebagian besar kekeringan melanda wilayah Jawa dan Nusa Tenggara. Beberapa daerah yang mengalami kekeringan cukup luas adalah Provinsi Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, NTB, NTT, dan Lampung.
Pendataan kekeringan di wilayah Bali masih dilakukan. Namun berdasarkan laporan BPBD, kekeringan tidak terlalu berdampak luas di Bali pada tahun ini.
BNPB menyiapkan anggaran dana siap pakai Rp50 miliar untuk mengatasi kekeringan di daerah. Bantuan bersifat darurat dengan suplai air, pengadaan tandon, sewa mobil tangki, pembangunan bak penampung, pembangunan sumur bor dan lainnya yang bersifat darurat. “Diperkirakan kekeringan pada tahun 2018, ini tidak banyak berpengaruh pada ketahanan pangan,” ujarnya.
Sementara itu data BMKG, musim kemarau diperkirakan berlangsung hingga September 2018, dimana puncak kekeringan berlangsung selama Agustus hingga September. BMKG telah memprediksi bahwa awal musim hujan 2018 akan terjadi pada Oktober hingga Desember dan puncaknya terjadi Januari hingga Februari 2019. *
Meski kondisi musim kemarau berlangsung secara normal, musibah ini tetap dirasakan masyarakat, khususnya di daerah Pulau Jawa dan Nusa Tenggara sepanjang 2018. Dampak kemarau menyebabkan pasokan air berkurang, debit sungai menurun, tinggi muka air di danau dan waduk menyusut, sumur mengering sehingga masyarakat mengalami kekurangan air. Tak sedikit warga yang terpaksa harus membeli air bersih untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Petani yang sangat terdampak juga harus mengeluarkan biaya tambahan jauh lebih besar untuk kelangsungan lahan pertaniannya. Mereka harus merogok Rp800.000 biaya sewa pompa air dan membeli solar untuk mengaliri sawahnya. Sebagian memodifikasi pompa air dengan mengganti bahan bakar solar dengan gas 3 kg sehingga dapat menghemat Rp100.000 hingga Rp150.000.
Berdasarkan data yang dihimpun Posko Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), kekeringan melanda 11 provinsi, meliputi 111 kabupaten/kota, 888 kecamatan, dan 4.053 desa.
“Kekeringan telah menyebabkan 4,87 juta jiwa terdampak. Masyarakat mengalami kekurangan air bersih sehingga harus mencari air ke sumber-sumber air di tempat lain. Sebagian harus membeli air bersih dan menggantungkan pada bantuan droping,” kata Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho dalam keterangan tertulisnya, Kamis (6/9) seperti dilansir iNews.id.
Sebagian besar kekeringan melanda wilayah Jawa dan Nusa Tenggara. Beberapa daerah yang mengalami kekeringan cukup luas adalah Provinsi Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, NTB, NTT, dan Lampung.
Pendataan kekeringan di wilayah Bali masih dilakukan. Namun berdasarkan laporan BPBD, kekeringan tidak terlalu berdampak luas di Bali pada tahun ini.
BNPB menyiapkan anggaran dana siap pakai Rp50 miliar untuk mengatasi kekeringan di daerah. Bantuan bersifat darurat dengan suplai air, pengadaan tandon, sewa mobil tangki, pembangunan bak penampung, pembangunan sumur bor dan lainnya yang bersifat darurat. “Diperkirakan kekeringan pada tahun 2018, ini tidak banyak berpengaruh pada ketahanan pangan,” ujarnya.
Sementara itu data BMKG, musim kemarau diperkirakan berlangsung hingga September 2018, dimana puncak kekeringan berlangsung selama Agustus hingga September. BMKG telah memprediksi bahwa awal musim hujan 2018 akan terjadi pada Oktober hingga Desember dan puncaknya terjadi Januari hingga Februari 2019. *
Komentar