Cak SMAN Bali Mandara dan SMKN 5 Denpasar Memukau
Mengisi malam minggu, parade cak modern dari SMAN Bali Mandara dan SMKN 5 Denpasar tampil di Gelar Seni Akhir Pekan (GSAP) Bali Mandara Nawanatya III, di Panggung Terbuka Ardha Candra Taman Budaya-Art Center, Denpasar, Sabtu (15/9) malam.
DENPASAR, NusaBali
Masing-masing menampilkan garapan terbaiknya. SMAN Bali Mandara menjadi penampil pertama membuka kecak dengan gempuran kendang yang dijadikan musik perkusi tradisional. Sayup-sayup penari kecak pun berdatangan yang dimulai dengan vokal dengan nada kecil, naik menjadi sedang, dan instrumen vokal yang agung pun tersiar. Cerita yang dibawakan berjudul ‘Kalarau Kapunggel (Byutaning Angemet Tirta Amerta)’.
Menurut pembina kecak SMA Bali Mandara, I Kadek Sefyan Artawan, cerita tersebut sengaja dipilih sebab dapat membangkitkan semangat dan jiwa dinamis cak. “Ada gerhana bulan, kemudian sedang marak maraknya ada kekerasan. Perebutan tirta amerta ini menjadi simbol kebaikan dan keburukan,” jelas Sefyan.
Tak hanya itu, dipilihnya cerita Kalarau Kapunggel ini pun tak lepas dari landasan agar cerita yang seram dapat meningkatkan antusiasme penonton menyaksikkan kecak anak-anak SMAN Bali Mandara. Pada garapan cak modern tahun ini, SMAN Bali Mandara melibatkan setidaknya 248 orang. Sefyan mengaku, untuk melatih anak-anak yang masih awam dengan kesenian cak, menjadi tantangan tersendiri karena harus memberi pendalaman ekstra akan pakem-pakem kecak baik dari segi vokal maupun gerak.
Panggung Terbuka Ardha Candra terasa sangat hidup malam itu. Setelah SMAN Bali Mandara, garapan SMKN 5 Denpasar pun tak kalah menarik. Mereka membawakan garapan dengan judul ‘Cak Akara’. Menurut pembina tari SMKN 5 Denpasar, I Kadek Sumariasa, kata ‘Akara’ diambil dari bahasa Sansekerta yang berarti wujud boneka. Selain itu, Akara memiliki arti lain bagi SMKN 5 Denpasar. Akara merupakan kepanjangan dari Aksi Kreativitas Siswa SMKN 5 Denpasar.
Lanjutnya, cak Akara berjalan dengan alur cerita Sutasoma yang melukiskan sinergi akulturasi aliran Siwa-Budha. Melibatkan 250 orang siswa dalam garapan cak Akara, Sumariasa dan penggarap karawitan, Gede Arsana, juga mengolaborasikan garapan dengan wayang golek. “Lakon Sutasoma ini adalah sosok tokoh yang memberikan spirit keadamian dari apa yang terjadi di dunia ini. Selain itu, ajaran Tat Twam Asi pun ingin kami sampaikan dalam garapan ini,” papar Sumariasa.
Kurator Bali Mandara Nawanatya, Mas Ruscita Dewi mengaku terharu dengan penampilan cak dari SMKN 5 Denpasar yang mengkolaborasikan dengan wayang golek. Mas menangkap kesan cak wayang golek Bali yang indah dan metaksu, walau belum sempurna. “Saya sangat terharu, karena lewat SMKN 5 Denpasar telah lahir seni baru, cak wayang golek bali yang indah dan metaksu walau belum sempurna. Tetapi ini dapat menjadi cikal bakal seni baru yang dapat dikembangkan,” ungkapnya.
