Piutang Iuran ke BPJSTK Tembus Rp 60,3 Miliar
Sanksi akhir dari KPKNL adalah sita lelang melalui eksekusi sebagai upaya paksa kepada perusahaan apabila tidak mengindahkan teguran.
Gandeng KPKNL untuk Tagih Perusahaan
DENPASAR, NusaBali
BPJS Ketenagakerjaan menggenjot pembayaran piutang iuran perusahaan di Bali yang masih menunggak melalui optimalisasi kerja sama dengan Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) karena total piutang mencapai Rp60,3 miliar per Agustus 2018. "Perusahaan yang sudah menjadi peserta tetapi tidak membayar iuran maka hak pekerja menjadi terputus. Kami ingin mengembalikan hak pekerja itu," kata Deputi Direktur BPJS Ketenagakerjaan Kanwil Bali Nusa Tenggara dan Papua (Banuspa) M Yamin Pahlevi di Denpasar, Minggu (16/9).
Untuk itu, berkas perusahaan atau pemberi kerja yang menunggak iuran akan diserahkan kepada KPKNL untuk selanjutnya unit kerja di Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kementerian Keuangan itu akan menagih kepada perusahaan tersebut. Pelimpahan kepada KPKNL itu, kata dia, apabila pemberi kerja tidak kunjung membayar piutang setelah melalui beberapa proses di internal BPJS Ketenagakerjaan.
Dalam rapat koordinasi BPJS Ketenagakerjaan Bali Nusa Tenggara dan Papua (Banuspa) dengan DJKN beberapa waktu lalu disebutkan bahwa piutang iuran untuk kantor cabang BPJS Ketenagakerjaan Bali Denpasar per 31 Agustus 2018 mencapai Rp60,3 miliar. Angka itu sudah termasuk kantor cabang pembantu di Badung, Buleleng, Tabanan dan Jembrana yang meliputi empat kategori yakni lancar (1-3 bulan), kurang lancar (4-6 bulan), diragukan (7-12 bulan) dan macet (12 bulan ke atas).
BPJS Ketenagakerjaan Banuspa mencatat dari Rp60,3 miliar itu, total piutang macet mencapai Rp36,1 miliar, sedangkan realisasi dari KPKNL Denpasar hingga saat ini mencapai Rp1,43 miliar dari target tahun 2018 mencapai Rp1,5 miliar atau sudah mencapai 95,37 persen.
Yamin mengingatkan perusahaan untuk patuh membayar iuran karena sanksi akhir dari KPKNL adalah sita lelang melalui eksekusi sebagai upaya paksa kepada perusahaan apabila tidak mengindahkan teguran. Upaya tersebut dilakukan mengingat iuran BPJS Ketenagakerjaan itu merupakan kewajiban dan kalau tidak dilakukan maka dianggap utang negara.
Ia juga mengingatkan perusahaan yang tidak patuh dan tidak mau mendaftarkan pekerjanya akan berurusan dengan Kejaksaan karena BPJS Ketenagakerhaan sudah menjalin kerja sama dengan pengacara negara itu sebagai langkah akhir apabila terus membandel. Meski begitu, lanjut dia, perusahaan di Bali belum ada yang disita asetnya sehingga ia menilai sejumlah pemberi kerja masih menunjukkan kooperatif setelah ditindaklanjuti KPKNL.
Sementara itu, Kepala DJKN Kanwil Bali Nusa Tenggara Ngakan Putu Tagel mengatakan permasalah klasik yang kerap ditemui selain karena perusahaan memang membandel, masalah lain di antaranya perusahaan sudah bangkrut dan alamat perusahaan yang tidak sesuai. Hal tersebut menjadi kendala tersendiri ketika akan menindaklanjuti pemberi kerja yang menunggak iuran.
