DPRD Bali Minta Desa Adat Angkat Tenaga Penjaga Pura
Terulangnya Kasus Turis Naik Palinggih
DENPASAR,NusaBali
Kasus pelecehan terhadap simbol agama di mana turis asing naik ke palinggih pura, untuk kesekian kalinya terjadi. Peristiwa terakhir terjadi di Pura Luhur Batukaru, Desa Wangaya Gede, Kecamatan Penebel, Tabanan ketika seorang bule duduk di atas palinggih dan kasusnya baru terungkap setelah fotonya viral di media sosial. DPRD Bali pun teriak minta pura-pura dijaga, agar ke depan tidak terulang kasus serupa.
Postingan foto wisawatan asing naik dan duduk di atas palinggih Pura Luhur Batukaru tersebar luas melalui media sosial, Rabu (12/9). Wisatawan itu terlihat duduk di atas palinggih lengkap mengenakan destar dan kamben. Setelah ditelisik, foto tersebut dari akun Instagram (IG) atas nama @tony.jarvi. Sayangnya, setelah sempat viral, akun IG langsung terkunci.
Ini untuk kesekian kalinya terjadi kasus wisatawan asing naik ke atas palinggih. Kasus serupa terakhir sebelumnya terjadi di kawasan Pura Besakih, Desa Pakraman Besakih, Kecamatan Rendang, Karangasem saat erupsi Gunung Agung, beberapa bulan lalu. Komisi IV DPRD Bali (membidangi adat, budaya, agama, kesejahteraan sosial) pun minta pihak desa pakraman memberikan perhatian khusus terhadap pura yang kerap dikunjungi turis, agar kasus serupa tidak terulang. Dewan meminta pura-pura yang selama ini kerap dikunjungi wisatawan untuk dijaga.
Ketua Komisi IV DPRD Bali, Nyoman Parta, sangat menyayangkan terulangnya kasus wisatawan asing naik ke palinggih pura. "Ini (wisatawan naik ke palinggih) untuk kesekian kalinya terulang. Harus ada langkah yang serius dan konkret untuk mencegah kasus serupa terjadi lagi," tandas Nyoman Parta di Denpasar, Kamis (13/9).
Parta mengingatkan, upaya pencegahan sangat penting dilakukan. Apalagi, hampir semua pura besar di Bali menjadi tujuan kunjungan wisatawan. "Sayangnya, tidak semua pura ada penjagannya. Maka, kita dorong desa adat supaya siapkan penjaga khusus pura," kata politisi PDIP asal Desa Guwang, Kecamatan Sukawati, Gianyar ini.
Menurut Parta, setiap pura besar yang berstatus Pura Sad Kahyangan dan Pura Dang Kahyangan, serta pura lainnya yang masuk sebagai cagar budaya, dikunjungi turis. Di pura-pura ini seharusnya ada tenaga penjaga. Masalahnya, tidak semua wisatawan asing yang datang ke pura menggunakan jasa pamandu wisatawan. "Ada juga wisatawan yang tidak menggunakan jasa guide, ini yang harus dicegah," tegas Parta.
Kalau ada penjaga di pura-pura yang biasa dikunjungi wisatawan, menurut Parta, aktivitas wisatawan yang tidak didampingi guide ini bisa diawasi. "Sebagai antisipasi turis yang tidak pakai jasa guide, kita yang bentengi diri. Tempatkan orang di tiap Pura Kahyangan Jagat untuk menjaga dan mengawasi aktivitas turis yang datang. Sing perlu bise bahasa Inggris. Asal ye nagih menek ke palinggih, tinggal bilang 'de ci menek, sing dadi' (Tidak perlu bisa berbahasa Inggris. Bila dia ingin naik ke palinggih, tinggal bilang jangan kamu naik, tidak boleh, Red) sambil bentangkan tangan. Ngerti be turis e (turisnya pasti ngerti)," papar calon DPR RI Dapil Bali untuk Pileg 2019 ini.