Pengamat seni, Prof Dr I Made Bandem juga menuturkan hal yang sama. Menurutnya, penampilan keduanya sama-sama bagus. penampilan SMAN Bali Mandara dinilai penuh energi, hanya hanya dinamikanya perlu diatur. Sedangkan penampilan siswa SMKN 5 Denpasar dianggap telah mampu memadukan wayang golek Bali. Namun, untuk garapan SMKN 5 Denpasar masih memungkinkan untuk dieksplorasi lagi gerak wayang golek Bali tersebut. “Ini dapat disebut temuan baru. Apalagi bila terus dikembangkan,” tandas Prof Bandem. *ind
Menurut pembina kecak SMA Bali Mandara, I Kadek Sefyan Artawan, cerita tersebut sengaja dipilih sebab dapat membangkitkan semangat dan jiwa dinamis cak. “Ada gerhana bulan, kemudian sedang marak maraknya ada kekerasan. Perebutan tirta amerta ini menjadi simbol kebaikan dan keburukan,” jelas Sefyan.
Tak hanya itu, dipilihnya cerita Kalarau Kapunggel ini pun tak lepas dari landasan agar cerita yang seram dapat meningkatkan antusiasme penonton menyaksikkan kecak anak-anak SMAN Bali Mandara. Pada garapan cak modern tahun ini, SMAN Bali Mandara melibatkan setidaknya 248 orang. Sefyan mengaku, untuk melatih anak-anak yang masih awam dengan kesenian cak, menjadi tantangan tersendiri karena harus memberi pendalaman ekstra akan pakem-pakem kecak baik dari segi vokal maupun gerak.
Panggung Terbuka Ardha Candra terasa sangat hidup malam itu. Setelah SMAN Bali Mandara, garapan SMKN 5 Denpasar pun tak kalah menarik. Mereka membawakan garapan dengan judul ‘Cak Akara’. Menurut pembina tari SMKN 5 Denpasar, I Kadek Sumariasa, kata ‘Akara’ diambil dari bahasa Sansekerta yang berarti wujud boneka. Selain itu, Akara memiliki arti lain bagi SMKN 5 Denpasar. Akara merupakan kepanjangan dari Aksi Kreativitas Siswa SMKN 5 Denpasar.
Lanjutnya, cak Akara berjalan dengan alur cerita Sutasoma yang melukiskan sinergi akulturasi aliran Siwa-Budha. Melibatkan 250 orang siswa dalam garapan cak Akara, Sumariasa dan penggarap karawitan, Gede Arsana, juga mengolaborasikan garapan dengan wayang golek. “Lakon Sutasoma ini adalah sosok tokoh yang memberikan spirit keadamian dari apa yang terjadi di dunia ini. Selain itu, ajaran Tat Twam Asi pun ingin kami sampaikan dalam garapan ini,” papar Sumariasa.
Kurator Bali Mandara Nawanatya, Mas Ruscita Dewi mengaku terharu dengan penampilan cak dari SMKN 5 Denpasar yang mengkolaborasikan dengan wayang golek. Mas menangkap kesan cak wayang golek Bali yang indah dan metaksu, walau belum sempurna. “Saya sangat terharu, karena lewat SMKN 5 Denpasar telah lahir seni baru, cak wayang golek bali yang indah dan metaksu walau belum sempurna. Tetapi ini dapat menjadi cikal bakal seni baru yang dapat dikembangkan,” ungkapnya.
Pengamat seni, Prof Dr I Made Bandem juga menuturkan hal yang sama. Menurutnya, penampilan keduanya sama-sama bagus. penampilan SMAN Bali Mandara dinilai penuh energi, hanya hanya dinamikanya perlu diatur. Sedangkan penampilan siswa SMKN 5 Denpasar dianggap telah mampu memadukan wayang golek Bali. Namun, untuk garapan SMKN 5 Denpasar masih memungkinkan untuk dieksplorasi lagi gerak wayang golek Bali tersebut. “Ini dapat disebut temuan baru. Apalagi bila terus dikembangkan,” tandas Prof Bandem. *ind
1
Komentar