Manajer Kantor Pos Otaki Pengiriman 1,6 Ton Ganja
Bermodus pengiriman interior, dikirim ke berbagai daerah di Indonesia
BANDA ACEH, NusaBali
Manajer pemasaran Kantor Pos Kuta Alam, Banda Aceh, Aceh Ontang Maruli Siregar (OMS) diciduk petugas Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Aceh karena terlibat sindikat pengedar ganja. Selama beraksi, mereka sudah mengirim hingga 1,6 ton ganja kering ke beberapa daerah di Indonesia. Di antaranya ke Jakarta, Lampung, Tangerang dan daerah lain di Jawa.
Ia juga sebagai pengontrol dan pemberi informasi kepada pengirim ganja. Pengirimnya berinisial HM, mantan pegawai Kantor Pos di Banda Aceh. Perannya sebagai pengendali pengiriman ganja. "Totalnya sudah hampir satu koma enam ton ganja yang mereka kirim ke beberapa daerah," kata Kepala BNN Aceh, Brigadir Jendral Polisi Faisal Abdul Naser, dalam konferensi pers di Banda Aceh, Kamis (13/9) seperti dilansir vivanews.
Pengiriman ilegal itu terungkap saat OMS dan HM hendak mengirim ganja sebanyak 160 kilogram ke Jakarta pada 10 September 2018. Untuk mengelabui petugas lain di kantor pos, para tersangka membalutnya dengan modus seolah-olah mengirim interior. Barang haram tersebut hendak dikirim ke T yang berada di Tangerang.
Dalam pengiriman terakhir tersebut, Heri mendapat pesanan dari T pada awal September lalu. Heri selanjutnya menghubungi M untuk mempersiapkan ganja sesuai permintaan. Pada Jumat 7 September, M memberitahu Heri bahwa ganja sudah ada dan akan diantar besok hari. Dalam percakapan melalui telepon genggam, Heri meminta M mengantar barang haram tersebut ke rumah Rahmat dan diantar pada Jumat malam sekitar pukul 20.00 WIB.
Selesai packing, Heri menghubungi Ontang untuk menanyakan situasi dan jadwal pengiriman. Saat itulah, Ontang meminta Heri untuk segera membawa ke Kantor Pos. Selain itu, Ontang juga mengajari tersangka lain agar memberi alasan bahwa yang dibawa tersebut adalah interior.
Sehari berselang, petugas BNNP Aceh mendapat informasi tentang adanya penyelundupan ganja. Petugas bergerak dan menciduk Ontang di kantornya dan Muammar pada Senin (10/9).
Saat penyelidikan dikembangkan ternyata diketahui bahwa mereka adalah jaringan atau sindikat. Dalam kasus ini, BNNP Aceh menangkap tujuh orang. Mereka yaitu Ontang (Manajer Pemasaran Kantor Pos Indonesia), Heri Mauliza (pengatur/pengendali pengiriman dan mantan pegawai Kantor Pos), Muammar (sopir), Rahmat Akbar (pembungkus ganja), Firdaus (pendukung dana operasional), Munzir (pendukung dana operasional), Rizaldi (packing), M (DPO) dan TY (DPO).
"Permainan mereka cukup rapi. Apalagi ada orang dalam, jadi barang yang hendak dikirim tidak melalui pemeriksaan x-ray. Langsung ke gudang," kata Naser. OMS, sang manajer kantor Pos itu, mendapatkan upah yang beragam dari pengiriman ganja. Dalam sekali pengiriman barang, ia mendapat upah mulai dari Rp4 juta hingga Rp25 juta.
"Manajer ini yang memberikan angin segar pada pengirim. Dan dia memberikan peluang, dan dikirim saat hari hari tertentu saja," ujarnya BNN Aceh tengah menyelidiki apakah ada pegawai Kantor Pos yang juga terlibat dalam kasus pengiriman narkoba melalui jalur ekspedisi di Kota Banda Aceh. *
Manajer pemasaran Kantor Pos Kuta Alam, Banda Aceh, Aceh Ontang Maruli Siregar (OMS) diciduk petugas Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Aceh karena terlibat sindikat pengedar ganja. Selama beraksi, mereka sudah mengirim hingga 1,6 ton ganja kering ke beberapa daerah di Indonesia. Di antaranya ke Jakarta, Lampung, Tangerang dan daerah lain di Jawa.
Ia juga sebagai pengontrol dan pemberi informasi kepada pengirim ganja. Pengirimnya berinisial HM, mantan pegawai Kantor Pos di Banda Aceh. Perannya sebagai pengendali pengiriman ganja. "Totalnya sudah hampir satu koma enam ton ganja yang mereka kirim ke beberapa daerah," kata Kepala BNN Aceh, Brigadir Jendral Polisi Faisal Abdul Naser, dalam konferensi pers di Banda Aceh, Kamis (13/9) seperti dilansir vivanews.
Pengiriman ilegal itu terungkap saat OMS dan HM hendak mengirim ganja sebanyak 160 kilogram ke Jakarta pada 10 September 2018. Untuk mengelabui petugas lain di kantor pos, para tersangka membalutnya dengan modus seolah-olah mengirim interior. Barang haram tersebut hendak dikirim ke T yang berada di Tangerang.
Dalam pengiriman terakhir tersebut, Heri mendapat pesanan dari T pada awal September lalu. Heri selanjutnya menghubungi M untuk mempersiapkan ganja sesuai permintaan. Pada Jumat 7 September, M memberitahu Heri bahwa ganja sudah ada dan akan diantar besok hari. Dalam percakapan melalui telepon genggam, Heri meminta M mengantar barang haram tersebut ke rumah Rahmat dan diantar pada Jumat malam sekitar pukul 20.00 WIB.
Selesai packing, Heri menghubungi Ontang untuk menanyakan situasi dan jadwal pengiriman. Saat itulah, Ontang meminta Heri untuk segera membawa ke Kantor Pos. Selain itu, Ontang juga mengajari tersangka lain agar memberi alasan bahwa yang dibawa tersebut adalah interior.
Sehari berselang, petugas BNNP Aceh mendapat informasi tentang adanya penyelundupan ganja. Petugas bergerak dan menciduk Ontang di kantornya dan Muammar pada Senin (10/9).
Saat penyelidikan dikembangkan ternyata diketahui bahwa mereka adalah jaringan atau sindikat. Dalam kasus ini, BNNP Aceh menangkap tujuh orang. Mereka yaitu Ontang (Manajer Pemasaran Kantor Pos Indonesia), Heri Mauliza (pengatur/pengendali pengiriman dan mantan pegawai Kantor Pos), Muammar (sopir), Rahmat Akbar (pembungkus ganja), Firdaus (pendukung dana operasional), Munzir (pendukung dana operasional), Rizaldi (packing), M (DPO) dan TY (DPO).
"Permainan mereka cukup rapi. Apalagi ada orang dalam, jadi barang yang hendak dikirim tidak melalui pemeriksaan x-ray. Langsung ke gudang," kata Naser. OMS, sang manajer kantor Pos itu, mendapatkan upah yang beragam dari pengiriman ganja. Dalam sekali pengiriman barang, ia mendapat upah mulai dari Rp4 juta hingga Rp25 juta.
"Manajer ini yang memberikan angin segar pada pengirim. Dan dia memberikan peluang, dan dikirim saat hari hari tertentu saja," ujarnya BNN Aceh tengah menyelidiki apakah ada pegawai Kantor Pos yang juga terlibat dalam kasus pengiriman narkoba melalui jalur ekspedisi di Kota Banda Aceh. *
Komentar