Parta mengatakan, penjaga pura selain bertugas untuk mengawasi aktivitas wisatawan, juga bisa ditugaskan untuk memungut tiket masuk. "Panglingsir pura atau desa pakraman yang menjadi pengempon, sebaiknya mengangkat petugas yang secara khusus mengawasi wisatawan agar jangan naik ke palinggih, kalau ingin terus mendapatkan uang dari tiket masuk pura," katanya.
Menurut Parta, orang yang ditugaskan untuk menjaga pura haruslah digaji. Bantuan Keuangan Khusus (BKK) yang diterima desa adat dari Pemprov Bali, bisa disisihkan sedikitnya untuk membayar gaji penjaga pura. "Angkat pegawai dari pengempon pura untuk mengawasi aktivitas wisatawan. Kan bantuan desa adat dari provinsi lumayan besar tiap tahunnya. Sisihkan sedikit untuk gaji empat orang. Pang sing makin cemar puranya, campah dadi nak Bali (Agar Pura tidak tercemar. Orang Bali tidak dilecehkan, Red). Jangan sampai pariwisata menjadi simalakama, uang dapat, tapi kesucian pura terganggu," warning Parta.
Sedangkan Ketua DPRD Bali, Nyoman Adi Wiryatama, harus dilakukan upaya-upaya pencegahan ke depan agar tidak terulang kasus turis naik ke palinggih pura. "Kita akan cari tahu peristiwa sebenarnya, terus kita carikan solusi. Mungkin komisi bidang terkait bisa duduk bersama dan hearing dengan elemen atau desa adat untuk mencari solusi," ujar politisi senior PDIP yang mantan Bupati Tabanan dua periode ini, Kamis kema-rin.
Sementara itu, pihak pengempon Pura Luhur Batukaru menggelar paruman di wantilan pura setempat, Kamis kemarin, terkait kasus turis asing naik ke palinggih. Paruman kemarin dihadiri seluruh prajuru Pura Luhur Batukaru, Kapolsek Penebel AKP Ketut Mastra Budaya, Danramil 1619-08 Penebel Kapten Inf Yudha Wicaksono, Bhabinkamtibmas dan Babinsa Desa Wangaya Gede, dan pecalang.
Dari paruman kemarin, disepakati ke depan harus diperketat pengawasan pura. Selain itu, prajuru Pura Luhur Batukaru dalam waktu dekat akan menggelar upacara guru piduka dan prayascita, yang bermakna untuk mengembalikan kesucian pelinggih tersebut.
Bendesa Pakraman Wangaya Gede, I Gede Manu Ardana, mengatakan jika dilihat melalui foto yang diunggah di medsos, bule tersebut naik di palinggih genah pekiyisan atau penyungsungan subak milik Sedahan Agung. Posisi palinggih ini berada dalam jarak 100 meter sebelah barat Pura Luhur Batukaru. "Kejadianya memang di luar jangkuan pengawasan, karena lokasi palinggih jauh," ujar Manu Ardana.
Menurut Manu Ardana, ke depan pihaknya akan lebih menekankan pengawasan khususnya wisatawan yang tidak didampingi guide. Selain itu, pihaknya akan memasang pintu gerbang atau terali di palinggih, serta pasang petunjuk agar wisatawan yang berkunjung tidak masuk ke areal palinggih. "Rencana ini segera akan dilakukan, mengingat wisatawan yang berkunjung cukup banyak, rata-rata 100 orang per hari," katanya.
Sementara, pihak kepolisian akan berusaha menelusuri keberadaan bule yang nekat naik palinggih tersebut. Selain menelusuri bule yang diduga asal Denmark tersebut, polisi juga beruasaha ungkap orang yang memposting foto tersebut. "Tujuannya bukan untuk mengadili, etapi mari duduk bersama terkait masalah ini," tegas Kapolsek Penebel, AKP Ketut Mastra Budaya.