Khusus wilayah kerja di Bali, pihaknya optimistis hingga akhir tahun 2018 piutang iuran sudah dibayarkan perusahaan yang sebelumnya menunggak termasuk kawasan Bali dan Nusa Tenggara yang saat ini mencapai 80,49 persen. "Alasan perusahaan karena situasi ekonomi, jadi mereka ingin perusahaannya hidup kembali, mungkin perlu suntikan modal," katanya. *ant
DENPASAR, NusaBali
BPJS Ketenagakerjaan menggenjot pembayaran piutang iuran perusahaan di Bali yang masih menunggak melalui optimalisasi kerja sama dengan Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) karena total piutang mencapai Rp60,3 miliar per Agustus 2018. "Perusahaan yang sudah menjadi peserta tetapi tidak membayar iuran maka hak pekerja menjadi terputus. Kami ingin mengembalikan hak pekerja itu," kata Deputi Direktur BPJS Ketenagakerjaan Kanwil Bali Nusa Tenggara dan Papua (Banuspa) M Yamin Pahlevi di Denpasar, Minggu (16/9).
Untuk itu, berkas perusahaan atau pemberi kerja yang menunggak iuran akan diserahkan kepada KPKNL untuk selanjutnya unit kerja di Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kementerian Keuangan itu akan menagih kepada perusahaan tersebut. Pelimpahan kepada KPKNL itu, kata dia, apabila pemberi kerja tidak kunjung membayar piutang setelah melalui beberapa proses di internal BPJS Ketenagakerjaan.
Dalam rapat koordinasi BPJS Ketenagakerjaan Bali Nusa Tenggara dan Papua (Banuspa) dengan DJKN beberapa waktu lalu disebutkan bahwa piutang iuran untuk kantor cabang BPJS Ketenagakerjaan Bali Denpasar per 31 Agustus 2018 mencapai Rp60,3 miliar. Angka itu sudah termasuk kantor cabang pembantu di Badung, Buleleng, Tabanan dan Jembrana yang meliputi empat kategori yakni lancar (1-3 bulan), kurang lancar (4-6 bulan), diragukan (7-12 bulan) dan macet (12 bulan ke atas).
BPJS Ketenagakerjaan Banuspa mencatat dari Rp60,3 miliar itu, total piutang macet mencapai Rp36,1 miliar, sedangkan realisasi dari KPKNL Denpasar hingga saat ini mencapai Rp1,43 miliar dari target tahun 2018 mencapai Rp1,5 miliar atau sudah mencapai 95,37 persen.
Yamin mengingatkan perusahaan untuk patuh membayar iuran karena sanksi akhir dari KPKNL adalah sita lelang melalui eksekusi sebagai upaya paksa kepada perusahaan apabila tidak mengindahkan teguran. Upaya tersebut dilakukan mengingat iuran BPJS Ketenagakerjaan itu merupakan kewajiban dan kalau tidak dilakukan maka dianggap utang negara.
Ia juga mengingatkan perusahaan yang tidak patuh dan tidak mau mendaftarkan pekerjanya akan berurusan dengan Kejaksaan karena BPJS Ketenagakerhaan sudah menjalin kerja sama dengan pengacara negara itu sebagai langkah akhir apabila terus membandel. Meski begitu, lanjut dia, perusahaan di Bali belum ada yang disita asetnya sehingga ia menilai sejumlah pemberi kerja masih menunjukkan kooperatif setelah ditindaklanjuti KPKNL.
Sementara itu, Kepala DJKN Kanwil Bali Nusa Tenggara Ngakan Putu Tagel mengatakan permasalah klasik yang kerap ditemui selain karena perusahaan memang membandel, masalah lain di antaranya perusahaan sudah bangkrut dan alamat perusahaan yang tidak sesuai. Hal tersebut menjadi kendala tersendiri ketika akan menindaklanjuti pemberi kerja yang menunggak iuran.
Khusus wilayah kerja di Bali, pihaknya optimistis hingga akhir tahun 2018 piutang iuran sudah dibayarkan perusahaan yang sebelumnya menunggak termasuk kawasan Bali dan Nusa Tenggara yang saat ini mencapai 80,49 persen. "Alasan perusahaan karena situasi ekonomi, jadi mereka ingin perusahaannya hidup kembali, mungkin perlu suntikan modal," katanya. *ant
Komentar