5 Hal Menarik yang Dapat Ditemui di Festival Tepi Sawah
Pesta panen padi di sawah beserta ritual-ritualnya adalah filosofi yang melandasi Festival Tepi Sawah yang dibalut sahaja dan hangatnya rasa kekeluargaan.
GIANYAR, NusaBali
Kebanyakan orang pasti sependapat bahwa melihat hamparan sawah hijau yang membentang luas adalah sebuah kebahagiaan dan rasa tenang yang tidak terhingga. Kini, kebahagiaan itu tengah disuguhkan oleh Festival Tepi Sawah, yang diselenggarakan di Omah Apik, Pejeng, Gianyar, dan berlangsung sejak 8 hingga 9 September 2018.
Festival yang telah menginjak tahun keduanya ini dipromotori oleh 3 sosok yang masing-masing berasal dari 3 lingkup bidang yang berbeda namun saling melengkapi, yaitu Nita Aartsen (Music Education & Performance), Anom Darsana (Sound Engineering & Event Management), dan Etha WIdiyanto (Architecture & Designs). Ketiganya pun sepakat untuk merancang sebuah festival yang bersifat kekeluargaan serta mendidik secara bersamaan yang kemudia dinamakan ‘Festival Tepi Sawah’ yang memang di adakan di lanskap tepi sawah yang asri berbalut pepohona yang teduh oleh Omah Apik Pejeng.
Dalam setiap acara atau festival, tentunya terdapat berbagai hal menarik yang dapat membuat pengunjung ingin datang lagi dan lagi ke acara tersebut, atau ada pula hal unik yang membedakan antara acara satu dan yang lainnya. Berikut adalah 5 hal menarik yang dapat anda temui di Festival Tepi Sawah versi NusaBali.
1. Workshop bersama Pelaku Seni hingga Artis Nasional
Selama 2 hari, Festival Tepi Sawah menyuguhkan berbagai workshop yang dapat diikuti oleh siapa saja saat bertandang ke acara tersebut. Workshop tersebut pun beragam, mulai dari bermain alat musik, olah vokal. hingga menggambar. Sebut saja, Trie Utami, yakni seorang penyanyi dan pelatih vokal yang telah dikenal publik baik di nasional mau internasional yang dengan loyalnya membimbing peserta workshop mengenai teknik-teknik dasar untuk mengolah vokal yang baik dan menghimbau peserta untuk lebih mengenal instrumen alami yang dimiliki oleh manusia, yaitu tubuhnya sendiri. Berkenaan dengan hal tersebut, Penyanyi Tompi pun sempat hadir dalam kesempatan yang sama di tahun pertama Festival Tepi Sawah.
Selain workshop olah vokal, juga terdapat wokshop alat musik Sapek, sebuah alat musik yang berasal dari Suku Dayak, Kalimantan Timur. Para narasumber yang juga merupakan pemain musik dan penari tarian Mandau (tarian khas Kalimantan yang ditarikan dengan pedang) menjelaskan mengenai bagaimana cara memainkannya, cara membuatnya, hingga fungsi-fungsi religius yang dimiliki oleh musik Sapek tersebut.
2. Aktivitas Membaca dan Menulis Puisi di Alam
Aktivitas ini kebanyakan diikuti oleh anak-anak lokal di Desa Pejeng, namun tidak menutup kemungkinan bagi seluruh pengunjung yang ingin bergabung dan meramaikan. Acara menulis dan membaca puisi tersebut dibalut dalam segmen Piknik di Tepi Sawah dan dipandu oleh Little Talks Ubud, yakni sebuah kafe yang berbasis buku-buku seputar sastra dan sejenisnya.
Siang itu, anak-anak diajak berkumpul di halaman rumput yang cukup luas yang teduh oleh pepohonan, bernama arena Batan Kayu. Dipandu langsung oleh Gustra (Pemilik Little Talks Ubud) dan Virginia (Penulis dan Penyair), anak-anak tampak antusias menulis puisi karangan sendiri untuk nantinya dibaca di depan. Tidak sedikit pula yang ingin maju lebih dari sekali. Rata-rata puisi yang mereka ciptakan bertema tentang lingkungan serta kebersihan.
3. Tempat Sewa Asbak, Piring, dan Gelas
Jika biasanya ketika sebuah acara usai akan banyak sampah, terutama sampah plastik yang bertebaran, maka lain halnya dengan yang ada di Festival Tepi Sawah. Suasana tersebut tidak akan anda temui karena pihak penyelenggara telah menyediakan stand khusus untuk menyewa benda-benda yang kemungkinan besar dibutuhkan oleh kebanyakan pengunjung, seperti, asbak yang terbuat dari potongan bambu yang dibuat menyerupai kalung, maka tidak ada alasan bagi para perokok untuk membuang abu serta puntung rokoknya sembarangan. Ada pula piring dan gelas untuk makan dan minum.
Benda-benda tersebut pun sengaja disediakan agar para vendor tidak perlu menggunakan plastik atau styrofoam untuk mewadahi makanan dan minuman yang dapat menyebabkan bertambahnya jumlah sampah plastik. Cukup dengan Rp 5.000, pengunjung sudah dapat menyewa asbak, piring, dan gelas untuk dipakai. Uniknya, ketika benda-benda tersebut dikembalikan usai dipakai, uang sewa tersebut pun akan dikembalikan, namun ada pula yang memilih membawa benda-benda tersebut pulang untuk dijadikan souvenir.
SELANJUTNYA...
Komentar