"Wisawatan asing cenderung tidak paham, karena mereka memiliki kepercayaan sendiri. Inilah yang perlu mendapat perhatian bersama, baik pengelola, karyawan, maupun pecalang, agar bisa juga memberikan panduan ataupun memasang larangan yang mudah dipahami wisatawan," imbuhnya. *nat,de
Postingan foto wisawatan asing naik dan duduk di atas palinggih Pura Luhur Batukaru tersebar luas melalui media sosial, Rabu (12/9). Wisatawan itu terlihat duduk di atas palinggih lengkap mengenakan destar dan kamben. Setelah ditelisik, foto tersebut dari akun Instagram (IG) atas nama @tony.jarvi. Sayangnya, setelah sempat viral, akun IG langsung terkunci.
Ini untuk kesekian kalinya terjadi kasus wisatawan asing naik ke atas palinggih. Kasus serupa terakhir sebelumnya terjadi di kawasan Pura Besakih, Desa Pakraman Besakih, Kecamatan Rendang, Karangasem saat erupsi Gunung Agung, beberapa bulan lalu. Komisi IV DPRD Bali (membidangi adat, budaya, agama, kesejahteraan sosial) pun minta pihak desa pakraman memberikan perhatian khusus terhadap pura yang kerap dikunjungi turis, agar kasus serupa tidak terulang. Dewan meminta pura-pura yang selama ini kerap dikunjungi wisatawan untuk dijaga.
Ketua Komisi IV DPRD Bali, Nyoman Parta, sangat menyayangkan terulangnya kasus wisatawan asing naik ke palinggih pura. "Ini (wisatawan naik ke palinggih) untuk kesekian kalinya terulang. Harus ada langkah yang serius dan konkret untuk mencegah kasus serupa terjadi lagi," tandas Nyoman Parta di Denpasar, Kamis (13/9).
Parta mengingatkan, upaya pencegahan sangat penting dilakukan. Apalagi, hampir semua pura besar di Bali menjadi tujuan kunjungan wisatawan. "Sayangnya, tidak semua pura ada penjagannya. Maka, kita dorong desa adat supaya siapkan penjaga khusus pura," kata politisi PDIP asal Desa Guwang, Kecamatan Sukawati, Gianyar ini.
Menurut Parta, setiap pura besar yang berstatus Pura Sad Kahyangan dan Pura Dang Kahyangan, serta pura lainnya yang masuk sebagai cagar budaya, dikunjungi turis. Di pura-pura ini seharusnya ada tenaga penjaga. Masalahnya, tidak semua wisatawan asing yang datang ke pura menggunakan jasa pamandu wisatawan. "Ada juga wisatawan yang tidak menggunakan jasa guide, ini yang harus dicegah," tegas Parta.
Kalau ada penjaga di pura-pura yang biasa dikunjungi wisatawan, menurut Parta, aktivitas wisatawan yang tidak didampingi guide ini bisa diawasi. "Sebagai antisipasi turis yang tidak pakai jasa guide, kita yang bentengi diri. Tempatkan orang di tiap Pura Kahyangan Jagat untuk menjaga dan mengawasi aktivitas turis yang datang. Sing perlu bise bahasa Inggris. Asal ye nagih menek ke palinggih, tinggal bilang 'de ci menek, sing dadi' (Tidak perlu bisa berbahasa Inggris. Bila dia ingin naik ke palinggih, tinggal bilang jangan kamu naik, tidak boleh, Red) sambil bentangkan tangan. Ngerti be turis e (turisnya pasti ngerti)," papar calon DPR RI Dapil Bali untuk Pileg 2019 ini.
Parta mengatakan, penjaga pura selain bertugas untuk mengawasi aktivitas wisatawan, juga bisa ditugaskan untuk memungut tiket masuk. "Panglingsir pura atau desa pakraman yang menjadi pengempon, sebaiknya mengangkat petugas yang secara khusus mengawasi wisatawan agar jangan naik ke palinggih, kalau ingin terus mendapatkan uang dari tiket masuk pura," katanya.
