Mi Instan Indonesia Kuasai Arab Saudi
Bukan hanya disukai di dalam negeri, mi instan Indonesia juga merangsek di mancanegara, dan salah satunya malah menguasai pasar di Arab Saudi hampir 100 persen.
JAKARTA, NusaBali
Produk mi instan asal Indonesia, Indomie, diklaim menguasai 95 persen pangsa pasar di Arab Saudi.
Hal itu diungkapkan oleh Noor Wahyono, General Manager Pinehill Arabia Food Ltd., saat menerima Konsul Jenderal (Konjen) RI Jeddah Mohamad Hery Saripudin yang mengunjungi pabrik mi instan terbesar se-Timur Tengah dan Afrika Utara di kawasan industri Shanaiyah, Jeddah, Arab Saudi.
Pinehill Arabia Food Ltd. Merupakan perusahaan yang memiliki sejumlah pabrik mi instan dengan merek andalan ‘Indomie’. “Indomie menguasai 95% pangsa pasar mi instan di Arab Saudi,” ungkapnya dalam keterangan resmi KJRI Jeddah di laman resmi Kementerian Luar Negeri, Jumat (14/9). Dengan kebutuhan pasar itu, Noor menjelaskan total konsumsi terigu untuk memproduksi mi instan mencapai 220 ton per hari.
Faisal Bawazir, CEO Pinehill Arabia Food Ltd., menambahkan sejumlah faktor yang membuat Indomie mudah diterima oleh konsumen di Arab Saudi salah satunya karena dijamin halal. “Mereka tidak ragu untuk mencobanya karena dijamin halal. Indonesia memiliki jumlah muslim terbesar di dunia,” kata Faisal.
Konjen RI Jeddah Mohamad Hery Saripudin pun menilai bahwa kehadiran produk Indomie yang merupakan merek asli Indonesia menjadi kebanggaan tersendiri. Menurutnya, Pemerintah Indonesia saat ini menerapkan kebijakan multilayer diplomacy, yaitu praktik diplomasi yang memanfaatkan berbagai sarana, termasuk diplomasi kuliner dan soft diplomacy seperti penyelenggaraan program Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (BIPA). “Indomie bukan sekadar branding bagi Indonesia, tapi kami menaikkan perannya menjadi salah satu sarana diplomasi,” ujar Mohamad Hery.
Sementara itu, Bambang Gunawan, Kepala Pabrik Indomie Jeddah, mengungkapkan pabrik mi instan yang dimiliki Pinehill saat ini fully automatic dalam proses produksinya. Kapasitas produksi di pabrik Jeddah saja mencapai 72.000 bungkus per jam atau 3,5 juta bungkus per hari. “Total dengan pabrik yang di Dammam, kapasitas produksi kita 5,5 juta bungkus per hari, Jeddah dan Dammam,” jelas Bambang.
Sementara itu industri mi instan dalam negeri sendiri diisi dengan persaingan tiga pemain raksasa di bisnis ini. Yang paling besar tentu saja PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk. Lalu ada Wings Food dan Mayora. Toh pemain baru di industri ini terus bermunculan seperti PT Fit Indonesia Tama (FIT) yang memperkenalkan brand Fit Mee. Menyasar konsumen kalangan menengah ke atas (middle up).
Menilik data World Instant Noodles Association (WINA), Indonesia berada di posisi ke dua dengan konsumsi mi instan terbesar di dunia setelah China dan Hong Kong. Tahun 2017, tercatat konsumsi mi instan di dalam negeri sebanyak 12,62 miliar bungkus, turun 3 persen dibandingkan tahun sebelumnya
Di Indonesia, tercatat ada lebih dari 20 perusahaan yang memproduksi mi instan dengan berbagai skala bisnis. Namun, PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk menguasai hampir 72 persen dari total pangsa pasar mi instan di Indonesia.*
Produk mi instan asal Indonesia, Indomie, diklaim menguasai 95 persen pangsa pasar di Arab Saudi.
Hal itu diungkapkan oleh Noor Wahyono, General Manager Pinehill Arabia Food Ltd., saat menerima Konsul Jenderal (Konjen) RI Jeddah Mohamad Hery Saripudin yang mengunjungi pabrik mi instan terbesar se-Timur Tengah dan Afrika Utara di kawasan industri Shanaiyah, Jeddah, Arab Saudi.
Pinehill Arabia Food Ltd. Merupakan perusahaan yang memiliki sejumlah pabrik mi instan dengan merek andalan ‘Indomie’. “Indomie menguasai 95% pangsa pasar mi instan di Arab Saudi,” ungkapnya dalam keterangan resmi KJRI Jeddah di laman resmi Kementerian Luar Negeri, Jumat (14/9). Dengan kebutuhan pasar itu, Noor menjelaskan total konsumsi terigu untuk memproduksi mi instan mencapai 220 ton per hari.
Faisal Bawazir, CEO Pinehill Arabia Food Ltd., menambahkan sejumlah faktor yang membuat Indomie mudah diterima oleh konsumen di Arab Saudi salah satunya karena dijamin halal. “Mereka tidak ragu untuk mencobanya karena dijamin halal. Indonesia memiliki jumlah muslim terbesar di dunia,” kata Faisal.
Konjen RI Jeddah Mohamad Hery Saripudin pun menilai bahwa kehadiran produk Indomie yang merupakan merek asli Indonesia menjadi kebanggaan tersendiri. Menurutnya, Pemerintah Indonesia saat ini menerapkan kebijakan multilayer diplomacy, yaitu praktik diplomasi yang memanfaatkan berbagai sarana, termasuk diplomasi kuliner dan soft diplomacy seperti penyelenggaraan program Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (BIPA). “Indomie bukan sekadar branding bagi Indonesia, tapi kami menaikkan perannya menjadi salah satu sarana diplomasi,” ujar Mohamad Hery.
Sementara itu, Bambang Gunawan, Kepala Pabrik Indomie Jeddah, mengungkapkan pabrik mi instan yang dimiliki Pinehill saat ini fully automatic dalam proses produksinya. Kapasitas produksi di pabrik Jeddah saja mencapai 72.000 bungkus per jam atau 3,5 juta bungkus per hari. “Total dengan pabrik yang di Dammam, kapasitas produksi kita 5,5 juta bungkus per hari, Jeddah dan Dammam,” jelas Bambang.
Sementara itu industri mi instan dalam negeri sendiri diisi dengan persaingan tiga pemain raksasa di bisnis ini. Yang paling besar tentu saja PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk. Lalu ada Wings Food dan Mayora. Toh pemain baru di industri ini terus bermunculan seperti PT Fit Indonesia Tama (FIT) yang memperkenalkan brand Fit Mee. Menyasar konsumen kalangan menengah ke atas (middle up).
Menilik data World Instant Noodles Association (WINA), Indonesia berada di posisi ke dua dengan konsumsi mi instan terbesar di dunia setelah China dan Hong Kong. Tahun 2017, tercatat konsumsi mi instan di dalam negeri sebanyak 12,62 miliar bungkus, turun 3 persen dibandingkan tahun sebelumnya
Di Indonesia, tercatat ada lebih dari 20 perusahaan yang memproduksi mi instan dengan berbagai skala bisnis. Namun, PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk menguasai hampir 72 persen dari total pangsa pasar mi instan di Indonesia.*
1
Komentar