Bendesa Jelekungkang Tekuni Pembuatan Tempat Pratima
Bendesa Pakraman Jelekungkang, Desa Tamanbali, Kecamatan Bangli, I Wayan Wirya, menggeluti usaha pembuatan tempat pratima atau gedong kunci.
BANGLI, NusaBali
Ia mengerjakan gedong kunci atau pagayungan saat ada pesanan saja. Sebelumnya, ia juga terampil membuat ukuran paras (batu padas) yang ilmunya diturunkan oleh sang kakek, I Wayan Ngembat.
Wirya menuturkan, saat masih kecil sering diajak ke tempat kerja oleh kakeknya. Lama kelamaan, lulusan Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar ini tertarik belajar mengukir paras. Setamat kuliah pada tahun 1994 beralih ke ukiran kayu sampai sekarang. Dari kerajinan ukir kayu ini kemudian banyak yang memesan gedong kunci padanya. Pemesannya ada dari Klungkung hingga Gianyar. “Saya hanya mengerjakan saja, banyak pemesan bawa kayu langsung,” ungkap Wirya saat ditemui di rumahnya, Banjar Jelekungkang, Desa Tamanbali, Minggu (9/9).
Menurutnya, bahan yang bagus untuk gedong kunci yakni kayu cempaka, majegau, dan cendana. Pengerjaannya sekitar 30 hari, termasuk ngecat atau poleskan prada. Tidak jauh berbeda dengan pembuatan pegayungan yang perlu waktu satu bulan. “Kalau membuat pegayungan tidak bisa sendiri, kalau ada pesanan biasa saya mengajak teman untuk membantu,” sebutnya. Kesulitan pengerjaan ini ada pada bagian kepala, seperti kepala naga. “Ukuran kecil jadi saat mengukir harus hati-hati, detail yang kecil-kecil agar tidak sampai patah. Apalagi bahan kayu majegau yang tekstur kurang padat,” imbuhnya.
Wirya juga mencari dewasa ayu atau hari baik untuk mengawali pekerjaan pembuatan gedong kunci. Namun jika waktu pengerjaan singkat dan dikejar pemesan, biasanya langsung dikerjakan. Upah pengerjaan gedong kunci bervariasi sesuai ukuran dan jenis. Mulai Rp 5 juta di luar harga bahan dan untuk pegayungan kisaran Rp 18 juta. “Pegayungan cukup mahal, kalau diminta sudah diprada harga puluhan juta. Karena harga prada mahal,” terangnya. Tak jarang ia harus begadang untuk menyelesaikan gedong kunci dan pegayungan. *es
Wirya menuturkan, saat masih kecil sering diajak ke tempat kerja oleh kakeknya. Lama kelamaan, lulusan Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar ini tertarik belajar mengukir paras. Setamat kuliah pada tahun 1994 beralih ke ukiran kayu sampai sekarang. Dari kerajinan ukir kayu ini kemudian banyak yang memesan gedong kunci padanya. Pemesannya ada dari Klungkung hingga Gianyar. “Saya hanya mengerjakan saja, banyak pemesan bawa kayu langsung,” ungkap Wirya saat ditemui di rumahnya, Banjar Jelekungkang, Desa Tamanbali, Minggu (9/9).
Menurutnya, bahan yang bagus untuk gedong kunci yakni kayu cempaka, majegau, dan cendana. Pengerjaannya sekitar 30 hari, termasuk ngecat atau poleskan prada. Tidak jauh berbeda dengan pembuatan pegayungan yang perlu waktu satu bulan. “Kalau membuat pegayungan tidak bisa sendiri, kalau ada pesanan biasa saya mengajak teman untuk membantu,” sebutnya. Kesulitan pengerjaan ini ada pada bagian kepala, seperti kepala naga. “Ukuran kecil jadi saat mengukir harus hati-hati, detail yang kecil-kecil agar tidak sampai patah. Apalagi bahan kayu majegau yang tekstur kurang padat,” imbuhnya.
Wirya juga mencari dewasa ayu atau hari baik untuk mengawali pekerjaan pembuatan gedong kunci. Namun jika waktu pengerjaan singkat dan dikejar pemesan, biasanya langsung dikerjakan. Upah pengerjaan gedong kunci bervariasi sesuai ukuran dan jenis. Mulai Rp 5 juta di luar harga bahan dan untuk pegayungan kisaran Rp 18 juta. “Pegayungan cukup mahal, kalau diminta sudah diprada harga puluhan juta. Karena harga prada mahal,” terangnya. Tak jarang ia harus begadang untuk menyelesaikan gedong kunci dan pegayungan. *es
Komentar