Menurut Parta, orang yang ditugaskan untuk menjaga pura haruslah digaji. Bantuan Keuangan Khusus (BKK) yang diterima desa adat dari Pemprov Bali, bisa disisihkan sedikitnya untuk membayar gaji penjaga pura. "Angkat pegawai dari pengempon pura untuk mengawasi aktivitas wisatawan. Kan bantuan desa adat dari provinsi lumayan besar tiap tahunnya. Sisihkan sedikit untuk gaji empat orang. Pang sing makin cemar puranya, campah dadi nak Bali (Agar Pura tidak tercemar. Orang Bali tidak dilecehkan, Red). Jangan sampai pariwisata menjadi simalakama, uang dapat, tapi kesucian pura terganggu," warning Parta.
Sedangkan Ketua DPRD Bali, Nyoman Adi Wiryatama, harus dilakukan upaya-upaya pencegahan ke depan agar tidak terulang kasus turis naik ke palinggih pura. "Kita akan cari tahu peristiwa sebenarnya, terus kita carikan solusi. Mungkin komisi bidang terkait bisa duduk bersama dan hearing dengan elemen atau desa adat untuk mencari solusi," ujar politisi senior PDIP yang mantan Bupati Tabanan dua periode ini, Kamis kema-rin.
Sementara itu, pihak pengempon Pura Luhur Batukaru menggelar paruman di wantilan pura setempat, Kamis kemarin, terkait kasus turis asing naik ke palinggih. Paruman kemarin dihadiri seluruh prajuru Pura Luhur Batukaru, Kapolsek Penebel AKP Ketut Mastra Budaya, Danramil 1619-08 Penebel Kapten Inf Yudha Wicaksono, Bhabinkamtibmas dan Babinsa Desa Wangaya Gede, dan pecalang.
Dari paruman kemarin, disepakati ke depan harus diperketat pengawasan pura. Selain itu, prajuru Pura Luhur Batukaru dalam waktu dekat akan menggelar upacara guru piduka dan prayascita, yang bermakna untuk mengembalikan kesucian pelinggih tersebut.
Bendesa Pakraman Wangaya Gede, I Gede Manu Ardana, mengatakan jika dilihat melalui foto yang diunggah di medsos, bule tersebut naik di palinggih genah pekiyisan atau penyungsungan subak milik Sedahan Agung. Posisi palinggih ini berada dalam jarak 100 meter sebelah barat Pura Luhur Batukaru. "Kejadianya memang di luar jangkuan pengawasan, karena lokasi palinggih jauh," ujar Manu Ardana.
Menurut Manu Ardana, ke depan pihaknya akan lebih menekankan pengawasan khususnya wisatawan yang tidak didampingi guide. Selain itu, pihaknya akan memasang pintu gerbang atau terali di palinggih, serta pasang petunjuk agar wisatawan yang berkunjung tidak masuk ke areal palinggih. "Rencana ini segera akan dilakukan, mengingat wisatawan yang berkunjung cukup banyak, rata-rata 100 orang per hari," katanya.
Sementara, pihak kepolisian akan berusaha menelusuri keberadaan bule yang nekat naik palinggih tersebut. Selain menelusuri bule yang diduga asal Denmark tersebut, polisi juga beruasaha ungkap orang yang memposting foto tersebut. "Tujuannya bukan untuk mengadili, etapi mari duduk bersama terkait masalah ini," tegas Kapolsek Penebel, AKP Ketut Mastra Budaya.
"Wisawatan asing cenderung tidak paham, karena mereka memiliki kepercayaan sendiri. Inilah yang perlu mendapat perhatian bersama, baik pengelola, karyawan, maupun pecalang, agar bisa juga memberikan panduan ataupun memasang larangan yang mudah dipahami wisatawan," imbuhnya. *nat,de
Komentar